Kalimat ini sangat sering kita dengar diucapkan orang-orang beriman dalam percakapan mereka sehari-hari, baik di gereja maupun di luar gereja, di pasar- pasar, di mal-mal, di jalan atau di tempat-tempat lain. Kadang orang mengucapkan perkataan ini tidak memahami maknanya secara jelas, karena “berserah” sering rancu dengan “pasrah”. Padahal bila kita mau menyelidiki maknanya akan kita temukan perbedaan yang cukup jauh, sehingga dalam memahami kalimat “Berserah kepada Allah” mempunyai pengetahuan yang tepat dan jelas sesuai dengan yang dimaksud dengan pengajaran Tuhan Yesus.
Berserah adalah kata kerja aktif yang bermakna menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah karena percaya, bahwa Allah akan memeliharanya dan memberikan yang terbaik kepadanya. Sedangkan Pasrah adalah kata kerja pasif yang bermakna menyerahkan segalanya kepada Allah karena ia sudah tidak berdaya lagi, atau telah menyerah kalah, tidak dapat melawan lagi. Didalam kerohanian jelas sekali perbedaannya, berserah adalah tindakan iman yang mempersilahkan Tuhan untuk campur tangan dalam hidupnya, sedangkan pasrah adalah ungkapan yang mencerminkan keputus-asaan, bukan karena iman.
Pengajaran Tuhan Yesus mengenai “Berserah“ dapat kita temukan dalam Injil, yang pada dasarnya dapat kita bedakan menjadi dua prinsip, yaitu:
Prinsip pertama adalah Hidup Menurut Roh.
Marilah kepadaku , semua yang letih dan lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikul lah kuk yang kupasang dan belajarlah pada Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban Ku pun ringan. (Mat.11:28-30)
Ini adalah perkataan Tuhan Yesus yang dengan terbuka mengajak kita untuk datang dan menyerahkan hidup kita kepadanya, dengan janji akan diberikan kelegaan dan ketenangan hidup. Tetapi yang datang kepadaNya akan diberi beban atau kuk, yaitu pelajaran untuk memikul salib atau pelajaran untuk mengendalikan diri sehingga dapat hidup menurut Roh. Adalah suatu beban yang tidak berat bila kita mau datang dengan sukarela dan percaya kepadaNya. Jiwa kita akan menjadi tenang, karena semua persoalan hidup sudah dipercayakan kepada Tuhan dan percaya bahwa Tuhan akan mengatur segalanya.. Maka tidak ada lagi perasaan kuatir dalam hati dan tidak ada ambisi untuk melakukan segala sesuatu yang diluar kemampuan diri sendiri. Sehingga mampu hidup dengan mengikuti aliran nasib yang telah ditentukan Tuhan. Dalam hal ini bukan berarti bisa bermalas-malasan dan hanya menerima nasib saja, melainkan sebaliknya harus aktif dan rajin bekerja serta mengusahakan pekerjaan itu sebaik-baiknya dan memandang pekerjaan yang kita lakukan itu sebagai suatu persembahan yang memuliakan nama Tuhan Yesus.
Jiwa yang tenang adalah hati yang dipenuhi sukacita damai sejahtera, yang berarti orang yang demikian telah menemukan harta yang terpendam atau mendapatkan mutiara yang berharga dalam perumpamaan yang diceritakan Tuhan Yesus (Mat.13:44-46). Ia adalah orang yang telah menemukan kebenaran Kerajaan Allah (Mat.6:33).
Mat. 6:33 Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
Mat.13:44-46 "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu. Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu."
Prinsip ke dua adalah Hidup Sehari Saja.
Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari. (Mat.6:34)
Dengan perkataan ini Tuhan Yesus mengajarkan agar tidak berpikir melantur tentang segala sesuatu yang belum diketahui. Bilamana menemukan suatu masalah atau kesulitan haruslah berpikir cukup pada masalah itu saja dan mencari penyelesaiannya, tidak perlu memperpanjangnya dengan pengandaian-pengadaian menurut pikiran / imajinasi sendiri, karena bagaimana yang akan terjadi besok kita tidak tahu dan tidak mempunyai kuasa untuk mengaturnya. Setelah mendapatkan penyelesaian yang terbaik maka harus dilaksanakan semaksimal mungkin, kemudian menunggu hasilnya dan besok harinya baru dipikirkan lagi bila memang masalahnya belum terselesaikan.
Banyak orang yang tertipu oleh pikirannya sendiri dan seringkali suatu masalah menjadi semakin rumit, sehingga harus mengorbankan banyak waktu, biaya dan pikiran yang sebetulnya tidak perlu. Dengan hidup sehari demi sehari maka suatu perkara yang sangat besar bagaimanapun akan dapat terselesaikan dengan mudah, prinsip seperti ini yang digunakan oleh orang lemah yang memindahkan barang yang sangat berat, yaitu dengan cara memindahkan barang itu sebagian demi sebagian, sehingga dengan ketekunannya barang dapat dipindahkan tanpa kesulitan yang berarti. Demikian pula halnya dengan persoalan hidup, semua orang yang bersangkutan akan memandang betapa sangat beratnya persoalan hidup yang dihadapinya, tetapi bila ia mau mengerjakannya dengan prinsip ini maka pada waktunya nanti persoalan itu dapat terselesaikan dengan baik.
Banyak orang beriman mengucapkan “Berserah kepada Allah” namun mereka tidak melakukan dua prinsip diatas, sehingga semakin hari menjadi semakin jauh dari Tuhan dan tidak jarang pula yang jatuh ke dalam jerat setan. Mereka meninggalkan Tuhan, bersekutu dengan setan, bahkan ada yang putus-asa dan bertindak nekat membunuh dirinya sendiri. Berserah kepada Tuhan bukanlah sekedar teori atau olah pikir tetapi harus melalui pergumulan iman di dalam praktek kehidupan yang nyata, dimana seorang beriman setelah mengalami pergumulan itu baru akan mengerti, memahami dan menghayati bagaimanakah harus berserah yang sesungguhnya. Jadi untuk dapat mengetahui makna "berserah" seperti yang dimaksud Tuhan, orang beriman harus mengalami dan merasakan terlebih dahulu di dalam hidupnya. Adalah sangat mudah untuk mengucapkan kalimat itu, tapi mengucapkannya dengan mengetahui makna yang benar membutuhkan banyak pengorbanan, baik uang, waktu maupun perasaan .
Orang beriman yang mengetahui makna berserah dengan benar adalah orang yang telah menemukan kebenaran Kerajaan Allah, maka ia akan selalu merasakan sukacita damai sejahtera dalam hatinya, dimanapun ia berada dan pada situasi apa saja .