Minggu, 13 Januari 2013

Yesus Kristus dalam Kesaksian Sejarah (3)

3. PLINIUS YUNIOR
Plinius Yr (Plinius Secundus) adalah keponakan dan anak angkat Plinius Sr, sarjana ilmu pengetahuan alam yang meninggal dunia dalam ledakan Gunung Vesuvius. Bruce berkata mengenai dirinya, "Plinius adalah seorang penulis surat yang hebat di dunia. Surat-suratnya berbeda dengan surat-surat pendek yang ditulis oleh kebanyakan di antara kita, yang dimaksudkan untuk dibaca oleh penerima saja, melainkan dengan memperhatikan publik yang lebih luas dan telah mencapai status sastra klasik." (BrF. Jeo 24)

Sepuluh jilid dari korespondensi Plinius telah bertahan sampai sekarang ini. Dalam jilid ke-10 terdapat sepucuk surat dari Plinius kepada Kaisar Trayanus mengenai orang-orang Kristen di propinsinya. Surat ini ditulis sekitar tahun 112 M sementara Plinius menjabat sebagai gubernur Bitinia di Asia kecil. Kami mengutip Plinius panjang lebar karena suratnya memberikan informasi yang baik sekali mengenai kekristenan mula-mula dari sudut pandang non-Kristen. Ia menulis:

Yang Mulia, ini suatu kebiasaan yang saya selalu lakukan, yaitu memohon petunjuk kepada Yang Mulia kapan saja saya merasa ragu-ragu; sebab siapakah yang lebih mampu untuk memberi tuntunan dalam kebimbangan saya atau memberi nasihat dalam ketidak-tahuan saya? Karena saya tidak pernah menghadiri pemeriksaan pengadilan orang-orang Kristen, saya tidak mengetahui cara atau batas-batas yang harus dipatuhi dalam hal memeriksa ataupun menghukum mereka; apakah perlu diadakan perbedaan karena usia, ataukah perlakuan yang sama diberikan kepada yang termuda dan yang dewasa; apakah penyesalan harus diampuni, ataukah jika seorang pernah menjadi Kristen tidak ada gunanya sama sekali untuk menarik kembali kepercayaannya; apakah sekadar mengakui menjadi Kristen, meskipun tidak melakukan kejahatan, ataukah hanya tuduhan-tuduhan yang berhubungan dengannya yang dapat dihukum - saya sangat bingung mengenai segala hal ini. 

Dalam pada itu, cara yang saya laksanakan terhadap orang-orang yang telah dilaporkan kepada saya sebagai orang Kristen, adalah sebagai berikut: saya menginterogasi mereka apakah mereka benar-benar orang Kristen; apabila mereka mengakuinya, saya mengulang pertanyaan itu dua kali, serta menambahkan ancaman hukuman mati; apabila mereka tetap bertekun saya memerintahkan untuk melaksanakan hukum mati. Karena apapun sifat kepercayaan mereka, paling tidak saya tidak merasa ragu-ragu bahwa ketidak-taatan yang membandel dan sikap keras kepala yang gigih pantas menerima hukuman. Ada juga orang lain dengan kepercayaan yang sama, tetapi karena mereka warga negara Roma, saya memerintah agar mereka dibawa ke Roma untuk diadili.  

Tuduhan-tuduhan menyebar (seperti biasanya terjadi) hanya dari kenyataan bahwa perkara itu sedang diselidiki, dan beberapa bentuk kejahatan mulai terbuka. Sebuah plakat dipasang, tanpa tanda-tangan, yang menuduh banyak orang dengan menyebut nama mereka. Orang-orang yang mengingkari bahwa mereka adalah, atau pernah menjadi, orang Kristen, dan yang mengikuti saya dengan mengucapkan kepada dewa-dewa, dan memuja secara formal dengan persembahan tumpahan dan kemenyan, di depan patung Yang Mulia, yang atas perintah saya telah dibawa ke balai pengadilan untuk tujuan tersebut, bersama dengan patung dewa-dewa, dan yang akhirnya mengutuk Kristus - saya menganggap orang-orang ini pantas dibebaskan. Konon, orang-orang yang sungguh-sungguh Kristen tidak dapat dipaksa untuk melakukan perbuatan-perbuatan di atas. Orang lain yang disebut oleh narasumber yang anonim itu mula-mula mengakui bahwa mereka orang Kristen, tetapi kemudian mengingkarinya; mereka mengatakan bahwa memang mereka pernah mengikuti kepercayaan itu, tetapi mereka telah meninggalkannya, ada yang tiga tahun, yang lain sudah bertahun-tahun, dan ada beberapa yang sudah meninggalkannya dua puluh lima tahun sebelumnya. Mereka semua memuja patung Yang Mulia dan patung dewa-dewa, serta mengutuk Kristus.  

Bagaimanapun, mereka menegaskan bahwa seluruh kesalahan atau kekeliruan mereka, adalah bahwa mereka sudah terbiasa berkumpul sebelum fajar pada hari yang telah ditetapkan, ketika secara bergantian mereka menyanyikan bait-bait dari sebuah himne kepada Kristus seperti kepada Allah. Mereka juga berikrar dengan sepenuh hati untuk tidak melakukan perbuatan jahat, tidak pernah melakukan penipuan, pencurian atau perzinahan, tidak memutarbalikkan perkataan mereka, tidak pernah mengingkari sesuatu yang dipercayakan kepada mereka ketika mereka diminta untuk menepatinya; setelah pertemuan itu mereka berpisah dan kemudian berkumpul kembali untuk makan bersama-sama tetapi makanan yang biasa dan tidak membahayakan. Akan tetapi, mereka juga telah meninggalkan kebiasaan ini setelah dekrit saya diumumkan, yaitu dekrit yang melarang semua perkumpulan politik, sesuai dengan perintah Yang Mulia. Karena itu saya menganggap perlu sekali untuk dapat mendengarkan kejadian yang sebenarnya, dengan bantuan siksaan, dari dua orang budak perempuan, yang disebut diaken wanita; tetapi saya tidak dapat menemukan apa-apa lagi kecuali takhayul yang berlebihan dan merusak.   

Oleh karena itu saya menangguhkan penuntutan perkara tersebut dan dengan segera memohon petunjuk pada Yang Mulia. Saya menganggap bahwa perkara ini patut diserahkan kepada Yang Mulia, terutama bila memikirkan banyaknya orang yang terancam. Orang dari bermacam-macam kedudukan dan usia, pria dan wanita, sedang dan akan terlibat dalam penuntutan perkara ini. Karena takhayul yang mudah menjalar ini tidak terbatas pada kota-kota saja, tetapi telah tersebar di desa-desa dan wilayah-wilayah pedalaman. Bagaimanapun, kelihatannya ada kemungkinan untuk mencegah dan melenyapkannya. Paling tidak sudah pasti bahwa kuil-kuil yang hampir sepi, sekarang mulai sering dikunjungi; dan sesudah lama tidak diadakan, pesta-pesta sakral mulai diselenggarakan lagi; sementara itu ada permintaan akan daging korban dari khalayak ramai, padahal selama beberapa waktu hanya sedikit orang yang membelinya. Dari semua ini dengan mudah dapat dibayangkan betapa banyaknya orang dapat diperoleh kembali, apabila pintu pertobatan dibiarkan terbuka[17]

Dalam jawabannya, Kaisar Trayanus setuju bahwa menjadi orang Kristen merupakan kejahatan yang patut dihukum:
Secundus yang terhormat: Anda telah bertindak dengan sangat tepat ketika memutuskan berbagai kasus orang-orang yang dituduh menjadi orang Kristen. Tentu saja, tidak dapat diambil keputusan umum yang dengannya dapat ditentukan bentuk yang tetap untuk menghadapi mereka. Mereka tidak boleh diuber-uber; apabila mereka dituduh dan terbukti bersalah, mereka harus dihukum, asalkan siapa saja yang mengingkari bahwa ia seorang Kristen dan memberi bukti praktis tentang hal itu dengan memohon doa kepada dewa-dewa kita, orang itu harus diampuni berdasarkan penolakan ini, tak peduli dasar-dasar kecurigaan apapun yang ada terhadap dirinya pada masa lalu. Bagaimanapun juga, dokumen-dokumen anonim yang diperhadapkan kepada Anda tidak perlu diperhatikan; itu merupakan preseden yang sangat buruk dan tidak pantas untuk zaman kita ini. [18] 

Kedua surat ini menegaskan sejumlah detail dari kekristenan yang mula-mula yang terdapat atau tersirat dalam Perjanjian Baru. Misalnya:
(1) Orang-orang Kristen yang menjadi warga negara Roma dikirim ke sana untuk diadili, seperti dalam hal Rasul Paulus;
(2) beberapa orang menarik kembali kepercayaannya sebagai orang Kristen, seperti yang dinubuatkan oleh Yesus dalam perumpamaan jenis-jenis Tanah;
(3) mereka menganggap Kristus adalah Allah;
(4) mereka memiliki perangai moral yang patut dicontoh;
(5) beberapa wanita dalam gereja memegang jabatan diaken wanita; dan
(6) Sejumlah besar orang sedang ditambahkan kepada gereja;
(7) Menyebarnya kekristenan mengakibatkan kerugian finansial bagi orang-orang yang usahanya berkaitan dengan berbagai kuil dan agama kafir (mis., tukang-tukang perak di Kisah 19).

Bagaimanapun, G.A. Wells berpendapat bahwa "kesaksian Plinius tidak ada sangkut paut dengan keberadaan Yesus ... Tak seorang pun meragukan bahwa pada tahun 112 orang-orang Kristen menyembah Kristus dan bahwa pernyataan Plinius menghasilkan kepercayaan Kristen." (WeG.HE 16) Akan tetapi, Wells melupakan bahwa Plinius dan Trayanus membuktikan fakta bahwa dalam delapan puluh tahun yang pertama kekristenan sejumlah besar pria dan wanita begitu yakin bahwa menurut sejarah Yesus benar-benar telah hidup, mati, dikuburkan, dan dibangkitkan sehingga mereka menyatakan keyakinan-keyakinan mereka meskipun sudah pasti mereka akan dihukum mati.
-------------------
Catatan :
[17] Plinius, Epistles 10. 96.
[18] Ibid., 10. 97.

4. CORNELIUS TACITUS
Para sejarawan masa kini telah terbiasa mengumpulkan keterangan dari kisah-kisah mengenai waktu dan tempat purbakala, meskipun orang-orang yang menulis kisah-kisah itu telah menggunakan sumber-sumber yang kurang baik, tidak seksama dalam menafsirkan atau menganalisis materi mereka, dan menyimpang dari fakta-fakta dalam laporan mereka oleh sebab prasangka yang terbentuk sebelumnya. Karena alasan ini, Tacitus "pada umumnya dianggap sejarawan yang paling dapat dipercayai. Ia memiliki kepekaan dan imajinasi yang giat, namun tak pernah mengganggu perasaan kritis yang langka pada zamannya dan kejujuran yang tinggi dalam menyelidiki dokumen-dokumen." (AmFSLC 16)

Tacitus, yang dilahirkan sekitar tahun 52-55 M, menjadi senator di bawah pemerintahan Vespasianus. Kemudian ia memegang jabatan konsul, dan pada tahun 112-113 M menjadi prokonsul atau Gubernur Asia. Dia seorang orator yang dihormati dan teman akrab Plinius Muda yang menjadi Gubernur Bitinia, sebuah propinsi yang berdekatan, sebelum Tacitus menjadi Gubernur Asia.

Ketika menulis dalam Annals sekitar tahun 116 M, Tacitus menggambarkan reaksi Kaisar Nero terhadap kebakaran besar yang melanda Roma pada tahun 64 M. Desas desus yang gigih beredar bahwa Nero sendiri yang berada dibalik kebakaran tersebut dan karena itu ia harus bertindak untuk melenyapkan cerita itu. Tacitus bercerita tentang tindakan-tindakan Nero untuk menghentikan desas-desus itu:
Sejauh ini, tindakan-tindakan pencegahan yang diambil telah dianjurkan oleh kebijaksanaan manusia: kini dicari cara-cara untuk menenangkan para dewa, dan petunjuk diminta dari kitab-kitab Cybele; atas nasihatnya, rakyat berdoa kepada Vulcan, Ceres, Proserpina, sedangkan ibu-ibu muda mengambil hati dewi Juno, pertama di Capitol, kemudian di tempat yang terdekat di pantai laut, tempat mengambil air untuk memercik kuil dari dewi tersebut. Jamuan-jamuan ritual dan berjaga-jaga semalam suntuk dilakukan oleh wanita-wanita yang sudah menikah. Tetapi baik bantuan manusia, maupun kemurahan hati Kaisar, dan segala cara untuk menenteramkan para dewa, tidak dapat mendiamkan skandal atau menghilangkan kepercayaan bahwa kebakaran itu terjadi karena diperintahkan. Oleh karena itu, untuk membasmi desas-desus tersebut, Nero menyalahkan sebagai pelaku kebakaran itu segolongan orang, yang dibenci karena perbuatan jahat mereka. yang disebut Kristen oleh orang banyak. Nero menghukum mereka dengan kekejaman yang luar biasa. Kristus, pendiri golongan Kristen, telah mengalami hukuman mati dalam masa pemerintahan Tiberius; atas keputusan Gubernur Pontius Pilatus. Dengan demikian takhayul yang merusak itu dikurangi sesaat lamanya, tetapi itu timbul kembali, bukan hanya di Yudea saja, tempat asal bencana ini, tetapi di ibukota juga, di mana segala sesuatu yang mengerikan dan memalukan dalam dunia ini berkumpul dan amat digemari. 
Mula-mula orang-orang yang mengaku menjadi anggota sekte itu ditangkap; berikutnya berdasarkan pernyataan mereka, amat banyak orang dihukum, bukan karena melakukan pembakaran dengan sengaja, melainkan karena membenci manusia. Dan cemoohan menyertai ajal mereka: tubuh mereka diselubungi kulit binatang buas dan dirobek-robek oleh kawanan anjing hingga mati; atau mereka diikat di kayu salib, dan ketika waktu siang berlalu mereka dibakar untuk menjadi lampu pada malam hari. Nero telah membuka taman-tamannya untuk tontonan ini, dan mengadakan pertunjukkan di sirkusnya, bergaul dengan orang banyak dengan mengenakan seragam pengemudi kereta perang, atau dengan menaiki keretanya. Karenanya sekalipun kesalahan yang patut dijatuhi hukuman, telah timbul perasaan kasihan, disebabkan kesan bahwa orang-orang Kristen itu dikorbankan bukan demi kesejahteraan negara, melainkan karena kegarangan satu orang.[19]

Di sini lagi, kita memiliki kesaksian tegas dari orang bukan Kristen mengenai asal-usul dan penyebaran kekristenan. Bahkan yang lebih penting, laporan Tacitus ini memberikan bukti sejarah yang kokoh bahwa orang-orang Kristen di Roma, hanya tiga puluh tahun sesudah kematian Kristus, telah dibunuh karena keyakinan mereka bahwa Yesus telah hidup, mati, dan dibangkitkan karena mereka.

Beberapa penulis telah berusaha menyerang keautentikan bagian ini, tetapi pada umumnya orang tidak bersimpati kepada penyanggahan mereka. Periksalah pendapat para ahli terkemuka di bidang sastra kuno yang menangani pokok persoalan ini (mis., Henry Furneaux, ahli sastra kuno dari Oxford dan spesialis terkemuka mengenai Tacitus), dan kesimpulannya ialah bahwa buktinya amat kokoh bahwa bagian ini telah ditulis oleh Tacitus sendiri. Hampir semua orang (termasuk Wells) mengakui bahwa gaya bahasanya sudah jelas "bahasa Latin Tacitus." Lagi pula, karena bagian ini tidak berbicara dengan baik tentang orang Kristen, tidak mungkin ada motif bagi orang lain kecuali Tacitus untuk menulis bagian tersebut.

Wells berusaha menyerang bagian ini dari sudut yang berbeda. Ia mendesak bahwa pernyataan Tacitus mengenai Yesus tidak mempunyai nilai sejarah, karena ia mungkin hanya mengulang informasi yang diperolehnya dari orang-orang Kristen itu sendiri. Karena menurut Wells kehidupan Yesus itu hanya sebuah legenda, maka orang-orang Kristen itu melaporkan kepada Tacitus sebuah legenda sebagai kenyataan bersejarah.

Wells memberikan tiga pokok sebagai bukti yang mendukung pikirannya.

Pertama, ia mengatakan bahwa Tacitus "memberi kepada Pilatus gelar 'procurator' yang umum dipakai dari paruh kedua abad pertama saja." (WeG. HE 16) Akan tetapi, apabila informasi ini berasal dari orang-orang Kristen, mengapa dalam Annals 4.5, Tacitus memanggil Lucilius Capito "procurator" ketika ia juga memegang jabatan itu sebelum pergantian nama itu? Ia juga menyebutkan kaisar "imperitante," yang bukan gelar yang tepat untuk para kaisar di masa lampau. Tacitus, sebagai senator, pasti sudah mengetahui hal ini. Namun, Tacitus memakai gelar-gelar yang dipakai pada zamannya hanya untuk menjelaskan kepada para pembaca pada zaman itu jabatan-jabatan yang dipegang oleh beberapa orang.

Kedua, Wells mengatakan bahwa jika Tacitus mendapat informasinya dari catatan-catatan resmi, ia pasti akan memanggil Yesus dengan namanya, bukan dengan gelar "Kristus." Akan tetapi, kalau Tacitus telah mengatakan "Yesus," ia akan perlu menambahkan informasi untuk menjelaskan bagaimana hubungan Yesus dengan orang-orang Kristen itu. Furneaux menandaskan bahwa "Christus," sebagai nama, adalah "nama yang cocok untuk dipakai dalam hal ini, sebagai penjelasan untuk 'Christianus.'" (FuH.A 374) Sebenarnya, apabila Tacitus telah menerima informasinya dari orang Kristen, mereka mungkin sekali akan memakai "Yesus" atau mungkin "Kristus Yesus" sebagai sebutan yang lebih akrab. Selanjutnya, Tacitus mungkin terdorong untuk memakai nama "Christus" jika sudah umum diketahui bahwa orang Yahudi memiliki "sabda Tuhan dari zaman purba bahwa akan terbit seorang Mesias penakluk." (GiE.D 1:603) Penggunaan istilah "Kristus" mungkin sekali akan menyalakan ketidaksenangan masyarakat umum terhadap orang-orang Kristen.

Ketiga, Wells menandaskan bahwa Tacitus "pasti senang untuk menerima dari orang Kristen pandangan mereka sendiri bahwa kekristenan baru saja berdiri, karena para penguasa Romawi hanya bersedia untuk bersikap menenggang terhadap kultus-kultus kuno." (WeG.HE 17) Wells sedang berusaha untuk memperlihatkan bahwa Tacitus baru saja menerima informasi dari orang Kristen bahwa Kristus mati di bawah Pontius Pilatus sementara pemerintahan Tiberius. Namun, ada banyak alasan untuk percaya bahwa Tacitus mempunyai informasi lain di samping apa yang didengarnya dari orang Kristen.

Pertama, ia membuat pernyataannya tentang kematian Kristus sebagai suatu fakta sejarah, bukan sebagai sesuatu yang dianggap benar oleh orang lain.
Kedua, seperti yang telah disebutkan dalam pasal sebelumnya, baik "Yustinus " maupun "Tertullianus" menantang para pembacanya untuk membaca sendiri dokumen-dokumen sekular yang resmi yang memperkuat detail-detail tertentu mengenai kehidupan Yesus.
Ketiga, karena ia seorang senator Romawi, sudah pasti Tacitus boleh mempergunakan dokumen-dokumen terbaik yang ada di Kekaisaran Romawi pada masa itu.
Keempat, dalam Annals 4. 10, di mana Tacitus membuktikan salahnya desas-desus tertentu, ia berkata bahwa ia telah melaporkan dari "sumber-sumber yang terbanyak dan terpercaya." Di 4.57 ia berkata, "Saya telah mengikuti mayoritas sejarawan."
Kelima, Tacitus amat teliti dalam hal mencatat berbagai pertentangan dalam sumber-sumbernya. Di 15. 38  ia berbicara tentang versi-versi yang bertentangan mengenai penyebab kebakaran besar di Roma.
Keenam, Tacitus bersikap kritis ketika mengutip sumber-sumbernya. Di Annals 4. 57 ia meragukan laporan kebanyakan sejarawan. Di 15.53 ia menganggap pernyataan Plinius tidak masuk akal, dan di 13.20 ia memperhatikan prasangka Fabius Rusticus. B. Walker mengomentari bahwa Tacitus "dengan gigih meragukan desas-desus yang bersifat umum, bahkan ketika desas-desus itu serupa dengan prasangka-prasangkanya sendiri" dan mengutip Annals 2. 68 sebagai contoh. (WaB.AT 142)
Ketujuh, Tacitus membatasi pendapatnya ketika orang lain tidak berbuat demikian. F
Kedelapan, Tacitus membedakan di antara desas-desus dan kenyataan dengan menggunakan ungkapan seperti, "Beberapa orang telah mencatat" atau "Sebagaimana umumnya dikisahkan."23 Ia juga memakai istilah-istilah seperti "Kabarnya" dan "Kata orang" ketika ia tidak ingin menjamin keterandalan suatu pernyataan. Maurice Goguel, mantan Profesor Teologi pada Universitas Paris, mencatat bahwa tidak adanya kata-kata seperti "kabarnya" di Annals 15.44 (bagian mengenai Kristus) seharusnya membuat kita percaya bahwa sumber Tacitus adalah sebuah dokumen. Ia menyatakan, "Satu hal sudah pasti, yaitu Tacitus mengetahui tentang sebuah dokumen, yang tidak ditulis oleh orang Yahudi ataupun orang Kristen, yang menghubungkan kekristenan dengan Kristus yang disalibkan oleh Pontius Pilatus." (GoMa.JN 40)
Akhirnya, sekalipun secara mandiri Tacitus sama sekali tidak membuat pernyataan tentang oknum Kristus, ia masih mencatat kenyataan bahwa pria dan wanita yang hidup tiga puluh tahun setelah Yesus disalibkan, rela untuk mati demi kepercayaan mereka bahwa Yesus telah hidup tiga puluh tahun sebelumnya. Beberapa di antara mereka, misalnya Petrus, bahkan telah mendengar, melihat, berbicara dan berjalan bersama Dia. Dan seperti yang dikatakan J. N. D. Anderson, mantan Profesor Hukum-hukum Timur pada Universitas London: "Hampir tidak dapat dikatakan ber khayal untuk menganjurkan bahwa ketika ia menambahkan" takhayul yang merusak itu dikurangi sesaat lamanya, tetapi timbul kembali," ia tanpa sadar sedang memberi kesaksian tak langsung kepada keyakinan jemaat yang mula-mula bahwa Kristus yang telah disalibkan itu telah bangkit dari kubur. (AnJ.CTW 19)
-------------------
Catatan :
[19] Tacitus, Annals. Edisi Loeb 15. 44.
[20] Yustinus Martyr, First Apology 34. 2; 48. 3 (ditemukan di RoA.ANF. [AS])
[21] Tertullianus, Against Marcion 4. 7, 19 (juga ditemukan di RoA.ANF [AS])
[22]Pertimbangkanlah berbagai pernyataannya tentang kebakaran di Roma bila dibandingkan dengan karya Suetonius Life of Nero 38 dan karya Plinius Natural Histories 17.5 [AS]
[23]Bacalah Annals of Tacitus 15. 15, 20,45,54, 64, 73 (WaB.AT). [AS]
[24]Bacalah Annals 15. 10 dan 16 (WaB.AT). [AS]

Tidak ada komentar: