AWAL PENGANIAYAAN TERHADAP GEREJA (54-304 M)
Penganiayaan Pertama, di Bawah Kaisar Nero (54-68 M)
Nero adalah kaisar keenam Roma. Ia memerintah selama 15 tahun. Ia
adalah sebuah paradoks - seorang yang sangat kreatif digabung dengan
sifat yang jahat serta kekejaman yang luar biasa. Orang banyak
mengatakan bahwa Nero memerintahkan agar Roma dibakar kemudian menyalahkannya pada orang-orang Kristen untuk
mengalihkan kemarahan penduduk Roma dari dirinya sendiri. Orang lain
mengatakan bahwa ia tidak berada di Roma ketika kota itu terbakar. Yang
mana yang benar, faktanya orang-orang Kristen disalahkan atas kebakaran
yang terjadi selama sembilan hari dan selama itu perburuan atas
orang-orang Kristen mulai meningkat serta menjadi penganiayaan yang
mengerikan yang berlangsung selama sisa pemerintahan Nero.
Tindakan bar-bar terhadap orang Kristen menjadi lebih buruk daripada
yang telah mereka alami sebelumnya, terutama tindakan yang dilakukan
Nero. Hanya imajinasi yang diilhami Iblis saja yang bisa merancang
tindakan semacam itu. Beberapa orang Kristen dijahit dalam kulit
binatang buas dan dirobek-robek oleh anjing ganas. Baju yang dibalut
lilin dikenakan pada orang Kristen lain, dan mereka kemudian diikat di
tiang-tiang di kebun Nero lalu dinyalakan untuk dijadikan obor penerang
dalam pesta yang ia adakan.
Penganiayaan yang kejam ini menyebar diseluruh Kekaisaran Roma,
tetapi justru lebih berhasil memperkuat semangat kekristenan daripada
memadamkannya. Bersama dengan Paulus dan Petrus, beberapa dari 70 utusan
yang diangkat Yesus (Lukas 10:1) menjadi martir juga. Di antara mereka
adalah Erastus, bendahara di Korintus (Roma 16:23); Aristarkhus dari
Makedonia (Kisah Para Rasul 19:29); Trofimus dari Efesus (Kisah Para
RasuI21:29); Barsabas, yang disebut juga Yustus (Kisah Para Rasul 1
:23); dan Ananias, Uskup Damaskus, yang diutus Tuhan kepada Saulus
(Kisah Para RasuI9:10).
Penganiayaan Kedua, di Bawah Pemerintahan Domitian (81-96 M)
Domitian adalah orang yang kejam, yang membunuh saudaranya sendiri
dan melakukan penganiayaan kedua terhadap orang-orang Kristen. Dalam
kebenciannya, Domitian mengeluarkan perintah "Bahwa tidak ada orang
Kristen, yang pernah dibawa ke depan pengadilan, yang boleh dibebaskan
dari hukuman tanpa menyangkal agamanya."
Berbagai kebohongan dibuat selama masa ini untuk mencelakakan orang
Kristen, beberapa darinya begitu kasar sehingga hanya kebencian tanpa
pemikiran yang bisa mempercayainya, contohnya orang-orang dianggap
bertanggungjawab atas setiap bencana kelaparan, wabah penyakit, atau
gempa bumi yang terjadi di satu di antara bagian kekaisaran Romawi. Uang
ditawarkan kepada orang-orang yang mau bersaksi melawan orang-orang
Kristen serta banyak orang yang tak bersalah dibantai demi keuntungan
finansial. Ketika orang-orang Kristen dibawa ke depan sidang Domitian,
mereka diberi tahu bahwa jika mereka mengucapkan sumpah setia kepadanya,
mereka akan dibebaskan. Orang-orang yang menolak untuk mengucapkan
sumpah akan dibunuh.
Martir selama zaman ini yang sangat kita kenal adalah Timotius, yang
merupakan murid Rasul Paulus yang terkenal serta penilik gereja di Efesus
sampai tahun 97 M. Pada tahun itu, orang-orang kafir di Efesus sedang
merayakan upacara yang disebut "Catagogion." Ketika Timotius melihat
upacara kafir itu, ia menghalangi jalan mereka serta dengan tegas
menegur mereka atas penyembahan berhala yang mereka lakukan.
Keberaniannya yang kudus membuat marah orang-orang kafir itu, akibatnya
mereka menyerangnya dengan pentung dan memukulinya dengan kejam sehingga
ia mati karena luka-lukanya dua hari kemudian.
Penganiayaan Ketiga, di Bawah Kaisar Trajan (98-117 M)
Dalam penganiayaan yang ketiga, Pliny, yang dikenal sebagai "si kecil," seorang konsul dan penulis Romawi, merasa kasihan terhadap orang-orang Kristen yang dianiaya lalu menulis surat kepada Trajan, agar meyakinkannya bahwa ada ribuan orang Kristen yang telah dibantai setiap hari yang tidak melakukan apa pun yang bertentangan dengan hukum Romawi. Dalam surat itu, ia berkata:
Seluruh catatan yang mereka berikan
tentang kejahatan atau kesalahan mereka (yang mana pun sebutan yang
dipilih) bisa diringkas menjadi satu: yaitu, bahwa mereka biasa
berkumpul pada hari tertentu sebelum matahari terbit dan bersama-sama
mengulang satu di antara bentuk doa tertentu kepada Kristus sebagai
Allah serta untuk mengikatkan diri mereka sendiri pada satu kewajiban,
bukan untuk melakukan kejahatan; sebaliknya, agar tidak pernah melakukan
pencurian, perampokan, atau perzinaan, tidak pernah berdusta dalam
kata-kara mereka, tidak pernah menipu orang lain: setelah itu ada
kebiasaan mereka untuk berpisah dan berkumpul kembali untuk ambil
bagian dalam komuni makan makanan yang tidak berbahaya.
Seberapa besar dampak surat Pliny untuk mengurangi penganiayaan itu, jika ada, tidak dicatat.
Selama penganiayaan ini, pada tahun 110 M, Ignatius (lihat gambar
8), yang adalah penilik gereja di Antiokhia, ibukota Syria, tempat
murid-murid pertama disebut orang Kristen (Kisah Para Rasul ll:26)
dikirim ke Roma karena ia mengaku mempercayai dan mengajarkan Kristus.
Dikatakan bahwa ketika ia berjalan melewati Asia, sekalipun dijaga oleh
para prajurit, ia menyampaikan firman Allah di setiap kota yang mereka
lalui, dan mendorong serta meneguhkan gereja-gereja. Ketika berada di
Smirna, ia menulis kepada gereja di Roma dan mengimbau kepada mereka
untuk tidak berusaha melepaskannya dari kemartiran karena mereka akan
menghilangkan hal yang sangat ia rindukan dan harapkan. Ia menulis:
Sekarang saya mulai menjadi murid.
Saya tidak memedulikan hal-hal yang kelihatan atau tak kelihatan supaya
saya bisa memenangkan Kristus. Biarlah api dan salib, biarlah kumpulan
binatang buas, biarlah retaknya tulang, dan tercabiknya kaki tangan,
biarlah kertakan seluruh tubuh, dan semua kebencian si Jahat, turun ke
atas saya; hanya jika itu terjadi, saya bisa memenangkan Kristus Yesus.
Bahkan ketika ia dijatuhi hukuman dengan dijadikan mangsa singa,
bahkan bisa mendengar auman mereka, ia begitu dipenuhi dengan keinginan
untuk menderita bagi Kristus (lihat Kisah Para Rasul 5:41) sehingga ia
berkata, ''Aku adalah gandum Kristus: aku akan diremukkan oleh gigi-gigi
binatang-binatang buas supaya aku didapati sebagai roti yang murni."
Kaisar Adrian
Trajan digantikan oleh Adrian, yang melanjutkan penganiayaan
ketiga dengan kekejaman yang lebih besar daripada pendahulunya. Sekitar
10 ribu orang Kristen menjadi martir selama pemerintahannya. Banyak diantara mereka yang dimahkotai duri, disalibkan, dan lambungnya ditusuk
tombak dalam peniruan kematian Kristus yang kejam.
Eustachius, komandan Romawi
yang sukses dan pernberani, diperintahkan untuk bergabung dengan upacara
penyembahan berhala untuk merayakan kemenangannya, tetapi imannya yang
dalam kepada Kristus jauh lebih besar daripada kesia-siaan tindakan itu
sehingga ia menolak. Karena marah, Adrian melupakan pengabdian
Eustachius yang mulia kepada Romawi dan memerintahkannya serta seluruh
ke1uarganya dibunuh sebagai martir.
Dua bersaudara, Fausines dan Jovita,
menanggung siksaan dengan kesabaran yang luar biasa sehingga seorang
kafir bernama Calocerius begitu terpukau dan kagum sehingga ia berseru
dengan kegembiraan yang luar bias a, "Agunglah Allah orang-orang
Kristen!" Oleh karena tindakannya itu, ia segera ditangkap dan disiksa
dengan siksaan yang sarna.
Penganiayaan yang tanpa belas kasihan terhadap orang-orang Kristen
terus berlanjut sampai Quadratus, yang adalah penilik Atena, melakukan
pembelaan ilmiah demi mereka di depan Kaisar, yang berada di Atena
untuk melakukan kunjungan. Pada saat yang sama, Aristides, seorang
filosof di kota itu, menulis surat kiriman yang elegan kepada Kaisar,
juga demi membela orang-orang Kristen. Hal itu secara bersama-sama
membuat Adrian menjadi lebih lunak dan mengendurkan penganiayaannya.
Adrian meninggal pada 138 M, dan digantikan oleh Antoninus Pius.
Kaisar Pius adalah seorang di antara penguasa yang paling ramah yang
pernah memerintah dan menghentikan semua penganiayaan terhadap
orang-orang Kristen.
Penganiayaan Keempat, di Bawah Kaisar Marcus Aurelius Antoninus (162-180 M)
Marcus Aurelius seorang filosof dan menulis Meditations, karya klasik stoikisme, yang bersikap acuh tak acuh terhadap kesenangan atau penderitaan. Ia juga kejam dan tidak berbelas kasihan terhadap orang-orang Kristen, dan bertanggung jawab atas penganiayaan keempat kepada mereka
Kekejaman terhadap orang-orang Kristen dalam penganiayaan ini begitu
tidak manusiawi sehingga banyak orang yang menyaksikannya merasa muak
dengan kekejaman itu dan merasa takjub melihat keberanian orang yang
mengalami siksaan itu. Beberapa martir, kakinya dihancurkan dengan alat
penjepit dan kemudian dipaksa berjalan di atas duri, paku, kerang yang
tajam, dan benda-benda tajam lainnya. Orang lainnya dicambuk sampai otot
dan pembuluh darah mereka pecah. Kemudian setelah mengalami penderitaan
melalui siksaan yang paling mengerikan yang bisa dipikirkan, mereka
dibunuh dengan cara yang mengerikan. Namun, hanya sedikit yang berpaling
dari Kristus atau memohon kepada para penyiksa mereka untuk
meringankan penderitaan mereka.
Ketika Germanicus, seorang
Kristen sejati yang masih muda diserahkan kepada singa yang buas karena
kesaksian imannya, ia bersikap begitu penuh keberanian sehingga
beberapa orang kafir bertobat pada iman yang memunculkan keberanian
semacam itu.
Polikarpus, seorang murid
Rasul Yohanes dan penilik gereja di Smirna. Ia mendengar bahwa para
prajurit mencarinya lalu berusaha melarikan diri, tetapi ia ditemukan
oleh seorang anak. Setelah memberi makan para penjaga yang menangkapnya,
ia meminta waktu satu jam untuk berdoa dan permintaannya dikabulkan
mereka. Ia berdoa dengan begitu tekun sehingga para penjaga itu meminta
maaf kepadanya karena mereka ditugaskan untuk menangkapnya. Namun, ia
akhirnya dibawa ke depan gubernur dan dihukum bakar di tengah pasar.
Setelah putusan hukumannya ditentukan, gubernur berkata kepadanya, "Celalah Kristus dan aku akan melepaskan kamu."
Polikarpus menjawab, "De1apan puluh enam tahun aku telah me1ayani
Dia; Ia tidak pernah berbuat salah kepadaku. Bagaimana mungkin aku
mengkhianati Rajaku yang telah menyelamatkan aku?"
Di tengah pasar, ia diikat di tonggak dan tidak dipaku seperti
kebiasaan pada saat itu karena ia menjamin mereka bahwa ia akan berdiri
tanpa bergerak dalam nyala api dan tidak akan melawan mereka. Pada saat
kayu-kayu kering yang diletakkan di sekitarnya dinyalakan, nyala api itu
berkobar dan menyelubungi tubuhnya tanpa membakarnya. Maka pelaksana
hukuman diperintahkan untuk menusuknya dengan pedang. Ketika ia
me1akukannya, darah yang sangat banyak menyembur keluar dan memadamkan
api itu. Meskipun terman-teman Kristennya memohon agar tubuhnya
diberikan kepada mereka supaya mereka dapat menguburkannya, musuh-musuh
Injil bersikeras agar tubuhnya dibakar dengan api, dan itu dilaksanakan.
Felicitatis, seorang wanita
kaya dari ke1uarga Romawi yang terkenal, seorang Kristen yang saleh dan
setia. Ia memiliki tujuh anak yang juga adalah orang Kristen yang setia.
Mereka semua menjadi martir.
Januarius, anaknya yang tertua, dicambuk, dan ditekan dengan beban yang berat sampai mati. Felix dan Philip,
dua anak berikutnya, otaknya terlempar ke1uar ketika dipukul dengan
pentung. Silvanus, anak keempat, dilemparkan dari tebing yang curam.
Ketiga anak yang paling muda, Alexander, Vitalis, dan Martial, dipancung dengan pedang. Felicitatis kemudian dipancung dengan pedang yang sama.
Justinus, teolog Yunani yang mendirikan sekolah filsafat Kristen di Roma dan menulis Apology dan the Dialogue,juga
menjadi martir selama masa penganiayaan ini. Ia adalah penduduk asli
Neapolis, di Samaria, dan adalah pecinta kebenaran serta ilmuwan
universal. Setelah pertobatannya pada kekristenan ketika berusia 30
tahun, ia menulis surat kiriman yang indah kepada orang-orang kafir dan
menggunakan talentanya untuk meyakinkan orang-orang Yahudi terhadap
kebenaran iman Kristen.
Ketika orang-orang kafir mulai memperlakukan orang-orang Kristen
dengan sangat kejam, Justinus menulis pembelaan untuk membela mereka
sehingga mendorong Kaisar untuk mengeluarkan keputusan untuk membela
orang-orang Kristen.
Segera setelah itu, ia sering melakukan perdebatan dengan Crescens,
seorang filosof sinis yang terkenal. Argumen Justinus mengungguli
Crescens dan itu mengganggunya sehingga ia berusaha menghancurkan
Justinus. Pembelaan kedua yang ditulis Justinus untuk orang-orang
Kristen memberikan kesempatan yang dibutuhkan Crescens dan ia meyakinkan
Kaisar bahwa Justinus berbahaya baginya. Akibatnya ia dan keenam pengikutnya
ditangkap lalu diperintahkan untuk memberikan persembahan kepada
berhala kafir. Ketika mereka menolak, mereka dicambuk kemudian
dipancung.
Segera setelah itu, penganiayaan mereda untuk sementara karena
terjadinya pelepasan yang ajaib atas pasukan Kaisar dari kekalahan
tertentu di peperangan di wilayah utara melalui doa-doa pasukan
tentaranya yang semuanya adalah Kristen. Namun, penganiayaan dimulai
lagi di Prancis dan siksaannya jauh melebihi kemampuan penggambaran
melalui kata-kata.
Sanctus, diaken dari Vienna,
bagian tubuhnya yang paling lunak ditempeli plat tembaga panas menyala
dan dibiarkan di sana sampai seluruh tulangnya terbakar.
Blandina seorang wanita
Kristen yang postur tubuhnya lemah sehingga ia dipandang tidak akan
mampu menjalani siksaan, tetapi ketabahannya sangat luar biasa sehingga
penyiksanya menjadi kecapaian dengan pekerjaan mereka yang jahat. Ia
kemudian dibawa ke amphitheater dengan tiga orang lainnya lalu digantung
pada sepotong kayu yang ditancapkan di tanah dan dibiarkan menjadi
makanan singa yang buas. Sementara mengalami penderitaannya, ia berdoa
dengan tekun untuk teman-temannya dan menguatkan mereka. Namun, tidak
satu pun dari singa-singa itu yang menyentuhnya, jadi ia dimasukkan ke
dalam penjara lagi - itu terjadi dua kali. Kali terakhir ia dibawa
keluar, ia ditemani oleh seorang remaja berusia 15 tahun Ponticus.
Ketabahan iman mereka membuat marah orang banyak itu sehingga sekalipun
ia seorang wanita dan temannya yang masih muda, tidak dipandang sama sekali; dan
mereka diserahkan pada hukuman dan siksaan yang paling kejam. Blandina
dicabik-cabik oleh singa itu, dicambuk dan dimasukkan dalam jaring lalu
diseruduk ke sana kemari oleh seekor banteng liar kemudian diletakkan di
kursi logam yang membara merah menyala dalam keadaan telanjang. Ketika ia bisa
berbicara, ia menasihati semua orang yang berada di dekatnya untuk
berpaut kuat-kuat pada iman mereka. Ponticus bertahan sampai mati.
Ketika penyiksa Blandina tidak mampu membuatnya mencabut imannya, mereka
membunuhnya dengan pedang.
Penganiayaan Kelima, Dimulai Kaisar Lucius Septimus Severus (193-211 M)
Untuk masa yang singkat, Severus bersikap baik kepada orang-orang
Kristen karena dikatakan bahwa ia telah disembuhkan dari sakit yang
parah setelah dilayani oleh seorang Kristen, tetapi tidak lama kemudian
prasangka dan kemarahan penduduk Romawi memuncak sehingga hukum kuno
dihidupkan kembali dan digunakan untuk melawan orang-orang Kristen. Dan
sekali lagi, mereka disalahkan serta dihukum atas setiap bencana alam
yang terjadi.
Sekalipun penganiayaan berlangsung lagi, gereja dan Injil tetap
berdiri teguh, pun menyala terang melaluinya; dan Tuhan terus
menambahkan jumlah anggota tubuh-Nya di seluruh kekaisaran Romawi.
Tertullian, teolog dari Kartago yang bertobat menjadi Kristen pada
tahun 193 M, berkata bahwa jika semua orang Kristen meninggalkan
provinsi Romawi, kekaisaran itu hampir-hampir kosong.
Selama penganiayaan, Victor, Uskup Roma,
menjadi martir pada tahun 201 M. Leonidus, ayah Origen, filosof Kristen
Yunani yang terkenal atas penafsirannya terhadap Perjanjian Lama,
dipancung. Banyak pendengar Origen juga menjadi martir:
Plutarchus, Serenus, Heron, dan Herac1ides dipancung. Seorang wanita bernama Rhais dituangi aspal yang mendidih di atas kepalanya dan kemudian dibakar, seperti juga ibunya, Marcella.
Saudaranya, Potainiena, mengalami nasib yang sama seperti yang
dialaminya, tetapi selama penyiksaannya, Basilides, kepala pasukan yang
diperintahkan untuk menyaksikan eksekusinya, bertobat pada Kristus.
Tidak lama sesudahnya, ketika ia diminta untuk bersumpah pada berhala
Romawi, ia menolak karena ia sudah menjadi Kristen. Pertama-tama
orang-orang yang bersamanya tidak percaya hal yang mereka dengar, tetapi
ketika ia mengulangnya, ia diseret di depan hakim, dikutuk dan
dipancung.
Irenaeus (130-202 M), bapa
Gereja Yunani dan Uskup Lyons, dilahirkan di Yunani dan menerima
pendidikan sekuler maupun Kristen. Dipercaya bahwa ia menulis kisah
penganiayaan di Lyons. Ia dipancung pada 202 M.
Sekarang penganiayaan berkembang ke Afrika Utara, yang merupakan
satu di antara provinsi Romawi. Banyak orang menjadi martir di wilayah
itu. Berikut beberapa orang di antaranya.
Perpetua, seorang wanita yang telah menikah yang masih menyusui bayinya; Felicitas, yang pada saat itu sedang hamil, dan Revocatus
dari Kartago, seorang budak yang sedang diajar prinsip-prinsip
kekristenan. Tahanan lainnya yang menderita pada saat yang sama adalah Saturninus, Secundulus, dan Satur.
Ketiga orang terakhir ini disuruh berlari di antara dua baris laki-laki
yang dengan kejam mencambuk mereka ketika mereka lewat.
Setelah muncul di depan prokonsul Minutius dan ia ditawari kebebasan
jika ia mau mempersembahkan kurban kepada berhala, bayi Perpetua yang
masih menyusu dirampas darinya dan ia dilemparkan ke dalam penjara. Saat
menjelaskan iman dan kehidupannya kepada ayahnya di penjara, ia memberi
tahu ayahnya, "Lubang penjara ini bagi saya adalah istana." Belakangan
ia dan tahanan lainnya muncul di depan hakim Hilarianus, yang juga
menawarkan untuk membebaskannya jika ia mau mempersembahkan kurban.
Ayahnya berada di sana dengan bayinya dan memohon kepadanya untuk
melakukan pengurbanan. la menjawab, "Saya tidak akan memberikan
kurban."
"Apakah kamu seorang Kristen?" tanya Hilarianus.
"Saya seorang Kristen," Perpetua menjawab.
Semua orang Kristen yang bersamanya berdiri teguh bagi Kristus dan
mereka diperintahkan untuk dibunuh binatang buas untuk memberi hiburan
bagi orang banyak pada hari libur kafir berikutnya. Laki-laki
dicabik-cabik oleh singa-singa dan macan tutul serta orang perempuan
diserang oleh sapi jantan.
Pada hari pelaksanaan hukuman, Perpetua dan Felicitas pertama-tama
ditelanjangi lalu digantung di jala-jala, tetapi kemudian dilepaskan dan
diberi pakaian lagi karena orang banyak keberatan. Ketika kembali ke
arena, Perpetua diseruduk ke sana kemari oleh sapi gila dan hampir jatuh
pingsan, tetapi tidak terluka parah; namun Felicitas terluka parah
terkena tanduk-tanduk sapi itu. Perpetua bergegas lari ke sisinya dan
memegangnya sementara mereka menunggu sapi jantan itu menyerang mereka
lagi, tetapi sapi itu menolak untuk melakukannya dan mereka diseret
keluar dari arena. Hal ini membuat orang banyak kecewa.
Setelah sesaat, mereka dimasukkan ke arena lagi dan dibunuh oleh
gladiator. Felicitas terbunuh dengan cepat, tetapi gladiator muda dan
belum berpengalaman yang ditugasi untuk membunuh Perpetua gemetar dengan
hebat dan hanya bisa menikamnya dengan lemah beberapa kali. Melihat
bagaimana ia gemetar, Perpetua memegang mata pedangnya lalu mengarahkan
itu pada bagian vital tubuhnya.
Nasib orang laki-1aki juga sama. Satur dan Revocatus dibunuh oleh
binatang-binatang buas. Saturninus dipancung dan Secundulus mati karena
luka-lukanya di penjara.
Penganiayaan Ke enam, di Bawah Kaisar Marcus Clodius Pupienus Maximus (164-238 M)
Maximus seorang raja lalim yang memerintahkan semua orang Kristen
diburu dan dibunuh. Begitu banyaknya orang yang dibunuh sehingga
kadang-kadang mereka mengubur mayat orang-orang itu 50 atau 60 orang
sekaligus dalam satu lubang besar.
Di antara mereka yang dibunuh adalah Pontianus, Uskup Roma, yang
diasingkan ke Sardinia karena berkhotbah menentang penyembahan berhala
dan dibunuh di sana. Penerusnya, Anteros, juga menjadi martir setelah
menduduki jabatannya selama 40 hari saja karena mengusik pemerintah
dengan mengumpulkan sejarah para martir. Senator Roma, Pammachius dan keluarganya serta 42 orang Kristen lainnya dipancung pada hari yang sama lalu kepala mereka dipertontonkan di pintu gerbang kota. Imam Kristen, Calepodius,
diseret sepanjang jalan-jalan Roma kemudian dilemparkan ke dalam Sungai
Tiber dengan digantungi batu yang diikatkan pada lehernya. Seorang
perawan muda yang cantik juga berbudi halus bernama Martina dipancung dan Hippolitus, imam Kristen diikatkan pada kuda liar lalu diseret sepanjang jalan sampai ia mati.
Maximus meninggal pada 238 M dan digantikan oleh Gordian, yang
kemudian digantikan oleh Philip. Selama kedua orang itu memerintah,
gereja terbebas dari penganiayaan selama selang masa 6-10 tahun. Namun,
pada tahun 249 M penganiayaan yang hebat di Alexandria dikobarkan lagi
oleh imam kafir tanpa sepengetahuan Kaisar. Se1ama penganiayaan itu,
penatua Kristen, Metrus, dipukuli
dengan pentung, ditusuk dengan jarum, dan dirajam dengan batu sampai
mati karena menolak untuk menyembah berhala. Seorang perempuan Kristen, Quinta,
dicambuki, kemudian diseret di atas batu-batu api dalam keadaan berdiri
lalu dirajam dengan batu sampai mati. Seorang perempuan berusia 70
tahun, Appolonia, yang mengaku
bahwa ia adalah orang Kristen, diikat pada tiang dan dibakar. Setelah
api disiapkan, ia memohon untuk dibebaskan. Orang banyak menyangka bahwa
ia akan menyangkal Kristus. Namun, mereka terkejut ketika ia
melemparkan dirinya sendiri ke dalam nyala api dan mati.
Penganiayaan Ketujuh, di Bawah Kaisar Decius (249-251 M)
Penganiayaan ini dimulai oleh Decius karena kebenciannya kepada
pendahulunya Philip, yang dipercaya adalah seorang Kristen, dan oleh
kemarahannya karena kekristenan berkembang dengan sangat cepat dan
dewa-dewa kafir mulai ditinggalkan. Oleh karena itu ia memutuskan untuk
menyingkirkan agama Kristen beserta semua pengikutnya. Penduduk Roma
yang kafir sangat antusias untuk mendukung keputusan Decius dan
memandang bahwa pembunuhan orang-orang Kristen akan bermanfaat bagi
kekaisaran. Selama penganiayaan ini, jumlah para martir begitu banyak
sehingga tidak bisa dicatat oleh seorang pun juga. Di bawah ini ada
beberapa nama mereka.
St. Chrysostomus, bapa gereja Konstantinope1 pada tahun 398, menulis bahwa Julian,
seorang Sisilia, ditangkap karena menjadi orang Kristen, dimasukkan ke
dalam tas kulit dengan beberapa ekor ular dan kalajengking kemudian
dilemparkan ke dalam laut.
Seorang laki-laki muda, Peter,
yang terkenal karena memiliki kualitas mental dan tubuh yang kuat,
menolak untuk mempersembahkan kurban bagi Dewi Venus ketika ia disuruh
melakukannya. Dalam pembelaannya, ia berkata, "Saya heran bahwa kamu
mempersembahkan kurban kepada perempuan yang terkenal jahat, yang
penyelewengannya dicatat dalam tulisan-tulisanmu sendiri dan yang
kehidupannya dipenuhi dengan tindakan yang menyimpang, yang seharusnya
dihukum oleh undang-undangmu. Tidak, saya akan mempersembahkan kurban
puji-pujian dan doa yang berkenan kepada Allah." Ketika gubernur Asia,
Optimus, mendengar hal ini, ia memerintahkan agar Peter ditarik di atas
roda sampai semua tulangnya patah kemudian dipancung.
Seorang Kristen yang lemah, Nichomachus,
dibawa ke hadapan Optimus dan disuruh memberikan kurban kepada berhala
kafir. Nichomachus menjawab, "Saya tidak bisa memberikan penghormatan
yang seharusnya hanya saya berikan kepada Yang Maha Tinggi, kepada
roh-roh jahat." Ia segera diletakkan di tempat penyiksaan dan setelah
menderita siksaan sesaat, ia menyangkal imannya kepada Kristus. Segera
setelah ia dilepaskan dari tempat penyiksaan, ia dikuasai kesakitan yang
hebat, jatuh ke tanah, dan mati.
Ketika melihat hal yang tampaknya merupakan penghukuman yang mengerikan, Denisa,
seorang gadis berusia 16 tahun yang berada di antara para penonton
berseru, "Oh, orang berdoa yang malang, mengapa kamu membeli kelegaan
yang hanya sesaat dengan kekekalan yang menyedihkan!" Ketika
Optimus mendengar ini, ia memanggilnya datang kepadanya. Dan ketika
Denisa mengaku bahwa ia seorang Kristen, Optimus memerintahkan ia
dipancung.
Andrew dan Paul, dua orang
Kristen yang menjadi teman Nichomachus, berpegang erat pada Kristus dan
dirajam dengan batu sampai mati ketika mereka berseru kepada Penebus
mereka yang diberkati.
Di Alexandria, Alexander dan Epimachus
ditangkap karena mereka adalah orang Kristen. Ketika mereka mengaku
bahwa mereka benar orang Kristen, mereka dipukuli dengan tongkat yang
tebal, dicabik dengan pengait kemudian dibakar sampai mati. Pada hari
yang sama, empat martir perempuan dipancung kepalanya; nama mereka tidak
dikenal.
Di Nice, Trypho dan Respisius,
laki-laki yang terkenal, orang Kristen, ditangkap, dan disiksa. Kaki
mereka dipaku, mereka dicambuki dan diseret sepanjang jalan, dicabik
dengan pengait dari besi, dibakar dengan obor kemudian dipancung.
Quintain, gubernur Sicily, bernafsu terhadap seorang perempuan dari Silisia, Agatha,
yang terkenal karena kesalehannya maupun kecantikannya yang luar biasa.
Ketika ia menolak semua rayuan Quintain, sang gubernur menyerahkan ia
ke tangan perempuan yang jahat, Aphrodica, yang menjalankan tempat
pelacuran. Namun, perempuan yang jahat ini tidak bisa menjadikan Agatha
seorang pelacur supaya Quintain bisa memuaskan nafsunya dengannya.
Ketika mendengar ini, nafsu Quintain berubah menjadi kemarahan dan ia
memanggil Agatha ke hadapannya lalu menanyainya. Ketika ia mengaku bahwa
ia adalah orang Kristen, Quintain memerintahkan agar ia dicambuki,
dicabik dengan kaitan yang tajam lalu dibaringkan telanjang di atas
kayu arang yang menyala yang dicampur dengan pecahan kaca. Agatha
menanggung siksaan ini dengan keberanian yang luar biasa dan
dikembalikan lagi ke penjara tempat ia meninggal karena luka -lukanya
pada tanggal 5 Februari 251.
Lucius, gubernur Kreta, memerintahkan Cyril,
penilik gereja di Gortyna yang berusia 84 tahun, agar ditangkap karena
menolak untuk menaati keputusan Kaisar untuk melakukan pengurbanan
kepada berhala. Ketika Cyril muncul ke hadapannya, Lucius menasihatinya
untuk melakukan pengurbanan dan dengan begitu menyelamatkan dirinya
sendiri dari kematian yang mengerikan. Orang yang saleh itu menjawab
bahwa ia telah lama mengajar orang-orang lain jalan untuk mengalami
hidup kekal dalam Kristus dan sekarang ia harus berdiri teguh demi
jiwanya sendiri. Ia tidak menunjukkan rasa takut ketika Lucius
memutuskan ia untuk dibakar di tiang dan menderita di tengah kuburan api
dengan sukacita dan keberanian yang luar biasa.
Pada tahun 251 M, Kaisar Decius mendirikan kuil kafir di Efesus dan
memerintahkan kepada semua orang di kota itu untuk memberikan kurban
kepada berhala-berhala. Tujuh prajuritnya yang adalah orang Kristen
menolak untuk melakukannya dan dimasukkan ke dalam penjara. Mereka
adalah: Konstantinus, Dionysius, Joannes, Malchus, Martianus, Maximianus, dan Seraion.
Decius mencoba memalingkan mereka dari iman mereka dengan menunjukkan
kemurahan hati lalu memberi kesempatan kepada mereka sampai ia kembali
dari ekspedisi untuk mengubah pikiran mereka. Selama kepergiannya
ketujuh orang itu melarikan diri dan menyembunyikan diri di gua di
bukit-bukit yang dekat dari situ. Namun, ketika Decius pulang, tempat
persembunyian mereka ditemukan dan ia memerintahkan agar gua itu
dimeteraikan sehingga mereka mati karena kehausan dan kelaparan.
Pada masa penganiayaan di bawah Decius itulah Origen yang berusia 64 tahun, filosof Kristen yang terkenal, yang ayahnya, Leonidus,
menjadi martir selama penganiayaan kelima, ditangkap, dan dilemparkan
ke dalam penjara yang buruk di Alexandria. Kakinya diikat dengan rantai
dan dimasukkan ke dalam pasungan lalu kakinya direntangkan sejauh
mungkin. Ia terus-menerus diancam dengan hukuman bakar dan disiksa
dengan segala alat yang membuatnya tetap hidup dalam keadaan sekarat
untuk beberapa saat sebelum mati.
Untungnya, pada waktu itu Decius mati dan penerusnya Gallus segera
terlibat perang untuk memukul mundur penyerbuan Goth, pasukan Jerman
dari utara. Hal ini untuk sementara menghentikan penganiayaan terhadap
orang-orang Kristen dan Origen mendapatkan kebebasannya lalu pergi ke
Tirus, serta tinggal di sana sampai ia mati lima tahun sesudahnya pada
tahun 254 M.
Penganiayaan Kedelapan, di Bawah Kaisar Valerian (253-260 M)
Penganiayaan ini dimulai pada bulan keempat pada tahun 257 M dan
berlangsung selama tiga setengah tahun. Jumlah martir dan tingkat
penyiksaannya sama seperti penganiayaan sebelumnya. Kita tidak dapat
menceritakan semua kisah mereka, jadi kita memilih beberapa orang untuk
mewakili yang lainnya.
Rufina dan Secunda, anak-anak
perempuan yang cantik dan berpendidikan tinggi dari seorang yang
terkenal di Roma, bertunangan dengan dua orang laki-laki yang kaya,
Armentarius dan Verinus. Keempat orang itu semuanya mengaku Kristen. Namun, ketika penganiayaan dimulai dan kedua laki-laki muda itu menyadari
bahaya bahwa mereka akan kehilangan uang mereka, mereka menyangkal iman
mereka, dan berusaha membujuk perempuan-perempuan muda itu untuk
melakukan hal yang sama. Oleh karena mereka tidak mau, laki-laki itu
memberikan informasi yang menentang mereka, dan mereka ditangkap karena
menjadi orang Kristen dan dibawa ke depan gubernur Roma, Junius Donatus,
dan dijatuhi hukuman dengan cara dipancung. Penilik gereja di Roma, Stephen, juga dipancung.
Pada waktu yang sama, di Toulouse, yang merupakan bagian dari Gaul Romawi, Saturninus,
penilik gereja yang saleh, menolak untuk mempersembahkan kurban kepada
berhala di kuil mereka ketika ia diperintahkan untuk melakukannya. la
dibawa ke puncak tangga kuil dan diikat kakinya pada ekor sapi jantan
yang buas. Binatang itu kemudian didorong ke bawah dari tangga kuil itu
dengan menyeret Saturninus di belakangnya. Pada saat mereka sampai di
tangga dasar, kepala orang yang saleh itu terbelah lalu ia mati.
Di Roma, Sixtus menggantikan
Stephen sebagai penilik gereja, tetapi masa jabatannya hanya singkat.
Pada tahun 258 M, setahun setelah Stephen menjadi martir, Marcianus,
gubernur Roma, mendapatkan perintah dari Kaisar Valerian yang memberi
wewenang kepadanya untuk membunuh semua imam di Roma. Sixtus lalu keenam diakennya segera dibunuh.
Di gereja di Roma juga ada seorang laki-laki saleh bernama Lawrence,
yang adalah pe1ayan Injil, dan bertanggung jawab untuk membagikan
barang-barang gereja (lihat Kisah Para Rasul 6:3). Marcianus dengan
tamak menuntut agar Lawrence memberi tahu tempat kekayaan gereja
disembunyikan. Ia berpikir bahwa ia bisa merampas barang-barang itu
untuk dirinya sendiri. Lawrence meminta waktu tiga hari untuk
mengumpulkan kekayaan itu lalu menyerahkannya kepada gubernur.
Ketika hari ketiga tiba, Marcianus menuntut agar Lawrence menepati
janjinya. Lawrence merentangkan tangannya pada beberapa orang Kristen
yang miskin yang telah ia kumpulkan di tempat itu bersamanya lalu
berkata, "lnilah kekayaan gereja yang paling berharga. Mereka adalah
harta benda tempat iman kepada Kristus memerintah, tempat Kristus
memiliki tempat kediamanNya. Perhiasan apakah yang dimiliki gereja yang
lebih berharga daripada orang-orang tempat Kristus berjanji untuk
mendiaminya?"
Ketika mendengarnya, Marcianus sangat marah dan menjadi setengah
gila karena pengaruh lblis. la berteriak dalam kemarahannya: "Nyalakan
api, jangan sisakan kayunya! Penjahat ini telah berusaha menipu Kaisar.
Singkirkan ia, singkirkan ia! Cambuk ia dengan cemeti, sentak ia dengan
kaitan, pukul ia dengan kepalan tangan, pukul ia dengan pentung. Apakah
pengkhianat bergurau dengan Kaisar? Jepit ia dengan tang yang kuat,
tempelkan batang logam yang menyala ke tubuhnya. Keluarkan rantai yang
paling kuat, garpu api, dan tempat tidur berparut. Taruh tempat tidur
itu dalam api; dan ketika sudah menyala merah, ikat tangan dan kaki
pengkhianat itu, lalu panggang ia, bakar ia, ayunkan ia, bolak-balik ia.
Siksa ia dengan cara apa pun yang bisa kamu pikirkan atau kamu sendiri
akan disiksa."
Sebelum ia selesai berteriak-teriak, siksaan itu segera dimulai.
Setelah mengalami banyak siksaan yang kejam, hamba Kristus yang rendah
hati itu mulai dibaringkan di tempat tidur yang menyala. Namun, karena
pemeliharaan Allah, tempat tidur itu terasa seperti bulu-bulu yang
lembut dan Lawrence yang saleh terbaring di sana lalu mati seolah-olah
sedang beristirahat dengan pulas.
Di Afrika, penganiayaan yang sangat hebat mulai berkobar. Ribuan
orang menjadi martir bagi Kristus. Sekali lagi, kita hanya bisa
mengisahkan beberapa cerita saja dari mereka.
Di Utica, tepat di barat daya Kartago, gubernur provinsi memerintahkan agar 300 orang Kristen
ditempatkan di sekeliling pinggiran lubang pembakaran kapur yang sedang
menyala. Sepanci batu arang dan dupa untuk menyembah berhala disiapkan
lalu orang-orang Kristen diberi tahu bahwa mereka harus memilih:
memberikan persembahan kepada dewa Jupiter atau dilemparkan ke dalam
lubang. Semua menolak kemudian bersama-sama melompat ke dalam lubang
yang membuat napas mereka tercekik, terbakar dalam asap, dan nyala api
yang mengerikan.
Tidak jauh dari sana, tiga orang perawan Kristen, Maxima, Donatilla, dan Secunda,
dijatuhi hukuman karena menolak untuk menyangkal Kristus. Mereka diberi
empedu dan cuka untuk diminum, mungkin untuk meringankan penderitaan
mereka, atau untuk meniru Yesus (lihat Matius 27:34). Mereka kemudian
dicambuk dengan kejam dan luka-lukanya digosok dengan jeruk limau.
Setelah itu mereka digantung dan disiksa di gantungan lalu dihanguskan
dengan batang logam menyala, dicabik-cabik oleh binatang buas dan
akhirnya dipenggal kepalanya.
Di Spanyol, Fructuosus, penilik gereja di Tarragona dan dua diakennya, Augurius dan Eulogius, dijadikan martir dalam kobaran api.
Di Palestina, Alexander, Malchus, Priscus, dan seorang perempuan yang tidak diketahui namanya
dihukum dengan cara diumpankan kepada singa-singa setelah dinyatakan di depan umum bahwa mereka adalah orang Kristen. Hukuman mereka
dilaksanakan segera.
Pada tahun 260 M, anak Valerian, Gallienus, menggantikannya. Selama
pemerintahan Gallienus gereja terbebas dari penganiayaan secara umum
selama beberapa tahun.
Penganiayaan Kesembilan di Bawah Aurelian (Lucius Domitius Aurelianus) (270-275 M)
Ahli sejarah mengenal Aurelian sebagai Kaisar Roma yang
mengendalikan kaum barbar di seberang Sungai Rhine ke bawah pengawasan
kekaisaran dan merebut kembali Inggris, Prancis, Spanyol, Syria, dan
Mesir menjadi bagian kekaisaran. Orang-orang Kristen mengenalnya sebagai
seorang barbar lain dan penganiaya gereja Yesus Kristus.
Penilik gereja di Roma, Felix, merupakan martir pertama selama pemerintahan Aurelian. Felix dipancung di tahun 274 M.
Di Praeneste, kota yang berjarak sekitar 48 km dari Roma, seorang muda yang kaya bernama Agapetus
menjual semua yang ia miliki dan memberikan uangnya kepada orang
miskin. Akibatnya, sebagai orang Kristen ia ditangkap, disiksa, dan
dipancung.
Aurelian dibunuh oleh pegawainya sendiri dan digantikan oleh
Tacitus. Beberapa Kaisar lainnya berturut-turut memerintah: Propus,
Carns, dan anak-anaknya Carnious dan Numerian. Selama pemerintahan
mereka gereja aman.
Penganiayaan Kesepuluh, di Bawah Diocletian (284-305 M)
Penganiayaan sebelumnya hanya merupakan pendahuluan untuk
penganiayaan di bawah Diocletian - ini adalah yang terburuk dari
semuanya. Keinginannya untuk menghidupkan kembali agama kafir Roma kuno
bukan hanya menuntun pada penganiayaan orang-orang Kristen, melainkan
juga merupakan penganiayaan yang paling utama di kekaisaran Romawi.
Pada awal pemerintahannya, Diocletian bersikap lunak kepada
orang-orang Kristen. Namun, beberapa orang dibunuh sebelum penganiayaan
yang besar meledak. Di bawah ini ada beberapa contoh.
Di Roma, si kembar Marcus dan Marcellianus
dibesarkan sebagai orang Kristen oleh tutor mereka meskipun orangtua
mereka masih kafir. Kesetiaan mereka kepada Kristus membungkam argumen
orang-orang yang ingin menjadikan mereka kafir dan akhirnya berakibat
pada pertobatan seluruh keluarga mereka. Oleh karena iman mereka, tangan
mereka diikat di atas kepala mereka di tiang dan kaki mereka dipaku di
tiang. Mereka dibiarkan tetap seperti itu selama satu hari satu malam
kemudian ditusuk dengan tombak.
Oleh karena keteguhan iman mereka, Zoe,
istri kepala penjara, juga bertobat kepada Kristus. Tidak lama
sesudahnya, ia dibunuh dengan digantung di pohon dan dibakar dengan
kobaran api jerami di bawahnya. Setelah ia mati karena terbakar, banyak
batu diikatkan ke sekeliling tubuhnya dan ia dilemparkan ke dalam sungai
terdekat.
Faith, seorang perempuan
Kristen, di Aquitaine [atau Aquitania], sebuah wilayah di Prancis
selatan, diletakkan di atas batang logam menyala dan dipanggang kemudian
dipancung.
Di Roma pada 287 M, Quintin dan Lucian
diutus untuk memberitakan Injil ke daerah Gaul. Untuk beberapa saat
mereka memberitakan Injil bersama-sama di Amiens di Prancis Utara.
Kemudian Lucian pergi ke kota lain dan di sana ia menjadi martir.
Quintin pergi ke Picardy dan sangat tekun dalam penginjilannya. Namun,
tidak lama setelah pergi ke sana, ia ditangkap dan dijatuhi hukuman. Ia
mati sebagai orang Kristen. Untuk membuat kematiannya menyedihkan, tali
diikatkan pada tangan dan kakinya lalu ia direntangkan dengan kerekan
sampai sendi-sendinya terlepas, kemudian ia dicambuki dengan cemeti dari
kawat, dituangi minyak, dan aspal mendidih di tubuhnya yang telanjang
lalu api dinyalakan pada rusuk dan ketiaknya. Setelah semua siksaan ini,
ia dikembalikan ke dalam penjara dan ia segera meninggal karena
luka-lukanya. Batu yang berat diikatkan ke tubuhnya dan ia dilernparkan
ke dalam Sungai Somme.
Pada tanggal 22 Juni 287, seorang Kristen bernama Alban
menjadi martir pertama di Inggris. Kota St. Alban di daerah
Hertfordshire diberi nama sesuai namanya. Alban sebelumnya adalah orang
kafir, tetapi pelayan Kristen yang bernama Amphibalus meyakinkannya
tentang kebenaran Kristus. Ketika Amphibalus dicari penguasa karena
agamanya, Alban menyembunyikannya di rumahnya. Ketika para prajurit di
sana mencari-carinya, Alban berkata bahwa ia adalah Amphibalus untuk
memberi waktu baginya untuk melepaskan diri. Kebohongan itu diketahui
dan gubernur memerintahkan agar Alban dicambuki kemudian dipancung.
Bede yang dimuliakan, teolog dan ahli sejarah Anglo-Saxon yang menulis the Ecclesiastical History of English Nation
pada tahun 731 M menyatakan bahwa pelaksana hukuman Alban tiba-tiba
bertobat menjadi Kristen dan memohon kepada Alban supaya diizinkan mati
baginya atau bersamanya. Ia diberi izin untuk mati bersamanya dan mereka
berdua dipancung oleh prajurit yang dengan suka rela bertindak sebagai
pelaksana hukuman.
Selama pemerintahan Diocletian, Galerius, anak angkat dan
penerusnya, dihasut oleh ibunya yang adalah orang kafir yang fanatik
agar meyakinkan Kaisar agar menyingkirkan kekristenan dari kekaisaran
Romawi.
Hari yang dijadwalkan untuk memulai pekerjaan berdarah adalah 23
Februari 303. Hal itu dimulai di Nicomedia, ibukota Kekaisaran Romawi
Timur pada zaman Diocletian. Pada pagi-pagi hari itu, kepala polisi,
sejumlah besar petugas, dan asisten mereka berjalan menuju gereja utama
Kristen lalu memaksa membuka pintunya dan merobohkan bangunan itu
kemudian membakar semua buku-buku kudusnya.
Diocletian dan Galerius menyertai mereka untuk menyaksikan awal dari
akhir agama Kristen. Oleh karena tidak puas dengan pembakaran buku-buku
itu, mereka meratakan bangunan itu dengan tanah. Setelah itu,
Diocletian mengeluarkan keputusan bahwa semua gereja dan buku Kristen
harus dihancurkan serta semua orang Kristen ditangkap sebagai
pengkhianat terhadap kekaisaran.
Ketika keputusan itu ditempelkan di tempat-tempat umum, seorang
Kristen yang berani segera merobeknya dan mencela nama Kaisar karena
sikapnya yang tidak adil. Oleh karena sikap kebenciannya yang terbuka
kepada Kaisar, ia ditangkap, disiksa, dan dibakar sampai mati.
Setiap orang Kristen di Nicomedia ditangkap dan dimasukkan ke dalam
penjara. Untuk menentukan kepastian dan kekerasan hukuman mereka,
Galerius dengan diam-diam memerintahkan agar istana kaisar dibakar dan
orang-orang Kristen disalahkan sebagai pe1akunya. Sejak itu penganiayaan
secara umum dimulai di seluruh kekaisaran dan berlangsung se1ama 10
tahun. Selama itu ribuan orang Kristen
menjadi martir. Tidak peduli berapa pun umur dan jenis kelamin mereka,
tidak ada seorang pun yang dikecualikan. Pada tahun 286 M, Diocletian
membagi kerajaan menjadi dua Timur dan Barat sebagai tindakan untuk
menguasai wilayah itu dengan lebih efektif dan penganiayaan yang hebat
terjadi di Timur, yaitu di bawah kekuasaannya. Pada tahun 293 M, ia
menjadikan Aurelius Valerius Constantius, ayah Konstantinus, sebagai
kaisar di wilayah Barat atas Gaul dan Inggris.
Nama "Kristen" menjadi nama yang dibenci di antara orang-orang kafir
dan siapa pun yang memikul nama itu tidak menerima belas kasihan dari
mereka. Mereka sekali lagi disalahkan atas setiap bencana dan nasib
buruk yang dialami orang-orang kafir. Kebohongan terburuk dan cerita
yang paling tidak masuk akal bisa dikisahkan tentang mereka, dan dengan
cepat dipercayai. Bentuk siksaan yang mereka rancang jauh melampaui
imajinasi.
Banyak rumah orang Kristen yang dibakar api dan seluruh keluarga
mereka ikut terbakar di dalamnya. Batu-batu yang berat digantungkan di
leher banyak orang dan mereka diikat bersama-sama lalu dimasukkan ke
dalam Laut Marmara. Alat perentang, cambuk, api, pedang, belati, salib,
racun, dan kelaparan sering kali digunakan secara individual maupun
kolektif. Di daerah Phrygia, sebuah kota yang semua penduduknya Kristen, dibakar lalu semua penduduknya didorong ke dalam kobaran api sehingga binasa.
Akhirnya setelah capai dengan pembantaian, beberapa gubernur
provinsi memohon kepada Kaisar agar kekejaman itu dihentikan karena
tindakan di beberapa wilayah Romawi itu tidak tepat. Jadi, banyak orang
Kristen yang diselamatkan dari kematian, tetapi dipotong tangan atau
kakinya sedemikian rupa untuk membuat hidup mereka memilukan. Banyak
orang yang dipotong telinganya, dikerat hidungnya, dicungkil satu atau
kedua matanya, dilepaskan tulangnya dari sendinya, dan dibakar dagingnya
di tempat-tempat yang mencolok sehingga mereka ditandai selamanya
sebagai orang Kristen.
Seperti halnya semua penganiayaan umum, hanya beberapa cerita yang
bisa dikisahkan, tetapi mewakili ribuan orang yang dianiaya tanpa belas
kasihan dan mati dengan cara yang mengerikan.
Sebastian adalah kepala
penjaga Kaisar di Roma. Selama masa penganiayaan karena ia menolak untuk
menyangkal imannya kepada Kristus dan menyembah berhala, Diocletian
memerintahkan agar ia ditembak dengan panah, yang dilakukan sampai ia
dianggap sudah mati. Ketika beberapa orang Kristen muncul untuk
mengambil tubuhnya dan menguburkannya, mereka melihat tanda-tanda
kehidupan padanya dan segera membawanya ke tempat yang aman lalu ia
pulih dari luka -lukanya. Terlepasnya dari kematian hanya berlangsung
singkat. Segera setelah bisa berjalan, ia mendekati Diocletian di
jalan-jalan, menegurnya atas kekejaman, dan ketidak-adilannya terhadap
orang-orang Kristen. Meskipun terkejut karena melihat Sebastian masih
hidup, Kaisar segera memerintahkan agar ia ditangkap lalu dibawa ke tempat eksekusi dan dipukuli sampai mati. Untuk mencegah agar orang-orang
Kristen tidak menemukan tubuhnya kali ini, ia memerintahkan agar
tubuhnya dilemparkan ke saluran pembuangan di Roma. Namun Lucinda,
seorang perempuan yang saleh, menemukan cara untuk mengambilnya dari
saluran pembuangan dan menguburkannya di katakombe di antara tubuh-tubuh
para martir lainnya.
Vitus diajar prinsip-prinsip
kekristenan oleh seorang perawat yang membesarkannya. Ketika ayahnya,
Hylas, yang kafir menemukan hal ini, ia berusaha mempertobatkan ia ke
kepercayaan kafir, tetapi gagal untuk meredakan kemarahan dewa-dewanya
atas penghinaan yang dilakukan anaknya kepada dewa mereka, ia
mengurbankan Virus kepada mereka pada tanggal 14 Juni 303.
Orang Kristen yang baik, Victor,
menghabiskan banyak waktu mengunjungi orang-orang sakit dan lemah lalu
memberi banyak uang kepada orang-orang miskin. Oleh karena dikenal luas
sebagai orang Kristen yang senang beramal, ia segera mendapat perhatian
Kaisar dan ditangkap lalu diperintahkan untuk diikat, diseret sepanjang
jalan, dicambuki, dan dilempari batu oleh orang-orang kafir
sepanjang jalan. Keteguhan imannya dicela sebagai kebandelan dan ia
diperintahkan untuk direntang dengan alat perentang lalu ia terus
disiksa sementara perentangan dilakukan. Victor menahan siksaan itu
dengan keberanian yang besar dan ketika para penyiksanya merasa
kecapaian dengan tindakan mereka, mereka memasukkan ia ke dalam sel, Di
sana, ia memberitakan Kristus kepada sipir penjara dan tiga di antara
mereka, Alexander, Longinus, dan Felician menerima Kristus.
Ketika berita ini sampai pada Kaisar, ia memerintahkan ketiga sipir
penjara itu pergi ke blok pelaksana hukuman. Di sana mereka dipancung.
Victor dibawa kembali ke alat perentang dan dipukuli dengan pentung
kemudian dikembalikan ke penjara. Kali ketiga ia diperiksa, mezbah
kafir dengan berhala di atasnya dibawa masuk dan ia diberi dupa lalu
diperintahkan untuk mempersembahkan kurban kepada berhala itu. Oleh
karena marah, Victor menghentakkan kakinya ke mezbah itu dan
menggulingkannya. Hal ini membuat marah sang Kaisar, yang hadir di situ
sehingga ia memerintahkan agar kaki Victor dipotong. Ia kemudian
dilemparkan ke dalam gilingan gandum dan diremukkan di bawah batu
penggilingan itu.
Suatu kali ketika Maximus, gubernur provinsi Silisia, berada di Tarsus, tiga orang Kristen, Tarchus, Probus, dan Andronicus
dibawa ke hadapannya dan berulang-ulang disiksa dan dinasihati untuk
menyangkal iman mereka kepada Kristus. Ketika mereka tidak mau, mereka
dikirimkan ke amphitheater untuk dieksekusi. Di sana beberapa binatang
yang kelaparan dilepaskan untuk menyerang orang-orang Kristen, tetapi
tidak satu pun yang mau menyerang. Penjaga hewan itu kemudian memasukkan
singa betina yang ganas dan beruang yang besar yang telah membunuh tiga
orang pada hari yang sama, tetapi kedua binatang itu menolak menyerang
mereka. Oleh karena frustrasi dalam usahanya menyiksa mereka sampai
mati dengan gigi dan cakar binatang buas, Maximus menyuruh membunuh
mereka dengan pedang.
Romanus adalah diaken gereja
di Kaisarea. Ditangkap di sana, ia dibawa ke Antiokhia dan ia dijatuhi
hukuman karena imannya, dicambuki, direntang tubuhnya, dicabik dengan
kaitan, dipotong dengan pisau di tubuh, dan wajahnya, giginya dicabut,
rambutnya dicabut dari kepalanya kemudian dicekik sampai mati.
Susanna yang saleh, yang
adalah keponakan Caius, penilik gereja di Roma, diperintahkan oleh
Diocletian untuk menikah dengan saudaranya yang kafir yang terhormat.
Oleh karena menolak, ia dihukum pancung.
Peter, sida-sida dan budak
Kaisar, menjadi orang Kristen dengan kesopanan dan kerendah-hatian yang
besar. Ketika Kaisar mendengar hal ini, ia memerintahkan Peter untuk
diikat ke batang logam menyala lalu dipanggang di atas api yang kecil
sampai mati. Hal itu membutuhkan waktu beberapa jam.
Eulalia adalah perempuan muda
yang sangat manis dari keluarga Kristen Spanyol. Ketika ia ditangkap
karena menjadi orang Kristen, petugas sipil berusaha mempertobatkan ia
pada paganisme, tetapi ia begitu merendahkan dewa-dewa kafir sehingga
ia sangat marah lalu memerintahkan agar ia disiksa dengan siksaan yang
sangat berat. Selama penyiksaannya, kaitannya disisipkan ke dalam
rusuknya kemudian ditarik menembus dagingnya dan dadanya dibakar sampai
hangus. Penderitaannya sangat hebat; akhirnya ia mati. Ini terjadi pada
bulan Desember 303.
Pada tahun 304, gubernur Tarragona, di Spanyol, memerintahkan Valerius, seorang penilik, dan Vincent,
ditangkap, dijepit dengan rantai, dan dipenjara. Kedua orang itu
berpegang erat pada iman mereka, tetapi karena alasan yang tidak
diketahui penilik itu hanya dibuang dari Tarragona, sementara diakennya
menjalani siksaan yang mengerikan. Ia diikat pada alat perentang dan
direntang sampai sendi-sendinya terlepas, kaitan disisipkan ke bagian
dagingnya yang lunak kemudian ditarik, kemudian ia diikat pada batang
logam menyala yang memiliki paku besar pada ujungnya, yang ditusukkan ke
dalam dagingnya sementara api dinyalakan di bawahnya. Oleh karena tidak
satu pun siksaan itu yang bisa membunuhnya atau mengubah imannya yang
teguh, ia dimasukkan ke dalam se1 penjara yang kotor yang memiliki
banyak batu api yang tajam dan pecahan kaca yang menutupi lantainya.
Oleh karena siksaan itu ia meninggal pada 22 Januari 304.
Kedahsyatan dan kekejaman penganiayaan orang Kristen mencapai
puncaknya pada tahun 304 M, tahun sebelum Diocletian mundur sebagai
Kaisar Romawi. Seolah-olah orang kafir merasakan bahwa perubahan akan
terjadi dan mereka ditentukan untuk menimbulkan kesusahan sehebat
mungkin pada orang-orang Kristen semampu mereka sebelum waktu
penganiayaan selesai. Sekali lagi, kita hanya bisa mengisahkan beberapa
cerita tentang orang-orang yang menjadi martir pada tahun itu.
Di Afrika, seorang imam Kristen bernama Saturninus disiksa, dimasukkan ke dalam penjara dan menderita kelaparan sampai mati. Keempat anaknya mengalami nasib yang sama.
Di Tesalonika, di wilayah yang kemudian menjadi provinsi Makedonia di Romawi, tiga bersaudara Agrape, Chionia, dan Irene,
ditangkap dan dibakar sampai mati pada 25 Maret 304. Irene diberi
perlakuan khusus oleh gubernur yang tertarik pada kecantikannya. Ketika
ia menegur rayuannya, ia memerintahkan agar ia ditelanjangi dan
dipertontonkan di jalan-jalan kota, lalu dalam keadaan itu, ia digantung
di tembok kota dan dibakar .
Empat bersaudara, Victorius, Carpophorus, Severus, dan Severianus,
dipekerjakan di kantor tinggi di kota Roma. Namun, ketika mendengar
bahwa mereka adalah orang-orang Kristen dan berbicara menentang
penyembahan berhala, mereka ditangkap dan dicambuki dengan cemeti
seperti sembilan ekor kucing yang memiliki bola timah yang diikatkan
pada bagian ujungnya. Pencambukan itu begitu dahsyat sehingga keempat
bersaudara itu mati di tempat pencambukan.
Timothy, seorang diaken gereja di provinsi Mauritania di Romawi, dan Maura,
baru saja menikah selama beberapa minggu ketika penganiayaan menimpa
mereka dan mereka ditangkap karena mereka adalah orang Kristen. Segera
setelah mereka ditangkap, mereka dibawa ke depan gubernur provinsi,
Arrianus, yang menyadari bahwa Timothy bertanggung jawab memelihara
Kitab Suci di gerejanya. Ia memerintahkan kepada Timothy untuk
menyerahkan Alkitab kepadanya untuk dibakar. Kepada perintah itu Timothy
menjawab, "Jika saya memiliki anak, saya akan menyerahkan mereka
kepadamu lebih dahulu untuk dipersembahkan daripada saya harus
menyerahkan firman Allah."
Marah karena mendengar jawaban ini, Arrianus memerintahkan agar mata
Timothy dibakar dengan besi yang panas menyala dan berkata, "Buku itu
tidak akan berguna bagimu sebab kamu akan tidak memiliki mata untuk
membaca buku itu."
Keberanian Timothy dalam menjalani penderitaan yang mengerikan
membuat Arrianus begitu marah sehingga ia memerintahkan agar ia
digantung kakinya dengan gantungan beban pada lehernya dan mulutnya
disumbat, sambil berpikir bahwa itu akan menaklukkan keteguhan imannya.
Istri Timothy, Maura, yang dipaksa untuk melihat semua ini, meminta
kepadanya untuk menyangkal, demi istrinya, supaya ia tidak harus
menyaksikan siksaan seperti itu. Namun, ketika sumbat itu dilepaskan
dari mulut Timothy sehingga ia bisa menjawab permohonan istrinya yang
mendesak, bukannya menyetujui permintaannya, ia justru menuduh istrinya
memiliki cinta yang salah dan menyatakan tekadnya untuk mati demi
imannya kepada Kristus. Akibatnya, Maura memutuskan untuk mengikuti
keberanian suaminya dan bersedia menyertai atau mengikutinya masuk dalam
kemuliaan. Oleh karena gagal menghentikan keputusan baru Maura, Arrianus
memerintahkan agar ia diberi siksaan yang berat. Timothy dan Maura
disalibkan bersebelahan.
Sabinus, Uskup Assisium di
provinsi Tuscany, menolak memberikan kurban kepada Jupiter, dewa
tertinggi Romawi, dan menyingkirkan berhala itu darinya. Melihat itu,
gubernur menyuruh tangannya yang mendorong berhala itu untuk dipotong.
Namun, ketika berada di penjara, Sabinus mempertobatkan gubernur itu dan keluarganya
menjadi Kristen. Oleh karena pengakuan atas iman kepada Allah yang
sejati yang baru mereka temukan, mereka semua dieksekusi. Segera setelah
itu, Sabinus dicambuki sampai ia mati. Hal itu terjadi pada bulan
Desember 304.
Di Phoenicia, tempat ia dilahirkan, Pamphilus
terkenal sebagai seorang yang sangat cerdas dan berpendidikan tinggi
sehingga ia disebut Origen kedua. Ia menjadi anggota imam di Kaisarea,
ibukota Yudea Romawi, yang ditetapkan sebagai perpustakaan umum,
mengabdikan dirinya untuk setiap amal dan pelayanan Kristen. Sebagai
bagian dari pekerjaannya, ia menyalin bagian terbesar dari tulisan
Origen dengan tangannya sendiri yang dibantu oleh imam lain, Eusebius,
menghasilkan salinan Perjanjian Lama yang benar, yang sebelumnya
mengalami banyak kesalahan fatal karena keteledoran atau ketidaktahuan
ahli kitab sebelumnya. Oleh karena melakukan pekerjaan semacam itu, ia
ditangkap, disiksa, dan dihukum mati.
Pada tahun 305 M, Diocletian mengundurkan diri sebagai kaisar
tertinggi Romawi dan menyerahkan kekaisaran kepada Aurelius Valerius
Constantius, yang telah ia jadikan kaisar di Barat pada tahun 293 M dan
Gaius Galerius Valerius Maximianus, yang adalah menantunya dan yang
sudah memerintah sebagai kaisar bersamanya di Timur. Constantius seorang
yang sikapnya lembut; watak dan karakternya baik. Di bawah
pemerintahannya, orang-orang Kristen di Barat mengalami masa kelegaan
untuk pertama kalinya dari penganiayaan yang telah mereka alami selama
bertahun-tahun. Namun di Timur, penganiayaan yang kejam masih berlanjut
di bawah kekuasaan Galerius sebab dialah yang menghasut Diocletian untuk
melakukan penganiayaan besar yang akan menghapus gereja Kristen dari
muka bumi. Namun, ia gagal melakukannya, seperti juga semua penganiayaan
lainnya sebab Kristus akan mendirikan gereja-Nya di atas bumi sampai
Dia datang kembali.
Kegagalan orang-orang kafir untuk menghancurkan gereja Kristus
merupakan awal dari berakhirnya penganiayaan di Kekaisaran Romawi sebab
Allah memiliki pemenang, yang segera akan Dia tempatkan sebagai kaisar
atas seluruh Romawi.
Disalin dari :
John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001.
Online Version : http://www.ccel.org/f/foxe/martyrs/home.html