Penganiayaan oleh Paus & Inkuisisi (1208-1834)
Penganiayaan oleh Paus
Sampai
sekitar abad ke-12, sebagian besar penganiayaan terhadap
orang-orangyang percaya kepada Kristus yang sejati datang dari dunia
kafir, tetapi sekarang gereja di Roma membuang kebenaran Alkitab,
perintah untuk mengasihi, dan mengambil pedang untuk melawan semua
orang yang menentang doktrin dan tradisi palsu yang makin menjadi bagian
darinya sejak zaman Konstantinus. Selama masa itu Gereja Roma
menyimpangjauh dari kepercayaan ortodoks yang menyebabkan banyak orang
menjadi martir. Gereja mulai menyingkirkan kekudusan, kesalehan,
kerendahhatian, kemurahan, dan belas kasihan; mengambil tradisi dan
doktrin yang secara material, fisik, serta sosial menguntungkan bagi
para imam dan memberi mereka dominasi total dalam semua masalah gereja.
Orang yang tidak setuju dengan mereka atau doktrin mereka dicap bidat
yang harus dibawa masuk pada kesepakatan dengan Gereja Roma dengan
kekuatan apa pun yang dibutuhkan; dan jika bidat itu tidak bertobat
serta bersumpah setia kepada paus dan wakil gereja, mereka harus dihukum
mati. Mereka membenarkan tindakan horor yang mereka lakukan dengan
mengutip secara paksa ayat-ayat Perjanjian Lama dan dengan mengacu pada
Augustinus, yang telah menafsirkan Lukas 14:23 sebagai ayat pendukung
penggunaan kekuatan terhadap bidat. "Lalu kata tuan itu kepada hambanya:
Pergilah ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada
di situ, masuk karena rumahku harus penuh. "
Selama
beberapa abad Gereja Roma mengamuk di seluruh dunia seperti binatang
buas yang kelaparan dan membunuh ribuan orang yang percaya kepada
Kristus yang sejati, menyiksa, dan memotong tangan atau kaki ribuan
orang lagi. Ini merupakan "Zaman Kegelapan" gereja. Kelompok Waldenses di Prancis merupakan korban pertama amukan penganiayaan Paus.
Sekitar
tahun 1000 M, ketika cahaya Injil yang sejati hampir padam oleh
kegelapan dan takhayul, beberapa orang yang melihat dengan jelas bahaya
besar yang sedang mengancam gereja, mengambil keputusan untuk
menunjukkan cahaya Injil dalam kemurniannya yang nyata dan untuk
menghalau awan-awan yang ditimbulkan oleh imam-imam yang penuh tipu daya
untuk membutakan orang-orang dan menyembunyikan terangnya yang sejati.
Usaha ini dimulai dengan seorang yang bernama Berengarius, yang dengan
berani memberitakan Injil yang kudus, sejelas yang ditunjukkan dalam
Alkitab. Sepanjang bertahun-tahun berikutnya orang-orang lain membawa
obor kebenaran dan membawa terang kepada ribuan orang sampai pada tahun
1140 M, ada begitu banyak orang percaya yang mengalami reformasi
sehingga Paus merasa khawatir dan menulis kepada banyak pangeran bahwa
mereka harus menyingkirkan orang-orang itu dari kerajaan mereka. Ia juga
menyuruh banyak pejabatnya yang berpendidikan paling tinggi untuk
menulis surat menentang mereka.
Kelompok Waldenses
Sekitar
tahun 1173, Peter Waldo, atau Valdes, seorang pedagang Lyon yang kaya,
yang terkenal karena kesalehan dan pengetahuannya, memberikan hartanya
kepada orang-orang miskin dan menjadi pengkhotbah keliling. Ia adalah
penentang yang kuat terhadap kemakmuran dan penindasan paus. Tak berapa
lama sejumlah besar orang yang telah mengalami pembaruan di Prancis
bergabung dengannya - mereka kemudian dikenal sebagai kelompok
Waldenses. Pertama -tama, Waldo berusaha menyadarkan paus karena ia
berpikir bahwa paus bisa memengaruhi gereja di Roma, tetapi ia justru
dikucilkan karena dianggap bidat pada 1184.
Waldo dan para
pengikutnya kemudian mengembangkan gereja yang terpisah dengan imamnya
sendiri. Mereka mengkhotbahkan disiplin keagamaan dan kemurnian moral,
berbicara keras menentang imam yang tidak pantas dan penyelewengan di
gereja, dan menolak pengambilan nyawa manusia dalam kondisi apa pun.
Namun, Gereja Roma tidak mengizinkan bidat semacam itu untuk diajarkan
maka pemisahan dari Roma tidak bisa dicegah lagi. Jadi pada 1208 M, Paus
mengesahkan perang terhadap ke1ompok Waldenses dan kelompok reformed
lainnya, terutama Albigenses.
Pada tahun 1211, delapan puluh
pengikut Waldo ditangkap di kota Strasbourg, diperiksa oleh penyidik
yang ditunjuk oleh Paus dan dibakar di tiang. Tidak lama sesudahnya,
sebagian besar ke1ompok Waldenses menarik diri ke lembah Alpine di
Italia utara dan tinggal di sana. Waldo meninggal tahun 1218; masih
mengkhotbahkan Injil Kristus yang sejati.
Penganiayaan Kelompok Albigenses
Ke1ompok
Albigenses adalah orang-orang yang menganut ajaran dualistis, yang
tinggal di Prancis bagian se1atan pada abad ke-12 dan ke-13. Mereka
mendapatkan nama itu dari kota Prancis, Albi, yang merupakan pusat
gerakan mereka. Mereka tinggal dengan peraturan etika yang ketat dan
banyak tokoh menonjol di an tara anggota mereka, seperti The Count of
Toulouse, The Count of Foix, The Count of Beziers, dan yang lain yang
memiliki pendidikan serta tingkat yang setara. Untuk menekan mereka,
Roma pertama-tama mengirim biarawan Cistercian dan Dominikan ke wilayah
mereka untuk meneguhkan kembali ajaran paus, tetapi tidak berguna karena
ke1ompok Albigenses tetap setia dengan doktrin reformed.
Bahkan
an cam an Konsili Lateran yang kedua, ketiga, dan keempat (1139,1179,
1215) - yang memutuskan pemenjaraan dan penyitaan harta benda sebagai
hukuman atas bidat dan untuk mengucilkan para pangeran yang gagal
menghukum penganut bidat - tidak menyebabkan ke1ompok Albigenses kembali
ke pangkuan Roma. Dalam Konsili Lateran III, pada 1179, mereka dikutuk
sebagai bidat oleh perintah Paus Alexander III. Ini adalah paus yang
sama yang mengucilkan Frederick I, Kaisar Romawi yang Kudus, RajaJerman
dan Italia, pada 1165. Kaisar se1anjutnya gagal menaklukkan otoritas
paus di Italia dan dengan demikian mengakui supremasi paus pada tahun
1177.
Pada tahun 1209, Paus Innocentius III menggunakan
pembunuhan biarawan di wilayah Pangeran Raymond dari Toulouse sebagai
pembenaran untuk memulai pengobaran penganiayaan terhadap pangeran dan
ke1ompok Albigenses. Pada Konsili Lateran IV, tahun 1215, kutukan
terhadap ke1ompok ini disertai dengan tindakan keras. Untuk
melaksanakannya, ia mengirim agen di seluruh Eropa untuk membangkitkan
pasukan untuk bertindak bersama-sama melawan Albigenses dan menjanjikan
surga kepada semua yang mau bergabung serta berperang se1ama 40 hari
dalam hal yang ia sebut Perang Kudus.
Selama perang yang paling
tidak kudus ini, yang berlangsung antara 1209 sampai 1229, Pangeran
Raymond membela kota Toulouse serta tempat-tempat lainnya di wilayahnya
dengan keberanian yang besar dan kesuksesan melawan tentara Simon de
Montfort, Panger an Monfort dan bangsawan Gereja Roma yang fanatik.
Ketika pasukan paus tidak mampu mengalahkan Pangeran Raymond seeara
terbuka, raja dan ratu Praneis serta tiga Uskup Agung mengerahkan
tentara yang lebih besar, dan dengan kekuatan militer mereka, mereka
membujuk pangeran itu untuk datang ke konferensi perdamaian serta
menjanjikan jaminan keamanan kepadanya. Namun ketika ia tiba, secara ia
ditangkap, dan dipenjara, dan dipaksa untuk muncul dengan kepala
telanjang dan kaki telanjang di depan musuh-musuhnya untuk menghinanya,
dan dengan berbagai siksaan yang dilakukan untuk menangkal sikap
oposisinya terhadap doktrin Paus.
Pada awal penganiayaan tahun
1209, Simon de Montfort membantai penduduk Beziers. Ini merupakan contoh
kecil kekejaman yang ditimbulkan tentara paus terhadap Albigenses
selama 20 tahun. Selama pembantaian itu, seorang prajurit bertanya
bagaimana ia bisa membedakan antara orang Kristen dengan bidat.
Pemimpinnya dikatakan menjawab, "Bunuh mereka semua. Allah tahu siapa
milik-Nya."
Setelah penangkapan Pangeran Raymond, Paus
menyatakan bahwa kaum awam tidak diperbolehkan untuk membaea Kitab Suci
dan selama sisa abad ke-13 berikutnya, kelompok Albigenses bersama
dengan Waldenses dan kelompok reformed lainnya, merupakan target utama
Inkuisisi di seluruh Eropa.
Inkuisisi
Inkuisisi
adalah pengadilan Gereja abad pertengahan yang ditunjuk untuk mengusut
bidat, yang disebut demikian karena menentang kesalahan dan tradisi
Gereja Roma. Nama yang tidak terkenal ini digunakan dalam arti lembaga
itu sendiri, yang adalah episkopal (diperintah oleh Uskup atau
uskup-uskup) atau Paus, secara regional atau lokal; anggota pengadilan;
dan cara kerja pengadilan.
Dalam perang melawan Albigenses, Paus
Innocentius III menunjuk penyidik khusus seperti biarawan Dominikan,
yang selama perang mendirikan ordo Dominikan, pada tahun 1215. Namun,
masih belum ada kantor khusus untuklnkuisisi itu. Pada tahun 1231, Paus
Gregorius IX seeara resmi mendirikan Inkuisisi Roma. Meniru hukum yang
diberlakukan Kaisar Romawi yang Kudus Frederick II terhadap Lombardy,
Italia, pada tahun 1224, dan diperluas mencakup seluruh kerajaannya pada
1232, Gregorius memerintahkan agar bidat yang sudah diputuskan bersalah
ditangkap oleh penguasa sekuler, dan dibakar. Ia juga memerintahkan
agar para bidat dikejar-kejar dan diperiksa di depan sidang gereja.
Paus
Gregorius IX memercayakan tugas yang keji itu kepada ordo biarawan
Dominikan dan Fransiskan; memberi mereka hak eksklusif untuk memimpin
berbagai sidang pengadilan Inkuisisi, yang memiliki kekuasaan yang tak
terbatas sebagai hakim di tempatnya dan kuasa untuk mengucilkan,
menyiksa atau mengeksekusi banyak orang yang dituduh melakukan kebidatan
atau oposisi terhadap pemerintahan paus yang terkecil sekalipun. Ia
lebih jauh memberi mereka otoritas untuk menyatakan perang terhadap
orang yang diputuskan sebagai bidat dan melakukan kesepakatan dengan
pangeran yang berkuasa serta menggabung tentara mereka dengan pasukan
pangeran. Mereka juga diberi kuasa untuk bertindak terlepas dari petugas
gereja lokal apa pun dan untuk melibatkan mereka dalam pemeriksaan
Inkuisisi mereka jika mereka terlibat dengan pekerjaan mereka dalam cara
apa pun. Secara alamiah, kekuasaan Inkuisisi yang independen ini sering
kali menjadi penyebab perpecahan dengan imam dan uskup lokal.
Dikatakan
bahwa semangat mereka untuk mengeksekusi musuh-musuh Gereja Roma
diilhami oleh isu yang beredar di seluruh Eropa bahwa Gregorius
bermaksud untuk menyangkal kekristenan. Untuk menangkal isu itu,
Gregorius memulai perang yang kejam terhadap musuh-musuh Roma, yang
mencakup orang-orang Protestan, Yahudi, dan Muslim.
Setiap
Inkuisisi terdiri dari sekitar 20 petugas: penyidik agung; tiga penyidik
atau hakim utama; pengawas keuangan; petugas sipil; petugas untuk
menerima dan mempertanggungjawabkan uang denda; petugas yang serupa
untuk harta benda yang disita; beberapa orang penilai untuk menilai
harta benda; sipir penjara; konselor untuk mewawancarai dan menasihati
tertuduh; pelaksana hukuman untuk melakukan penyiksaan, penahanan, dan
pembakaran; dokter untuk mengawasi siksaan; ahli bedah untuk memperbaiki
kerusakan tubuh yang disebabkan oleh penyiksaan; petugas untuk mencatat
pelaksanaan dan pengakuan dalam bahasa Latin; penjaga pintu; dan
kenalan yang menyelinap masuk untuk mendapatkan kepercayaan orang-orang
yang dicurigai bidat kemudian memberi kesaksian untuk menentang mereka.
Setiap pengadilan juga memiliki saksi atau pemberi informasi yang
menentang tertuduh, dan pengunjung istimewa, yang disumpah untuk menjaga
rahasia prosedur serta pelaksanaan hukuman yang mereka saksikan.
Pertama
Inkuisisi itu hanya menangani tuduhan tentang bidat, tetapi
kekuasaannya segera meluas hingga mencakup tuduhan seperti tenung,
alkimia, penghujatan, penyimpangan seksual, pembunuhan anak, pembacaan
Alkitab dalam bahasa umum, atau pembacaan Talmud oleh bangsa Yahudi atau
Alquran oleh orang-orang Muslim. [Pada saat tuduhan ten tang bidat
menjadi kurang popular pada akhir abad ke-15, jumlah penyihir dan ahli
tenung yang dibakar makin meningkat; hal ini membenarkan dan
memperpanjang keberadaan Inkuisisi. ]
Tidak peduli apa pun
tuduhannya, pelaksana Inkuisisi melakukan pemeriksaan mereka dengan
kekejaman yang luar biasa, tanpa memiliki belas kasihan kepada siapa pun
tidak peduli berapa usia, apa jenis kelamin, suku bangsa, keturunan
bangsawan, posisi atau tingkat sosial yang istimewa, atau bagaimana
kondisi fisik atau mental mereka. Dan mereka terutama bersikap kejam
terhadap orang-orang yang menentang doktrin dan otoritas paus, terutama
orang-orang yang sebelumnya adalah penganut Gereja Roma dan sekarang
menjadi Protestan.
Ada sebagian tokoh Gereja yang berusaha
melakukan pembelaan (apologetic). Tentang upaya apologetik dalam soal
Inquisisi itu, Peter de Rosa, dalam bukunya, Vicars of Christ: The dark Side of the Papacy, mencatat, bahwa sikap itu hanya menambah kemunafikan menjadi kejahatan. (it merely added hypocricy to wickedness).
Yang sangat mengherankan dalam soal ini adalah penggunaan cara siksaan
dan pembakaran terhadap korban. Dan itu bukan dilakukan oleh
musuh-musuh Gereja, tetapi dilakukan sendiri oleh orang-orang tersuci
yang bertindak atas perintah "wakil Kristus" (Vicar of Christ).
Peter de Rosa mencatat: How
ever, the Inquisition was not only evil compared with the twentieth
century, it was evil compared with the tenth and elevent when torture
was outlawed andmen and women were guaranteed a fair trial. It was evil
compared with the age of Diocletian, for no one was thentortured and
killed in the name of Jesus crucified. (Betapa pun, inquisisi
tersebut bukan hanya jahat saat dibandingkan dengan (nilai-nilai) abad
ke-20, tetapi ini juga jahat dibandingkan dengan (nilai-nilai) abad
ke-10 dan ke-11,saat dimana penyiksaan tidak disahkan dan laki-laki
serta wanita dijamin dengan pengadilan yang fair. Ini juga jahat
dibandingkan dengan zaman Diocletian, dimana tidak seorang pun disiksa
dan dibunuh atas nama Jesus yang tersalib). [1]
Pembelaan
di depan Inkuisisi hampir tidak ada gunanya karena tuduhan yang
dikenakan pada mereka sudah menjadi bukti yang cukup untuk menyatakan
kesalahan, dan makin besar kekayaan tertuduh, makin besar bahaya yang ia
tanggung. Sering kali seseorang dieksekusi bukan karena ia bidat,
melainkan karena ia memiliki harta benda yang banyak. Sering kali tanah
dan rumah yang luas atau bahkan provinsi atau wilayah kekuasaan dirampas
oleh Gereja Roma atau oleh penguasa yang bekerja sarna dengan Inkuisisi
dalam pekerjaan mereka.
Orang-orang
yang dituduh oleh Inkuisisi tidak pernah diizinkan untuk mengetahui nama
penuduh mereka dan dua orang pemberi informasi biasanya sudah cukup
untuk memberikan tuduhan. Setiap metode pembujukan digunakan oleh pelaku
Inkuisisi untuk membuat tertuduh mengakui tuduhan itu dan karena itu
membuktikan tuduhan terhadap mereka, dan meyakinkan diri mereka sendiri.
Untuk melakukannya, setiap cara penyiksaan fisik yang dikenal atau yang
bisa dibayangkan digunakan - seperti merentangkan kaki tangan mereka
pada alat perentang; membakar mereka dengan arang panas atau logam yang
dipanaskan; mematahkan jari-jari tangan dan kaki; meremukkan kaki dan
tangan; mencabut gigi; meremas daging dengan penjepit; menusukkan
pengait ke bagian tubuh yang lunak dan menarik pengait itu menembus
dagingnya; menyayat daging mereka menjadi potongan kecil-kecil;
menancapkan jarum ke dalam daging; menancapkan jarum di bawah kuku jari
tangan atau kaki; mengencangkan tali pengikat di sekeliling daging
sampai menembus tulang; memukuli dengan tongkat dan pentung; memelintir
kaki dan tangan serta melepaskan sendi mereka. Cara yang digunakan oleh
para pelaksana Inkuisisi yang kejam terlalu banyak jumlahnya, dan
terlalu mengerikan untuk dicatat.
Pada awal penyidikan,
yang dicatat dalam bahasa Latin oleh petugas, orang yang dicurigai dan
saksi harus bersumpah bahwa mereka akan menyingkapkan segala sesuatu.
jika mereka tidak mau bersumpah, hal itu ditafsirkan sebagai tanda
persetujuan dengan tuduhan. Jika mereka menyangkal tuduhan tanpa bukti
bahwa mereka tidak bersalah, atau jika mereka dengan bandel menyangkal
untuk mengakui, atau bertahan dalam kebidatan mereka; mereka akan diberi
hukuman yang paling kejam, harta benda mereka disita dan, hampir tanpa
perkecualian, mereka dihukum mati dengan cara dibakar. Sayang, beberapa
oknum yang terlibat di dalamnya sangat licik. Oleh karena Gereja Roma
berkata bahwa kita tidak diperbolehkan mencurahkan darah, jadi bidat
yang bersalah diserahkan kepada penguasa sekuler yang menjalin kerja
sama dengan mereka untuk dihukum dan dieksekusi.
Setelah Inkuisisi selesai menghakimi, upacara yang khidmat diadakan di tempat eksekusi; yang dikenal sebagai sermo generalis ("khotbah umum") atau, di Spanyol, sebagai auto-de-fe
(tindakan iman), Acara itu dihadiri oleh pejabat lokal, para imam, dan
semua, entah musuh atau ternan bidat itu, yang ingin melihat hukuman
atau eksekusi. Jika bidat yang dikutuk mengakui tindakan.
bidat
mereka, dan menyangkalnya, mereka akan diberi hukuman, yang berkisar
dari hukuman cambuk yang berat atau dibuang ke kapal dagang. Dalam kasus
mana pun, semua harta benda dan barang-barang mereka disita untuk
digunakan oleh Gereja Roma atau oleh penguasa lokal.
Jika
tertuduh terus-menerus berpaut pada kebidatan mereka, dengan sikap
khidmat, mereka dikutuk dan diserahkan kepada pe1aksana hukuman untuk
dibakar segera agar dilihat semua orang. Dengan pertunjukan kepada umum
ini, para pejabat gereja berharap agar ketakutan terhadap Inkuisisi akan
membara dalam pikiran dan hati orang-orang yang melihat nyala api
membakar bidat yang menentang Gereja Roma. Namun, orang-orang yang
memiliki iman yang sejati kepada Kristus sesungguhnya justru semakin
teguh imannya ketika melihat keberanian para martir, dan kasih karunia
Allah yang memelihara mereka melalui siksaan, dan nyala api.
Dari
semua petugas Inkuisisi di seluruh dunia, Inkuisisi di Spanyol adalah
yang paling aktif dan sadis; itu merupakan contoh dari bahaya yang luar
biasa dari pemberian kekuasaan yang tak terbatas atas tubuh dan
kehidupan orang-orang yang tidak kudus yang menyatakan diri kudus.
Inkuisisi di Spanyol
Meskipun
hampir tidak ada catatan tentang jumlah orang yang terbunuh atau
disiksa di seluruh dunia oleh Inkuisisi, beberapa catatan tentang
Inkuisisi di Spanyol telah sampai kepada kami.
Ada tujuh belas
pengadilan di Spanyol dan masing-masing membakar rata-rata 10 bidat
setahun serta menyiksa dan memotong kaki atau tangan ribuan orang lain
yang hampir tidak bisa pulih dari luka-lukanya. Selama masa Inkuisisi di
Spanyol diperkirakan ada sekitar 32.000 orang, yang kesalahannya tidak
lebih dari tidak sepaham dengan doktrin paus, atau yang te1ah dituduh
melakukan kejahatan takhayul, yang disiksa di luar imajinasi kemudian
dibakar hidup-hidup.
Sebagai tambahan, jumlah orang yang
gambarnya dibakar atau dihukum untuk menebus dosa, yang biasanya berarti
pengasingan, penyitaan seluruh harta benda, hukuman fisik sampai
pencucuran darah dan perusakan total segala sesuatu dalam hidup mereka,
berjumlah total 339.000. Namun, tidak ada catatan tentang berapa banyak
orang yang mati di tahanan bawah tanah karena disiksa; karena dikurung
di lubang yang kotor, penuh penyakit, yang penuh tikus, dan kutu; karena
tubuh yang hancur atau hati yang hancur; atau jutaan orang yang
tergantung hidupnya pada mereka untuk kelangsungan hidup mereka atau
yang tergesa-gesa ke liang kubur karena kematian korbannya. Itu adalah
catatan yang hanya diketahui di surga pada Hari Penghakiman.
Pada
tahun 1479 karena desakan penguasa Gereja Roma di Spanyol, Ferdinand II
dari Aragon, dan Isabella I dari Castile, Paus Sixtus IV membentuk
Inkuisisi Spanyol yang independen yang dipimpin oleh dewan tinggi dan
pelaksana Inkuisisi Agung.
Pad a 1487 Paus Innocentius VIII
menunjuk rahib Dominikan Spanyol, Tomas de Torquemada, sebagai pelaksana
Inkuisisi Agung. Di bawah kekuasaannya, ribuan orang Kristen, Yahudi,
Muslim, penyihir yang dicurigai, dan orang-orang lainnya terbunuh dan
disiksa. Orang-orang yang berada dalam bahaya terbesar karena Inkuisisi
adalah kaum Protestan dan Alumbrados (penganut mistik di Spanyol).
Nama
Torquemada menjadi sinonim dengan kekejaman, kefanatikan, sikap tidak
toleran, dan kebencian. Ia adalah orang yang paling ditakuti di Spanyol;
dan selama pemerintahan terornya dari 1487 sampai 1498l ia secara
pribadi memerintahkan lebih dari 2.000 orang untuk dibakar di tiang. Ini
berarti 181 orang setahun, sementara pengadilan Spanyol rata -rata
hanya membakar 10 orang setahun.
Dengan dukungan penguasa Gereja
Roma, pelaksana awal Inkuisisi Spanyol begitu sadis dalam cara
penyiksaan dan teror mereka sehingga Paus Sixtus IV merasa ngeri
mendengar laporan mereka, tetapi tidak mampu mengurangi kengerian yang
telah dilepaskan di Spanyol. Ketika Torquemada dijadikan pe1aksana
Inkuisisi Agung, akibatnya lebih parah dan ia melakukan Inkuisisi
seolah-olah ia adalah dewa di Spanyol. Apa pun yang bisa ia kelompokkan
sebagai pe1anggaran rohani diberi perhatian oleh pe1aksana Inkuisisi.
Inkuisisi yang kejam di Spanyol belum mengenal kekejaman yang sebenarnya
sampai Torquemada menjadi pemimpinnya.
Pada 1492 Inkuisisi
digunakan untuk mengusir semua orang Yahudi dan bangsa Moors dari
Spanyol atau untuk memaksakan pertobatan mereka kepada kekristenan Roma.
Dengan desakan Torquemada, Ferdinand dan Isabella mengusir lebih dari
160.000 orang Yahudi yang tidak mau bertobat pada Gereja Roma.
Dari
tujuan politis, pelaksana Inkuisisi juga melakukan penyelidikan yang
kejam di antara penduduk baru dan orang-orang Indian yang bertobat di
koloni Spanyol di Amerika.
Meskipun akhirnya ada penurunan dalam
kekejamannya, Inkuisisi masih tetap bekerja dalam satu bentuk atau
bentuk lainnya sampai awal abad ke-19 - 1834 di Spanyol, dan 1821 di
Portugal - yaitu saat kelompok ini diganti namanya, tetapi tidak
dihapuskan. Pada 1908, Inkuisisi direorganisir di bawah nama Congregation if the Holy Office dan didefinisikan ulang selama Konsili Vatikan II oleh Paus Paulus VI sebagai Congregation of the Doctrine if the Faith.
Pada saat ini dikatakan, kelompok ini memiliki tugas yang lebih
positif, yaitu memajukan doktrin yang benar daripada sekadar "menyensor"
bidat.
Ketika pasukan Napoleon menaklukkan Spanyol tahun 1808,
seorang komandan pasukannya, Kolonel Lemanouski, melaporkan bahwa
pastor-pastor Dominikan mengurung diri dalam biara mereka di Madrid.
Ketika pasukan Lemanouski memaksa masuk, para inquisitors itu tidak
mengakui adanya ruang-ruang penyiksaan dalam biara mereka. Tetapi,
setelah digeledah, pasukan Lemanouski menemukan tempat-tempat
penyiksaan di ruang bawah tanah. Tempat-tempatitu penuh dengan tawanan,
semuanya dalam keadaan telanjang, dan beberapa diantaranya gila.
Pasukan
Perancis yang sudah terbiasa dengan kekejaman dan darah, sampai-sampai
merasa muak dengan pemandangan seperti itu. Mereka lalu mengosongkan
ruang-ruang penyiksaan itu, dan selanjutnya meledakkan biara tersebut. [2]
Henry Charles Lea,seorang sejarawan Amerika, menulis kejahatan Inquisisi di Spanyol dalam empat volume bukunya: A History of theInquisition of Spain,
(New York: AMS Press Inc., 1988). Dalam bukunya ini, Lea membantah
bahwa Gereja tidak dapat dipersalahkan dalam kasus Inquisisi,
sebagaimana misalnya dikatakan oleh seorang tokoh Kristen, Father Gam,
yang menyatakan: "The inquisition is an institution for which the Church has no responsibility."
(Inquisisi adalahsatu institusi dimana Gereja tidak memiliki tanggung
jawab untuk itu). Ini adalah salah satu bentuk apologi di kalangan
pemimpin Kristen Katolik Roma.
Lea menunjuk bukti sebagai
contoh bahwa dalam kasus bentuk hukuman terhadap korban inquisisi,
otoritas gereja mengabaikan pendapat bahwa menghukum kaum "heretics"
(kaum yang dicap menyimpang dari doktrin resmi gereja) dengan membakar
hidup-hidup adalah bertentangan dengan semangat Kristus.Tapi, sikap
gereja ketika itu menyatakan, bahwa membakar hidup-hidup kaum heretics
adalah suatu tindakan yang mulia.
Ada Film bagus yang mengkisahkan Inkuisisi di Spanyol, diambil dari catatan seorang pelukis Francisco Goya (March 30, 1746 – April 16, 1828)
yang ingin menyelamatkan seorang gadis model lukisannya dari jeratan
pengadilan/hukuman inkuisisi. Upaya ini tak berhasil karena wewenang
mutlak yang diberikan Kerajaan Spanyol bagi 'Gereja'. Tuduhannya sepele
saja karena didasarkan si gadis tidak memakan babi maka divonis gadis
itu adalah pengikut Yudaisme, dalam penjara inkuisisi ia disiksa dengan
kejam, mendapat perlakuan tak senonoh dari seorang rohaniawan sampai
melahirkan anak, suatu hal yang ironis dimana Gereja menghalau segala
macam "dosa" bidat/heresy tetapi mereka juga melakukan perbuatan asusila
kepada pesakitannya.
Film ini disutradarai oleh Milos Forman dan diproduseri oleh Saul Zaentz,
2 nama ini jaminan film-film berbobot, mereka menyajikan kisah pilu ini
dengan baik sekali. Mungkin saja film ini akan membuat marah beberapa
pihak, namun harus diakui bahwa memang sejarah mencatat, pernah ada
kekejaman di kalangan Gereja. Ini terjadi ketika Gereja mendapat
wewenang mutlak dan hak membunuh dan menyiksa atas orang-orang yang
dianggap bidat dan diduga melawan doktrin-doktrin Gereja, akhirnya
Gereja itu sendiri yang melakukan "penganiayaan" dan justru menjadi
miskin kasih, suatu hal yang bertolak belakang dengan ajaran Kristus
yang penuh kasih.
Review Film ini, dapat Anda baca di http://portal.sarapanpagi.org/sosial-po ... agama.html
-----
[1], Peter deRosa, Vicars of Christ: The Dark Side of the Papacy, (London: Bantam Press, 1991), hal. 246-247.
[2], Peter de Rosa, Vicars of Christ: The Dark Side of the Papacy, hal. 239.
(Robert
Held, dalam bukunya, "Inquisition", memuat foto-foto dan
lukisan-lukisan yang sangat mengerikan tentang kejahatan Inquisisi yang
dilakukan tokoh-tokoh Gereja ketika itu. Dia paparkan lebih dari 50
jenis dan model alat-alat siksaan yang sangat brutal, seperti
pembakaran hidup-hidup, pencungkilan mata, gergaji pembelah tubuh
manusia, pemotongan lidah, alat penghancur kepala, pengebor vagina, dan
berbagai alat dan model siksaan lain yang sangat brutal. Ironisnya
lagi, sekitar 85 persen korban penyiksaandan pembunuhan adalah wanita.
Antara tahun 1450-1800, diperkirakan antara dua-empat juta wanita
dibakar hidup-hidup di dataran Katolik maupun Protestan Eropa.)
Disalin dari :
John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001.
Online Version : http://www.ccel.org/f/foxe/martyrs/home.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar