Senin, 14 Mei 2012

RENUNGAN ( 08 ): Tentang Kebahagiaan



'Kebahagiaan' adalah kata benda yang melukiskan keadaan yang sangat nyaman, aman, sejuk, sehat dan banyak ungkapan lain yang menyatakan  keadaan yang menyenangkan hati manusia yang hidup di dunia yang fana ini. Banyak orang yang mengejarnya dengan mengerahkan segala daya, pikiran dan kekuatannya untuk meraihnya, namun sedikit sekali (hampir dikatakan 'tidak ada') manusia yang kemudian mendapatkannya.  Penyebabnya karena banyak orang yang tidak mengerti dengan benar arti kata 'bahagia' yang ingin mereka raih itu. Kebanyakan orang membayangkan bahwa bila mereka dapat meraih yang mereka inginkan, mereka akan mendapat 'Kebahagiaan' itu. Tapi ternyata ketika dapat meraih keinginannya, mereka tidak merasakan 'Kebahagiaan' seperti yang mereka impi-impikan sebelumnya. Ketika itu yang muncul adalah perasaan puas sejenak kemudian perasaan itu menipis yang akhirnya hilang dan timbul keinginan yang baru. Siklus seperti itu terjadi berulang-ulang tiada henti sepanjang masa hidupnya dan baru berhenti setelah ia dipanggil Tuhan. Bila demikian maka apakah arti 'Kebahagiaan' yang sebenarnya ?
Untuk mengetahuinya, makna yang sebenarnya dapat dicari dalam Injil; karena Injil adalah 'khabar gembira' yang  bersifat kekal, tidak hanya sementara waktu saja.

Dalam khotbah di bukit, Tuhan Yesus memberikan sepuluh perintah 'Berbahagia'  kepada pendengarNya (lihat tulisan tentang Khotbah Di Bukit (10), supaya mereka memperoleh 'Kebahagiaan' sejati yang tidak berkesudahan itu. 'Kebahagiaan' itu akan dirasakannya di dunia yang fana ini dan terus berlanjut sampai pada kehidupannya di alam baka yang kekal abadi. 
Perintah itu sebenarnya adalah petunjuk tentang cara bagaimana agar manusia dapat memperoleh 'kebahagiaan' itu, mulai dari tahap awal sampai pada tahap yang paling sempurna. Tahap awalnya seseorang harus beriman/ percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Juru Selamatnya. Tanpa melalui tahap awal ini seseorang tidak akan dapat melalui tahap-tahap selanjutnya. Pada tahap yang paling sempurna orang itu harus siap untuk martir demi nama Tuhan Yesus, karena melalui martir ia akan menemukan 'Kebahagiaan'  di dalam Kerajaan Allah.

Dengan demikian maka semua orang yang berpikir bahwa 'Kebahagiaan' akan diperoleh dengan mengejar keinginan-keinginan duniawi adalah sesuatu pikiran yang jauh panggang dari api. Karena orang yang mengejar kekayaan duniawi setelah memperolehnya pada kenyataannya tidak memperoleh 'Kebahagiaan' itu; Keadaan yang demikian secara implisit sebenarnya telah dikatakan Tuhan Yesus dengan perkataan: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." (Mat.19:23-24)

Dalam perkataanNya itu terkandung satu peringatan kepada pendengarNya, bahwa kekayaan duniawi yang dikejar manusia itu tidak akan memberikan 'Kebahagiaan' kepadanya, karena 'Kebahagiaan' hanya dapat ditemukan di dalam Kerajaan Sorga.
Dan pada kesempatan lain Tuhan Yesus juga mengatakan: "Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat merusakan nya dan pencuri membongkar serta mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakan nya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya." (Mat. 6:19-20)

Jadi 'Kebahagiaan' itu bukan sesuatu yang terdapat pada segala harta duniawi seperti yang dipikirkan oleh manusia pada umumnya, melainkan sesuatu yang bersifat rohani yang hanya dapat dirasakan di dalam hati, yaitu: perasaan sukacita damai sejahtera yang mengisi setiap relung hati manusia yang telah menemukannya. Karena itu Tuhan Yesus berseru: "Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikulah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan." (Mat.11:28-29)
 
Dari ajakan ini sangat jelas bahwa yang ditawarkan Tuhan Yesus dengan kalimat "jiwamu akan mendapat ketenangan" adalah 'Kebahagiaan' yang sesungguh-sungguhnya, yang sebenarnya dicari dan diidam-idamkan oleh orang-orang dari segala bangsa sepanjang sejarah manusia. 
Perhatikan juga nasihat raja Salomo yang dikenal sebagai seorang raja yang kaya raya, yang berlimpah-limpah harta dan hikmatnya dan tidak ada manusia yang dapat melebihinya. Ia telah berkata: "Hati yang tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang." (Ams.14:30)
Dan juga perkataan Tuhan Yesus : "Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan firman Allah dan yang memeliharanya." (Luk.11:28) (bersambung....lihat: 'Khotbah di Bukit')

 

Sabtu, 12 Mei 2012

RENUNGAN ( 07 ): Tentang Jabatan Dalam Gereja


Pada masa kini jabatan dalam gereja sudah mengalami distorsi, tidak lagi seperti yang ada di dalam gereja mula-mula, yaitu pada masa para rasul masih hidup. Pada masa itu jabatan dalam gereja ada lima dimana kelima pejabat gereja itu melakukan fungsinya di dalam pelaksanaan ibadah jemaat. Kelima jabatan itu  adalah:
1) Gembala, yang bertugas sebagai pemimpin sidang jemaat gereja.
2) Guru, yang bertugas menerangkan firman Tuhan yang diperolehnya melalui penerangan Roh Kudus.
3) Pengajar, yang bertugas memberikan pengajaran firman Tuhan kepada jemaat.
4) Nabi, yang bertugas sebagai alat menyuarakan firman yang langsung datang dari Tuhan.
5) Rasul, yang bertugas memberitakan Injil kepada orang-orang yang belum tahu tentang khabar keselamatan dari Tuhan

Ef. 4:11-13 Dan Ia lah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar- pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus,

2Tim. 1:11 Untuk Injil inilah aku telah ditetapkan sebagai pemberita, sebagai rasul dan sebagai guru.

Dalam gereja masa sekarang jabatan gereja yang ada hanya gembala-sidang/ pendeta, majelis dan pengerja, yang tugas mereka adalah:
- Gembala-Sidang/ Pendeta, bertugas sebagai pelayan firman/ berkhotbah.
- Majelis-Gereja, bertugas mengatur organisasi gereja.
- Pengerja-Gereja, bertugas membantu Pendeta di dalam menggembalakan jemaat.

Jabatan dalam gereja itu diberikan kepada anggota jemaat didasarkan pada karunia Roh Kudus yang ada padanya yang diberikan Tuhan Yesus kepada mereka.
Jabatan Rasul diberikan kepada anggota jemaat yang paling sedikitnya sudah mendapatkan karunia berbahasa roh.
Jabatan Nabi diberikan kepada anggota jemaat yang paling sedikitnya sudah mendapatkan karunia berbahasa roh dan karunia bernubuat.
Jabatan Pengajar diberikan kepada anggota jemaat yang paling sedikitnya sudah mendapatkan karunia berbahasa roh dan karunia hikmat.
Jabatan Guru diberikan kepada anggota jemaat yang paling sedikitnya sudah mendapatkan karunia berbahasa Roh, karunia bernubuat dan karunia berkata-kata dengan pengetahuan/ makrifat.
Jabatan Gembala diberikan kepada orang yang sudah mendapatkan karunia berbahasa roh, karunia bernubuat, karunia membedakan roh.
Jabatan itu bersifat fleksibel, dimana seorang anggota jemaat yang mempunyai karunia-karunia Roh di atas dapat bertindak sebagai kelima jabatan itu, dalam arti pada saat yang sama ia bisa menjadi rasul, pengajar maupun sebagai guru seperti Rasul Paulus. Atau merangkap kelima jabatan itu sekaligus, bila tidak ada anggota jemaat yang mempunyai karunia Roh; tetapi bila ada baiknya jabatan itu diberikan kepada anggota jemaat yang mempunyai karunia Roh yang bersangkutan tersebut.

Adalah sangat sulit menemukan berbagai-bagai karunia di dalam satu jemaat gereja pada masa sekarang, oleh karena alasan itulah maka jabatan gereja kemudian bergeser menjadi yang ada seperti yang tersebut di atas. Bagaimana sampai terdistorsi sedemikian rupa, hal itu tidak terlepas dari sejarah gereja Kristen yang menjadi mapan setelah dijadikan gereja negara/ gereja khatolik pada abad empat masehi. Sebab pada masa-masa setelahnya para imam/ uskup dipilih secara politis, bukan didasarkan dari karunia-karunia lagi, dan uskup mempunyai posisi yang sangat strategis bahkan sempat berkuasa melebihi raja pada waktu itu. Mulai abad dua puluh yang lalu terjadi gerakan kharismatik yang mulai membangunkan kembali karunia-karunia Roh di dalam jemaat gereja, tetapi kemudian pertumbuhannya melambat karena masuknya pengajaran yang tidak sesuai dengan Injil. Gereja kembali menjadi duniawi/ sekuler dan lebih konsentrasi pada pembangunan fisik, lebih dari pada yang rohani, dengan alasan membangun Kerajaan Allah di Bumi.
Alasan yang demikian sangat jelas bertentangan dengan ajaran Tuhan Yesus, karena Ia mengatakan bahwa KerajaanNya bukan dari pada dunia ini.

Yoh.18:36 Jawab Yesus: "Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini; jika Kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan, supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan dari sini."

Akankah gereja kembali menjadi gereja seperti pada masa para rasul ? hal itu tergantung pada kegerakan gereja-gereja pada masa kini. Walaupun nampaknya tidak mungkin itu dapat terjadi pada masa kini, tetapi tidak berarti tidak mungkin terjadi, karena bila Tuhan berkehendak maka segala sesuatu bisa saja terjadi.

Mat. 19:26 Yesus memandang mereka dan berkata: "Bagi manusia hal ini tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin."



RENUNGAN (06): Tentang Persembahan Persepuluhan


'Persembahan Persepuluhan' atau 'Perpuluhan' adalah salah satu topik yang paling peka dalam pengajaran gereja. Disatu sisi 'Persembahan Persepuluhan' harus diajarkan agar iman jemaat bertumbuh, tetapi di sisi lain pengajaran tentang 'Persembahan Persepuluhan' juga menimbulkan apatisme jemaat terhadap gembala-sidang/ pendeta, terutama terjadi pada jemaat Gereja Pentakosta. Hal itu terjadi kemungkinan karena banyak kasus manipulasi pengajaran 'Persembahan Persepuluhan' yang dilakukan oknum pendeta yang berusaha mendapatkan kekayaan duniawi bagi dirinya sendiri dengan dalih bahwa 'Persembahan Persepuluhan' itu diperuntukan bagi pekerjaan Tuhan.
Pengajaran tentang 'Persembahan Persepuluhan' akan dapat  menumbuhkan iman jemaat, karena dengan melakukan 'Persembahan Persepuluhan' jemaat dilatih untuk mengasihi Tuhan, sebagai pengamalan Hukum Taurat  seperti yang diajarkan Tuhan Yesus  (Mat.22:37-40), yaitu: dengan cara  'Persembahan Persepuluhan' itu dikumpulkan oleh gereja dan kemudian disalurkan kepada masyarakat di lingkungan dimana gereja itu berada, untuk membantu orang-orang miskin atas nama gereja, bukan atas nama pendeta atau jemaat secara perseorangan. 

Mat.22:37-40 Jawab Yesus kepadanya "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." 

Kelebihan dari cara pendistribusian bantuan model ini adalah:
a. Jemaat tidak merasa bangga dengan dana yang dikeluarkannya melalui persembahan persepuluhan.
b. Orang miskin yang mendapatkan bantuan tidak mengetahui orang yang membantunya.
c. Nama Tuhan dipermuliakan dan memberikan kesaksian akan kasih Tuhan kepada mereka.
d. Jemaat yang bersangkutan imannya bertumbuh dan pada waktunya akan menghasilkan buah roh dalam hidup masing-masing jemaat, karena ia telah melakukan perbuatan kasih dengan suka-cita.

Persembahan persepuluhan mula-mula diperbuat oleh Abram bapak orang beriman itu, yang kemudian menjadi tradisi Yahudi dalam lingkungan Bait Allah (Tabernakel), dimana sebelas suku Israel memberikan sepersepuluh penghasilannya kepada suku Lewi yang diberikan tugas sebagai imam untuk menyelenggarakan upacara dalam Bait Allah.

Kej.14:18-20 Melkisedek, raja Salem, membawa roti dan anggur; ia seorang imam Allah Yang Mahatinggi. Lalu ia memberkati Abram, katanya: "Diberkatilah kiranya Abram oleh Allah Yang Mahatinggi, Pencipta langit dan bumi, dan terpujilah Allah Yang Mahatinggi, yang telah menyerahkan musuhmu ke tanganmu." Lalu Abram memberikan kepadanya sepersepuluh dari semuanya.

Ul.18:1 "Imam-imam orang Lewi, seluruh suku Lewi, janganlah mendapat bagian milik pusaka bersama-sama orang Israel; dari korban api-apian kepada TUHAN dan apa yang menjadi milik-Nya harus mereka mendapat rezeki. Janganlah ia mempunyai milik pusaka di tengah-tengah saudara-saudaranya; TUHANlah milik pusakanya, seperti yang dijanjikan-Nya kepadanya. Inilah hak imam terhadap kaum awam, terhadap mereka yang mempersembahkan korban sembelihan, baik lembu maupun domba: kepada imam haruslah diberikan paha depan, kedua rahang dan perut besar. Hasil pertama dari gandummu, dari anggurmu dan minyakmu, dan bulu guntingan pertama dari dombamu haruslah kauberikan kepadanya. Sebab dialah yang dipilih oleh TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu, supaya ia senantiasa melayani TUHAN dan menyelenggarakan kebaktian demi nama-Nya, ia dan anak-anaknya. Apabila seorang Lewi datang dari tempat mana pun di Israel, di mana ia tinggal sebagai pendatang, dan dengan sepenuh hati masuk ke tempat yang akan dipilih TUHAN, dan menyelenggarakan kebaktian demi nama TUHAN, Allahnya, sama seperti semua saudaranya, orang-orang Lewi, yang melayani TUHAN di sana, maka haruslah mereka mendapat rezeki yang sama, dengan tidak terhitung apa yang ia peroleh dengan menjual harta nenek moyangnya."

Bil.1:47-53  Tetapi mereka yang menurut suku bapa leluhurnya termasuk orang Lewi, tidak turut dicatat bersama-sama dengan mereka itu. Sebab TUHAN telah berfirman kepada Musa: "Hanya suku Lewi janganlah kaucatat dan janganlah kauhitung jumlahnya bersama-sama dengan orang Israel, tetapi tugaskan lah mereka untuk mengawasi Kemah Suci, tempat hukum Allah dengan segala perabotan dan perlengkapannya; mereka harus mengangkat Kemah Suci dengan segala perabotannya; mereka harus mengurusnya dan harus berkemah di sekelilingnya. Apabila berangkat, Kemah Suci harus dibongkar oleh orang Lewi, dan apabila berkemah, Kemah Suci harus dipasang oleh mereka; sedang orang awam yang mendekat harus dihukum mati.Orang Israel haruslah berkemah masing-masing di tempat perkemahannya dan masing-masing dekat panji-panjinya, menurut pasukan mereka, tetapi orang Lewi haruslah berkemah di sekeliling Kemah Suci, tempat hukum Allah supaya umat Israel jangan kena murka; orang Lewi haruslah memelihara Kemah Suci, tempat hukum itu."

Mal.3:10  Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah-Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan.

Pada masa itu 'Persembahan Persepuluhan' menjadi penghasilan dari suku Lewi, karena suku Lewi tidak mendapat bagian dalam wilayah pendudukan tanah Kanaan. Tetapi setelah diadopsi gereja, 'Persembahan Persepuluhan' dalam prakteknya harus digunakan untuk pekerjaan Tuhan, tidak lagi menjadi hak para imam/ pendeta sepenuhnya. Pendeta harus mendapatkan penghidupan yang layak dari hasil 'Persembahan Persepuluhan', tetapi tidak diperkenankan untuk bermewah-mewah dengan berbagai barang duniawi. Karena ia harus memberikan contoh kepada jemaat, bagaimana seharusnya hidup yang mencerminkan kedewasaan rohani, sebagai teladan bagi jemaat. Adalah sangat keliru apabila seorang pendeta membanggakan barang-barang duniawi dan menganggapnya sebagai kesuksesan pribadi sebagai seorang 'pendeta besar'. Karena seorang hamba Tuhan mempunyai standar kesuksesan yang berbeda dengan standar kesuksesan seorang pengusaha yang bekerja di lapangan pekerjaan duniawi. Seharusnya seorang hamba Tuhan yang bekerja di lapangan kerohanian standarnya juga rohani, bukan standar duniawi.
Standar kesuksesan seorang hamba Tuhan adalah seperti yang dikatakan Tuhan Yesus kepada murid-muridNya dalam Injil:

"Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi dan pembesar-pembesar menjalankan kuasanya dengan keras atas mereka. Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu; sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang." (Mat. 20:25-28)

"Barangsiapa menyambut anak ini dalam nama-Ku, ia menyambut Aku; dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia, yang mengutus Aku. Karena yang terkecil di antara kamu sekalian, dialah yang terbesar." (Luk.9:48)

Jadi dari perkataan Tuhan Yesus itu sudah sangat jelas bahwa standar yang dikehendakiNya kepada hamba Tuhan adalah berbanding terbalik dengan standar kesuksesan orang yang bekerja di lapangan pekerjaan duniawi. Semakin seorang hamba Tuhan mau merendahkan dirinya semakin tinggi ia akan dimuliakan oleh Tuhan; semakin ia menjadi kecil maka ia semakin dijadikan besar oleh Tuhan. Maksudnya adalah bahwa seorang hamba Tuhan menjadikan dirinya semakin rendah agar Tuhan Yesus yang semakin ditinggikan. Seperti yang di ajarkan oleh Tuhan Yesus sendiri dalam Injil:   
"Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum. Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan." (Luk. 17:7-10)


Dan juga seperti yang diteladankan oleh Yohanes Pembaptis dengan perkataannya:
"Tidak ada seorang pun yang dapat mengambil sesuatu bagi dirinya, kalau tidak dikaruniakan kepadanya dari sorga. Kamu sendiri dapat memberi kesaksian, bahwa aku telah berkata: Aku bukan Mesias, tetapi aku diutus untuk mendahului-Nya. Yang empunya mempelai perempuan, ialah mempelai laki-laki; tetapi sahabat mempelai laki-laki, yang berdiri dekat dia dan yang mendengarkannya, sangat bersukacita mendengar suara mempelai laki-laki itu. Itulah sukacitaku, dan sekarang sukacitaku itu penuh. Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil. Siapa yang datang dari atas adalah di atas semuanya; siapa yang berasal dari bumi, termasuk pada bumi dan berkata-kata dalam bahasa bumi. Siapa yang datang dari sorga adalah di atas semuanya. Ia memberi kesaksian tentang apa yang dilihat-Nya dan yang didengar-Nya, tetapi tak seorang pun yang menerima kesaksian-Nya itu. Siapa yang menerima kesaksian-Nya itu, ia mengaku, bahwa Allah adalah benar. Sebab siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah mengaruniakan Roh-Nya dengan tidak terbatas. Bapa mengasihi Anak dan telah menyerahkan segala sesuatu kepada-Nya. Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya." (Yoh.3:27-36)


Tetapi standar yang dikehendaki Tuhan Yesus ini sangat sulit dimengerti dan diterima oleh hamba Tuhan yang masih mempunyai pikiran dengan standar duniawi. Dan hal ini juga dinyatakan rasul Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Korintus, dengan perkataan:

Dan karena kami menafsirkan hal-hal rohani kepada mereka yang mempunyai Roh, kami berkata-kata tentang karunia-karunia Allah dengan perkataan yang bukan diajarkan kepada kami oleh hikmat manusia, tetapi oleh Roh.Tetapi manusia duniawi tidak menerima apa yang berasal dari Roh Allah, karena hal itu baginya adalah suatu kebodohan; dan ia tidak dapat memahaminya, sebab hal itu hanya dapat dinilai secara rohani.(1 Kor.2:13-14) (bersambung...lihat renungan tentang: 'Berkat')


Jumat, 11 Mei 2012

RENUNGAN ( 05 ): Tentang Berzinah


Sepanjang sejarah manusia masalah berzinah sudah ada dan menjadi masalah sosial yang sama tuanya dengan sejarah  peradaban manusia itu sendiri. Berzinah secara umum dimengerti  sebagai pelanggaran norma pernikahan, dimana seseorang melakukan hubungan seksual dengan orang lain yang tidak terikat di dalam satu pernikahan yang sah. Tetapi Tuhan Yesus mempunyai pandangan lain, yang lebih tinggi tuntutannya, karena tuntutannya itu  masuk ke dalam ruang spiritualitas, yaitu masuk ke dalam dunia roh. Dan di dalam wilayah spiritual segala sesuatu dinilai dengan menggunakan hati, bukan menggunakan pikiran sehat saja. Karena hati adalah alat penilai yang jujur dan akurat, dimana ia tidak pernah berbohong dan tidak memanipulasi segala sesuatu yang dinilainya. Ia akan mengatakan apa adanya sesuai dengan yang sebenarnya, bila salah akan diakuinya sebagai yang salah dan bila benar akan diakuinya sebagai yang benar.

Dalam Injil Matius terdapat satu ayat yang menulis perkataan Tuhan Yesus mengenai orang yang berzinah. Ini adalah satu-satunya pengajaran Tuhan Yesus tentang perilaku seksual. Dengan pengajaran ini Tuhan Yesus menegaskan kepada murid-murid dan para pendengarNya bahwa berzinah bukan hanya merupakan tindakan yang nampak saja, tetapi lebih dari pada itu, orang juga dapat dikatakan berzinah bila ia memandang orang dan menjadi bergairah seksual di dalam hatinya. Tetapi dengan batas mana orang dikatakan berzinah atau tidak berzinah menjadi sulit untuk menentukannya, karena itu hal ini dikembalikan lagi kepada hati masing-masing orang yang bersangkutan. Di titik ini masing-masing orang dapat mengukur dengan jujur dari dalam hatinya yang terdalam, sudah sampai seberapa jauh kedewasaan iman mereka di dalam usaha mereka belajar  kerohanian kepada Tuhan Yesus.
Untuk menentukan orang berzinah atau tidak maka perkataan Tuhan Yesus di dalam Injil Matius ( Mat. 5:27-32 ) dapat menjadi acuan, yaitu: 

Kamu telah mendengar firman: Jangan berzinah. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya.
Maka jika matamu yang kanan menyesatkan engkau, cungkillah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa, dari pada tubuhmu dengan utuh dicampakkan ke dalam neraka.
Dan jika tanganmu yang kanan menyesatkan engkau, penggallah dan buanglah itu, karena lebih baik bagimu jika satu dari anggota tubuhmu binasa dari pada tubuhmu dengan utuh masuk neraka.
Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan isterinya harus memberi surat cerai kepadanya.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah. ( Mat. 5:27-32 )

1. "Setiap orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia di dalam hatinya." 

Ada dua tahap yang menjadikan orang dapat dikatakan "berzinah", tahap yang pertama orang itu memandang perempuan; dan tahap selanjutnya menginginkannya. Tetapi perkataan Tuhan Yesus ini masih belum begitu terang bagi pembaca Injil dalam bahasa terjemahannya, karena itu perlu dikaji lebih dalam lagi.
Memandang perempuan, biarpun kalimat ini ditujukan kepada para kaum pria namun jelas perkataanNya ini berlaku pula bagi kaum perempuan, yang memandang lawan jenisnya dengan cara yang sama. Karena dalam kasus lain pernah juga Tuhan Yesus dihadapkan dengan seorang perempuan penjinah (Yoh. 8:3-10). Dalam hal ini yang dipersoalkanNya adalah cara memandang lawan jenisnya; yaitu bila seseorang memandang lawan jenisnya dengan hasrat berahi, sehingga gairah seksualnya bangkit maka ia termasuk sebagai orang yang dimaksudkan oleh Tuhan Yesus dengan kalimat di atas.
Menginginkannya, kata ini mengandung arti yang jelas bila ditambahkan kata keterangan, karena kata ganti obyek penderita dibelakang kata "menginginkan" yang dimaksud adalah perempuan itu atau lawan jenisnya, tetapi menginginkan perempuan itu untuk apa tidak dikatakanNya lebih jelas. Mungkin para pendengarNya pada waktu itu sudah mengerti maksud perkataanNya itu, yaitu untuk melakukan hubungan seks dengannya yang sudah bangkit gairahnya itu. Pada tahap ini memang secara fisik ia belum melakukan perbuatan itu, tetapi biarpun demikian Tuhan Yesus sudah memperhitungkannya sebagai perbuatan zinah.

Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah. Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?" Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah. Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah. Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya. Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?"  Jawabnya: "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus: "Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang (Yoh. 8:3-11)

2. "Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah."   

Disamping perkataan di atas (yang pertama), Tuhan Yesus juga mengatakan kalimat ke dua yang berkaitan dengan praktek kawin-cerai yang banyak terjadi pada masa itu  dan pada masa sekarang praktek perceraian juga masih banyak dilakukan, bahkan oleh orang-orang percaya yang menikah di gereja dengan "upacara sumpah" untuk tidak bercerai sampai maut memisahkan mereka.
Pada kalimat yang ke dua ini Tuhan Yesus mengatakan bahwa orang yang bercerai atau diceraikan kemudian kawin lagi maka "perkawinan yang baru" itu dianggap tidak syah dan diperhitungkan sebagai perbuatan zinah, biarpun secara sosial , kenegaraan dan kelembagaan sudah dianggap syah. Hal seperti ini terjadi karena adanya penilaian yang berbeda antara "dunia" dan kerohanian. Dalam "kerohanian Kristen" yang diajarkan Tuhan Yesus, yang dipentingkan adalah kemurnian / kesucian hati manusia. Tuhan melihat hati manusia dari pada apa yang nampak dikerjakannya karena setiap tindakan mempunyai motivasi nya sendiri dan masing-masing orang melakukan tindakan yang sama bisa mempunyai motivasi yang berbeda, bahkan satu orang yang sama melakukan suatu perbuatan yang sama pada kesempatan lain bisa pula mempunyai motivasi yang berbeda. ( Ibr. 4:11-13). Pada dasarnya perkawinan adalah suatu kelonggaran (dispensasi) yang diberikan Tuhan kepada manusia agar dapat hidup mensucikan dirinya (1 Kor. 7:6-16 )

Hal ini kukatakan kepadamu sebagai kelonggaran, bukan sebagai perintah.Namun demikian alangkah baiknya, kalau semua orang seperti aku; tetapi setiap orang menerima dari Allah karunianya yang khas, yang seorang karunia ini, yang lain karunia itu. Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku. Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu. Kepada orang-orang yang telah kawin aku -- tidak, bukan aku, tetapi Tuhan -- perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya. Kepada orang-orang lain aku, bukan Tuhan, katakan: kalau ada seorang saudara beristerikan seorang yang tidak beriman dan perempuan itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah saudara itu menceraikan dia. Dan kalau ada seorang isteri bersuamikan seorang yang tidak beriman dan laki-laki itu mau hidup bersama-sama dengan dia, janganlah ia menceraikan laki-laki itu. Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar, tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus. Tetapi kalau orang yang tidak beriman itu mau bercerai, biarlah ia bercerai; dalam hal yang demikian saudara atau saudari tidak terikat. Tetapi Allah memanggil kamu untuk hidup dalam damai sejahtera. Sebab bagaimanakah engkau mengetahui, hai isteri, apakah engkau tidak akan menyelamatkan suamimu? Atau bagaimanakah engkau mengetahui, hai suami, apakah engkau tidak akan menyelamatkan isterimu? (1 Kor. 7:5-16).

Karena itu baiklah kita berusaha untuk masuk ke dalam perhentian itu, supaya jangan seorang pun jatuh karena mengikuti contoh ketidaktaatan itu juga. Sebab firman Allah hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita. Dan tidak ada suatu makhluk pun yang tersembunyi di hadapan-Nya, sebab segala sesuatu telanjang dan terbuka di depan mata Dia, yang kepada-Nya kita harus memberikan pertanggungan jawab. (Ibr. 4:11-13)



Rabu, 09 Mei 2012

RENUNGAN ( 04 ): Tentang Berkat.

Berkat Allah kepada orang beriman seperti air yang mengalir dari mata air yang tidak pernah habis

Berkat yang dimengerti jemaat gereja ada dua, yaitu berkat jasmani dan berkat rohani, tetapi di dalam pengajaran sebagian gereja lebih menitik beratkan kepada berkat jasmani atau berkat duniawi, sedangkan berkat rohani atau berkat sorgawi hanya dijadikan pengajaran pelengkap saja. Bahkan ada gereja yang terang-terangan mengajarkan bagaimana untuk mendapatkan berkat duniawi itu, sehingga hidup mereka penuh kelimpahan berkat duniawi. Secara akademis pengajaran seperti ini dikenal dengan nama Theologi Kemakmuran atau Theologi Sukses.
Dengan dasar theologi ini ada beberapa gereja yang kemudian bertumbuh menjadi besar dengan jumlah jemaat sampai puluhan ribu orang jemaat, bahkan ada yang mencapai ratusan ribu orang jemaat. Mereka dapat membangun komplek gereja seluas beberapa hektar sampai puluhan hektar dengan fasilitas yang lengkap dan istimewa . Dengan hasil pencapaian sedemikian ini maka mereka yakin akan "kebenaran" pengajaran  Theologi sukses itu karena pengalaman kesuksesan duniawi yang mereka peroleh menjadi bukti bahwa mereka diberkati Tuhan, sehingga lebih jauh mereka menyatakan bahwa ajaran itu sudah sesuai dengan Firman Tuhan .Pertanyaan pertama adalah "apakah Tuhan Yesus mengajarkan tentang hal-hal duniawi ? ataukah tentang hal-hal rohani ? ataukah mengajarkan kedua-duanya ?"

Banyak sekali ayat-ayat Alkitab (sekurang-kurangnya ada 120 ayat) yang berbicara tentang berkat, di dalam Perjanjian Lama ada 112 ayat yang tersebar dalam 19 kitab dan di dalam Perjanjian Baru ada 24 ayat yang terdapat dalam 3 Injil dan 9 suratan. Dari begitu banyak ayat-ayat  Alkitab yang membahas tentang berkat, adalah ayat dalam Kitab Maleakhi yang menjadi ayat terpenting dari pengajaran Theologi Sukses itu:

Bawalah seluruh persembahan persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan di rumah Ku dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak membukakan bagimu tingkap-tingkap langit, dan mencurahkan berkat kepadamu sampai berkelimpahan. (Mal. 3:10)

Ini merupakan ayat dalam Alkitab yang menjadi dasar dari ajaran kemakmuran yang diajarkan gereja-gereja itu dan sangat digemari oleh jemaat, terutama jemaat yang mempunyai latar-belakang pengusaha/ pedagang. Dalam prakteknya ajaran ini diyakini jemaat tertentu yang ekonominya kemudian berkembang secara signifikan setelah mereka menjadi anggota jemaat gereja yang mengajarkan Theologi Kemakmuran itu. Tetapi pada kenyataannya tidak semua anggota jemaat mempunyai pengalaman sukses seperti mereka, tetapi kebalikan dari pada itu, banyak atau sebagian besar diantara anggota jemaat gereja tersebut yang tetap mengalami kesulitan ekonomi; alih-alih mengalami kemakmuran yang diharapkan, diantara mereka bahkan ada yang mengalami kesulitan ekonomi yang bertambah parah, karena mereka dalam kesulitannya itu masih berkewajiban untuk menyetorkan persepuluhan kepada "Tuhan" agar mereka dapat diberkati.
Mendapatkan kenyataan seperti ini, kemudian pertanyaan ke dua yang muncul adalah : "Sudah sesuai kah ajaran gereja yang demikian dengan ajaran Tuhan Yesus?"
Sampai disini maka ada dua pertanyaan yang harus dijawab untuk mendapatkan kesimpulan tentang ajaran Theologi Kemakmuran di atas.

1. Apakah Tuhan Yesus mengajarkan tentang hal-hal duniawi ? ataukah tentang hal-hal rohani ? ataukah mengajarkan kedua-duanya?

Bila kita membaca Kitab Injil maka yang didapatkan di dalamnya adalah bahwa Tuhan Yesus banyak menggunakan perumpamaan-perumpamaan untuk memberitahukan ajaranNya tentang Kerajaan Sorga. Dan tanpa perumpamaan Tuhan tidak mengajar segala sesuatu kepada murid-muridNya dan kepada orang banyak. Dan dikatakanNya juga bahwa Ia mengajar dengan perumpamaan agar yang mendengarkanNya tidak mengerti dan yang melihatnya tidak menanggap; tetapi kepada murid-muridNya diberikanNya karunia untuk mengerti arti perumpamaan-perumpamaan yang diajarkanNya itu.                                                                                                                                        

Mat. 13:11-17  Jawab Yesus: "Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak. Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apa pun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya. Itulah sebabnya Aku berkata-kata dalam perumpamaan kepada mereka; karena sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti. Maka pada mereka genaplah nubuat Yesaya, yang berbunyi: Kamu akan mendengar dan mendengar, namun tidak mengerti, kamu akan melihat dan melihat, namun tidak menanggap. Sebab hati bangsa ini telah menebal, dan telinganya berat mendengar, dan matanya melekat tertutup; supaya jangan mereka melihat dengan matanya dan mendengar dengan telinganya dan mengerti dengan hatinya, lalu berbalik sehingga Aku menyembuhkan mereka.
Tetapi berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar.  Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.

Mat. 13:34  Semuanya itu disampaikan Yesus kepada orang banyak dalam perumpamaan, dan tanpa perumpamaan suatu pun tidak disampaikan-Nya kepada mereka, supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi: "Aku mau membuka mulut-Ku mengatakan perumpamaan, Aku mau mengucapkan hal yang tersembunyi sejak dunia dijadikan."

Jadi yang diajarkanNya adalah tentang rahasia Kerajaan Sorga bukan tentang Kerajaan Dunia. Dengan perkataan lain bahwa Tuhan Yesus jelas mengajarkan hal-hal yang bukan duniawi, melainkan mengajarkan hal-hal yang rohani. Dan tentang hal-hal duniawi Ia hanya memberikan nasihat agar manusia tidak kuatir akan segala sesuatu tentang hidupnya, baik soal makan-minum-pakaian maupun masa depan mereka.

Mat. 6:25-34  "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai? Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."

Dalam doa yang diajarkan Tuhan kepada murid-muridNya, Ia sekali lagi menegaskan bahwa orang tidak perlu meminta hal-hal duniawi dalam doanya, karena Tuhan sudah mengetahui kebutuhannya. Tetapi Ia mengajarkan untuk berdoa meminta mengenai hal-hal yang rohani, sehingga dapat terlepas dari jerat iblis dan setan.

Mat. 6:8-13  Jadi janganlah kamu seperti mereka, karena Bapamu mengetahui apa yang kamu perlukan, sebelum kamu minta kepada-Nya. Karena itu berdoalah demikian: Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami; dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi lepaskanlah kami dari pada yang jahat. [Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.]

2. Apakah ajaran gereja tentang kemakmuran sesuai dengan ajaran Tuhan Yesus? 

Dari kesimpulan pada pertanyaan pertama di atas maka dapat pula untuk mengambil kesimpulan untuk pertanyaan yang ke dua. Ajaran tentang kemakmuran yang dikenal dengan Theologi Sukses itu lebih menitik beratkan pada hal-hal yang duniawi daripada hal-hal yang rohani, sedangkan ajaran Tuhan Yesus jelas dan dengan tegas menekankan hanya pada hal-hal rohani. Bila demikian maka dapat dengan tegas pula di ambil kesimpulan bahwa ajaran gereja tentang kemakmuran tidak sesuai dengan ajaran Tuhan Yesus. Kesimpulan ini juga sesuai dengan perkataan Tuhan Yesus bahwa tidak dapat seorang  secara bersamaan menghambakan dirinya pada Allah dan kepada Mamon.

Mat. 6:24  Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon."

Dari pembahasan di atas maka dapat diambil suatu pelajaran bahwa masalah berkat duniawi bagi masing-masing orang adalah merupakan hak Allah (hak prerogatif Allah) untuk memberikan secara berkelimpahan ataukah secukupnya saja tanpa membeda-bedakannya. Karena Allah memberi berdasarkan kerelaanNya sendiri, tidak tergantung pada keadaan orang yang bersangkutan dan telah ditentukanNya jauh sebelum orang yang bersangkutan dilahirkan ke dunia. Apabila Allah telah menentukan seseorang untuk memperoleh berkat duniawi yang berlimpah, biarpun ia tidak hidup sesuai dengan yang diinginkan Allah, orang tersebut tetap memperoleh berkat duniawi yang berlimpah. Sebaliknya orang yang ditentukanNya untuk mendapat berkat secukupnya saja, biarpun ia sudah beriman kepada Tuhan Yesus dan menjadi orang yang saleh, tetap saja ia tidak akan mendapatkan berkat yang berlimpah. Karena dimata Tuhan, seorang yang diberikanNya berkat yang banyak diharapkan dapat menggunakan semua yang dimilikinya untuk memuliakanNya dengan perbuatan "Kasih" (Luk. 16:9). Sebaliknya kepada seorang yang diberikan berkat hanya secukupnya saja juga diinginkanNya untuk dapat memuliakan Tuhan dengan perbuatan "Kasih" dengan keberadaannya itu.
Jadi baik yang berkelimpahan berkat maupun yang tidak berkelimpahan berkat sama-sama dapat memuliakan Tuhan dengan perbuatan "Kasih" yang menyenangkanNya.

Luk.16:9 Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi."

Bahkan lebih lanjut Tuhan Yesus mengatakan dengan perumpamaan, bahwa orang kaya akan sangat sulit untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Dengan pernyataanNya itu dapat dimengerti bahwa Tuhan Yesus tidak mungkin mengajarkan murid-muridNya dan orang banyak yang datang kepadaNya, 'Theologi Kemakmuran' itu. Karena Tuhan Yesus menginginkan semua orang yang percaya kepadaNya dapat masuk ke dalam KerajaanNya. 

Mat.19:23-24  Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga. Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah." (bersambung...lihat renungan tentang: 'Persembahan Persepuluhan')


Kamis, 03 Mei 2012

RENUNGAN ( 03 ): Tentang Berserah


Kalimat ini sangat sering kita dengar diucapkan orang-orang beriman dalam percakapan mereka sehari-hari, baik di gereja maupun di luar gereja, di pasar- pasar, di mal-mal, di jalan atau di tempat-tempat lain. Kadang orang mengucapkan perkataan ini tidak memahami maknanya secara jelas, karena “berserah” sering rancu dengan “pasrah”. Padahal bila kita mau menyelidiki maknanya akan kita temukan perbedaan yang cukup jauh, sehingga dalam memahami kalimat “Berserah kepada Allah” mempunyai pengetahuan yang tepat dan jelas sesuai dengan yang dimaksud dengan pengajaran Tuhan Yesus.


Berserah adalah kata kerja aktif yang bermakna menyerahkan segala sesuatunya kepada Allah karena percaya, bahwa Allah akan memeliharanya dan memberikan yang terbaik kepadanya. Sedangkan Pasrah adalah kata kerja pasif yang bermakna menyerahkan segalanya kepada Allah karena ia sudah tidak berdaya lagi, atau telah menyerah kalah, tidak dapat melawan lagi. Didalam kerohanian jelas sekali perbedaannya, berserah adalah tindakan iman yang mempersilahkan Tuhan untuk campur tangan dalam hidupnya, sedangkan pasrah adalah ungkapan yang mencerminkan keputus-asaan, bukan karena iman.


Pengajaran Tuhan Yesus mengenai “Berserah“ dapat kita temukan dalam Injil, yang pada dasarnya dapat kita bedakan menjadi dua prinsip, yaitu:


Prinsip pertama adalah Hidup Menurut Roh.

Marilah kepadaku , semua yang letih dan lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. Pikul lah kuk yang kupasang dan belajarlah pada Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban Ku pun ringan. (Mat.11:28-30)  

Ini adalah perkataan Tuhan Yesus yang dengan terbuka mengajak kita untuk datang dan menyerahkan hidup kita kepadanya, dengan janji akan diberikan kelegaan dan ketenangan hidup. Tetapi yang datang kepadaNya akan diberi beban atau kuk, yaitu pelajaran untuk memikul salib atau pelajaran untuk mengendalikan diri sehingga dapat hidup menurut Roh. Adalah suatu beban yang tidak berat bila kita mau datang dengan sukarela dan percaya kepadaNya. Jiwa kita akan menjadi tenang, karena semua persoalan hidup sudah dipercayakan kepada Tuhan dan  percaya bahwa Tuhan akan mengatur segalanya.. Maka tidak ada lagi perasaan kuatir dalam hati dan tidak ada ambisi untuk melakukan segala sesuatu yang diluar kemampuan diri sendiri. Sehingga mampu hidup dengan mengikuti aliran nasib yang telah ditentukan Tuhan. Dalam hal ini bukan berarti bisa bermalas-malasan dan hanya menerima nasib saja, melainkan sebaliknya harus aktif dan rajin bekerja serta mengusahakan pekerjaan itu sebaik-baiknya dan memandang pekerjaan yang kita lakukan itu sebagai suatu persembahan yang memuliakan nama Tuhan Yesus.
Jiwa yang tenang adalah hati yang dipenuhi sukacita damai sejahtera, yang berarti orang yang demikian telah menemukan harta yang terpendam atau mendapatkan mutiara yang berharga dalam perumpamaan yang diceritakan Tuhan Yesus (Mat.13:44-46). Ia adalah orang yang telah menemukan kebenaran Kerajaan Allah (Mat.6:33).

Mat. 6:33 Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.


Mat.13:44-46 "Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu. Demikian pula hal Kerajaan Sorga itu seumpama seorang pedagang yang mencari mutiara yang indah. Setelah ditemukannya mutiara yang sangat berharga, ia pun pergi menjual seluruh miliknya lalu membeli mutiara itu."

Prinsip ke dua adalah Hidup Sehari Saja.

Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.  (Mat.6:34)

Dengan perkataan ini Tuhan Yesus mengajarkan agar tidak berpikir melantur tentang segala sesuatu yang belum diketahui. Bilamana menemukan suatu masalah atau kesulitan haruslah berpikir cukup pada masalah itu saja dan mencari penyelesaiannya, tidak perlu memperpanjangnya dengan pengandaian-pengadaian menurut pikiran / imajinasi sendiri, karena bagaimana yang akan terjadi besok kita tidak tahu dan tidak mempunyai kuasa untuk mengaturnya. Setelah mendapatkan penyelesaian yang terbaik maka harus dilaksanakan semaksimal mungkin, kemudian menunggu hasilnya dan besok harinya baru dipikirkan lagi bila memang masalahnya belum terselesaikan. 
Banyak orang yang tertipu oleh pikirannya sendiri dan seringkali  suatu masalah menjadi semakin rumit, sehingga harus mengorbankan banyak waktu, biaya dan pikiran yang sebetulnya tidak perlu. Dengan hidup sehari demi sehari maka suatu perkara yang sangat besar bagaimanapun akan dapat terselesaikan dengan mudah, prinsip seperti ini  yang digunakan oleh orang lemah yang  memindahkan barang yang sangat berat, yaitu dengan cara memindahkan barang itu sebagian demi sebagian, sehingga dengan ketekunannya barang dapat dipindahkan tanpa kesulitan yang berarti. Demikian pula halnya dengan persoalan hidup, semua orang yang bersangkutan akan memandang betapa sangat beratnya persoalan hidup yang dihadapinya, tetapi bila ia mau mengerjakannya dengan prinsip ini maka pada waktunya nanti persoalan itu dapat terselesaikan dengan baik.

Banyak orang beriman mengucapkan “Berserah kepada Allah” namun mereka tidak melakukan dua prinsip diatas, sehingga semakin hari menjadi semakin jauh dari Tuhan dan tidak jarang pula yang jatuh ke dalam jerat setan. Mereka meninggalkan Tuhan, bersekutu dengan setan, bahkan ada yang putus-asa dan bertindak nekat membunuh dirinya sendiri. Berserah kepada Tuhan bukanlah sekedar teori atau olah pikir tetapi harus melalui pergumulan iman di dalam praktek kehidupan yang nyata, dimana seorang beriman setelah mengalami pergumulan itu baru akan mengerti, memahami dan menghayati bagaimanakah harus  berserah yang sesungguhnya. Jadi untuk dapat mengetahui makna "berserah" seperti yang dimaksud Tuhan, orang beriman harus mengalami dan merasakan terlebih dahulu di dalam hidupnya. Adalah sangat mudah untuk mengucapkan kalimat itu, tapi mengucapkannya dengan mengetahui makna yang benar membutuhkan banyak pengorbanan, baik uang, waktu maupun perasaan . 
Orang beriman yang mengetahui makna berserah dengan benar adalah orang yang telah menemukan kebenaran Kerajaan Allah, maka ia akan selalu merasakan sukacita damai sejahtera dalam hatinya, dimanapun ia berada dan pada situasi apa saja .

RENUNGAN ( 02 ): Tentang Perkawinan


Perkawinan dalam perspektif Kristen mempunyai kekhususan  tersendiri, karena perkawinan kristen merupakan dispensasi/ kelonggaran yang diberikan Tuhan kepada orang beriman; Perkawinan bukan merupakan perintah Allah yang selama ini dipahami oleh orang kebanyakan,  yang  menggunakan dasar ayat -ayat Perjanjian Lama (Kej.1:28; 9:1; 35:11), karena Perjanjian Lama adalah  gambaran tentang kehendak dan rencana Allah terhadap umat Nya. Perintah agar  beranak cucu yang sebenarnya adalah perintah untuk beranak-cucu rohani. Perkawinan diperbolehkan supaya seorang beriman yang tidak dapat mengendalikan dirinya, tidak terbakar oleh hawa nafsunya (1Kor.7:9); sehingga rohani orang beriman itu tidak mati. Kehendak dan rencana Nya adalah supaya manusia menguduskan dirinya dan menjadi sempurna seperti Dia, sehingga bisa hidup bahagia bersamaNya dalam Kerajaan Sorga. Maka hukum yang berlaku bagi orang yang menikah adalah perkataan Yesus bahwa “Apa yang telah dipersatukan oleh Allah, tidak boleh diceraikan manusia”(Mat.19:6), karena hanya maut atau kematian yang dapat memisahkan mereka dari pasangannya.

Kej.1:28. Allah memberkati mereka, lalu Allah berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyak; penuhilah bumi dan taklukkanlah itu, berkuasalah atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas segala binatang yang merayap di bumi."

Kej.9:1. Lalu Allah memberkati Nuh dan anak-anaknya serta berfirman kepada mereka: "Beranakcuculah dan bertambah banyaklah serta penuhilah bumi. 

Kej.35:11 Lagi firman Allah kepadanya: "Akulah Allah Yang Mahakuasa. Beranakcuculah dan bertambah banyak; satu bangsa, bahkan sekumpulan bangsa-bangsa, akan terjadi dari padamu dan raja-raja akan berasal dari padamu. 

1 Kor.7:9. Tetapi kalau mereka tidak dapat menguasai diri, baiklah mereka kawin. Sebab lebih baik kawin dari pada hangus karena hawa nafsu. 

Mat.19:6. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia."

Tuhan Yesus jelas tidak menentang perkawinan, tetapi Ia tidak memberikan sedikit celah pun untuk bercerai bagi perkawinan orang-orang beriman. Sehingga apabila dikemudian hari pasangan itu ada masalah atau ketidak-cocokan diantara mereka, maka mereka harus mau saling mengoreksi diri dan menerima kekurangan pasangannya agar mereka dapat hidup bahagia dan membahagiakan pasangannya. Dalam hal ini jelas pengajaran yang diberikan oleh Tuhan kepada orang beriman, yaitu biarpun mereka tidak dapat memenuhi kehendak Allah secara maksimal, tetapi mereka diharapkan dapat mengalami pertumbuhan iman bersama pasangannya,  sehingga mereka dapat memperoleh keselamatan yang dijanjikan Allah. Bilamana pasangannya meninggal,  yang masih hidup memperoleh kebebasan sebagai orang merdeka. Dan ia bebas memilih apakah hendak mencari pasangan lagi, atau hidup mensucikan diri bagi Allah. Kepada mereka yang mencari pasangan lagi maka hukum yang berlaku adalah “Setiap orang yang menceraikan istrinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah” (Luk.16:18). Hukum diatas hanya berlaku bagi orang-orang beriman, dan tidak berlaku bagi orang yang tidak beriman. Bila seorang tidak beriman bercerai dari pasangannya, kemudian ia mengikut Yesus, maka ia dianggap sebagai orang baru dan masa lalunya tidak diperhitungkan. Karena segala dosa dan kesalahannya sudah ditebus oleh kematian dan darah Yesus. Ia bebas kawin dengan pasangan yang dipilihnya.

Luk.16:18. Setiap orang yang menceraikan isterinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah." 

Jika ada pasangan orang beriman yang karena sesuatu hal kemudian memutuskan untuk berpisah, maka masing-masing tidak diperbolehkan mencari pasangan lain sebagai penggantinya, selama pasangannya masih hidup. Jika seorang beriman ditinggal mati oleh pasangannya dan mempunyai anak yang masih belum dewasa, maka sebaiknya ia menunda perkawinannya sampai anaknya mandiri, karena anak itu masih menjadi tanggung-jawab dan berhak mendapat pemeliharaan dari orang tuanya yang masih hidup. Jika seorang tidak beriman yang mempunyai istri lebih dari satu, kemudian percaya kepada Yesus maka ia wajib untuk meninggalkan semua istrinya dan hidup dengan istri pertamanya saja. Jika istri yang pertama tidak mau percaya kepada Yesus dan ada diantara istrinya yang percaya kepada Yesus, maka istrinya yang beriman itu boleh menjadi pasangan hidupnya. Jika ada lebih dari satu istrinya yang mau beriman kepada Yesus, maka yang menjadi pasangan hidupnya adalah istrinya yang lebih tua. Sedangkan istri yang diceraikan bebas untuk mencari pasangan hidupnya menurut hukum diatas. Demikianlah perkawinan menurut Tuhan Yesus, maka murid-muridNya memilih untuk tidak kawin saja (Mat.19:10).Tetapi menurut Tuhan Yesus orang yang tidak kawin dikarenakan oleh tiga hal, tetapi satu yang dikehendaki Tuhan Yesus, yaitu tidak kawin karena Kerajaan Allah. 

Mat.19:10. Murid-murid itu berkata kepada-Nya: "Jika demikian halnya hubungan antara suami dan isteri, lebih baik jangan kawin." 

Injil Matius mencatat perkataan Tuhan Yesus didalam pasal 19:12, yang berbunyi:“... Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauannya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga.”

Orang yang tidak dapat kawin karena mempunyai cacad pada alat reproduksinya sejak dari lahir, jelas orang demikian tidak mungkin dapat memilih pasangannya, karena tidak akan ada yang mau mengawininya atau dikawininya.
Orang yang tidak dapat kawin karena orang lain, banyak yang menyebabkannya antara lain, karena dikebiri orang lain (hal ini terjadi pada jaman kerajaan, dimana pelayan-pelayan laki-laki di istana raja harus dikebiri, untuk menghindari perjinahan di dalam istana). Atau karena terjadi kecelakaan yang menyebabkan alat reproduksinya rusak. Atau karena penyakit yang merusak alat reproduksinya. Atau karena tidak ada yang mau kawin dengannya.
Orang yang tidak kawin karena Kerajaan Sorga, adalah orang yang karena imannya memilih untuk tidak kawin dan menyerahkan hidupnya seutuhnya kepada Tuhan sebagai persembahan yang hidup dan bagi pelayanan kepada Tuhan.

Perkataan Tuhan Yesus diatas itu telah disalah-tafsirkan oleh beberapa orang beriman pada beberapa abad awal kekristenan, mereka mengamalkan ayat ini dengan melakukan praktek mengebiri dirinya sendiri. Terlalu naif orang yang melakukan firman dengan cara seperti itu,  adalah suatu pengamalan firman Tuhan yang keliru, karena yang dikehendaki Tuhan adalah kesucian hati (Ul.10:16; Rm.2:29) bukan perbuatan pengebirian diri. Hal ini sebenarnya sudah diajarkan didalam Perjanjian Lama dengan perintah sunat, yang menjadi tanda bagi bangsa Israel untuk mengingatkan mereka pada perintah Allah agar  mereka tidak melakukan perbuatan zinah.

Ul.10:16. Sebab itu sunatlah hatimu dan janganlah lagi kamu tegar tengkuk. 

Rm.2:29. Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah.

Seorang yang tidak kawin atau yang dikebiri sekalipun bila hidupnya tidak mengalami pembaharuan diri,  keberadaannya tidak akan diperhitungkan  Allah, karena ia dipandang Tuhan sebagai seorang jahat yang harus mendapatkan hukuman kekal. Karena yang dinilaiNya adalah buah Roh yang dihasilkan imannya, yaitu: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Gal.5:22 ).

Seorang yang mempunyai Kasih maka : Ia harus orang yang sabar, murah hati, tidak cemburu, tidak megahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu (1Kor.13:4-7).

Seorang yang mempunyai sukacita adalah orang yang menjalani hidup dengan hati yang gembira, bergairah, peramah dan murah senyum, dimana ia menjalani hidupnya dengan ringan tanpa tekanan yang berarti, dan tidak merasakan beban yang terlalu berat.

Seorang yang mempunyai damai sejahtera adalah orang yang selalu bersyukur atas apa yang diperolehnya sebagai berkat dari Tuhan, tidak ambisius, tidak serakah, dan jiwanya selalu dalam keadaan tenang .

Seorang yang mempunyai kesabaran adalah orang yang selalu dapat menunggu segala sesuatu, dapat mengerti kelemahan orang lain dan mempunyai persediaan maaf yang tidak terbatas.

Seorang yang mempunyai kemurahan adalah orang yang selalu mau memberi kepada orang lain, baik waktu, harta-benda, maupun memberikan hidupnya.

Seorang yang mempunyai kebaikan adalah orang yang selalu melakukan segala sesuatu demi kepentingan orang lain dan kebaikan bersama.

Seorang yang mempunyai kesetiaan adalah orang yang tidak mudah berubah pikiran dan melakukan segala sesuatu sesuai dengan apa yang telah diucapkannya sama dengan kata hati nuraninya.

Seorang yang mempunyai kelemahlembutan adalah orang yang memperlakukan orang lain dengan penuh kasih dan penuh perhatian.

Seorang yang mempunyai penguasaan diri adalah orang yang dapat menahan diri untuk tidak melakukan perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain dan tidak melakukan segala sesuatu yang dibenci Tuhan.

RENUNGAN ( 01 ): Tentang Berniaga dan Ekonomi

Bila kita berbicara tentang berniaga atau ekonomi pasti yang kita pikirkan adalah uang. Hal ini tidak dapat dihindarkan sebab uang adalah alat tukar dalam kegiatan ekonomi, bahkan telah menguasai segala segi kehidupan manusia. Tidak terkecuali dengan orang beriman, juga tidak dapat melepaskan diri dari kegiatan ekonomi dan uang, sebab kita hidup didalam lingkungan dunia yang sudah terpola dan masuk kedalam sistem ekonomi dunia. Agar kita tetap dapat mengamalkan iman maka kita harus mengerti bagaimanakah pandangan Alkitab atau lebih khusus lagi pandangan Tuhan Yesus terhadap kegiatan ekonomi dan uang? Secara eksplisit kita tidak akan menemukan petunjuk mengenai kegiatan ekonomi di dalam Alkitab, karena Tuhan Yesus mengajarkan hal rohani bukan hal jasmani. Tetapi secara implisit kita dapat menggunakan perkataan Tuhan Yesus sebagai dasar dalam melakukan kegiatan ekonomi, sehingga orang beriman yang melakukan kegiatan ekonomi tidak terhambat imannya.

Terdapat beberapa ayat firman Tuhan yang dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan kegiatan ekonomi dan uang yang sesuai dengan kehendak Nya, yaitu:

1) “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” ( Mat.10:16 )

Perkataan Tuhan Yesus ini mempunyai makna bahwa sebagai seorang beriman yang hidup di dalam sistem dunia (yang sangat kejam) harus menggunakan hikmat, agar tidak mudah tertipu oleh segala upaya-upaya licik yang dilakukan oleh orang-orang dunia. Tetapi ia tidak boleh melupakan kejujuran, keramahan, kebaikan, kemurahan, dan persaudaraan. Prinsip ini berlaku pula bagi orang beriman dalam melakukan kegiatan ekonomi dan mengelola uang.

Orang dunia menggunakan prinsip “Dengan modal sekecil-kecilnya untuk mendapat laba sebesar-besarnya”, dengan prinsip ini maka semakin kecil modal yang dikeluarkan untuk mendapat keuntungan yang sangat besar dianggap suatu keberhasilan yang diidam-idamkan. Oleh karena itu terkadang untuk mencapai tujuannya tidak segan-segan orang melakukan perbuatan yang tidak pantas; merugikan orang lain, melakukan kecurangan-kecurangan, bahkan ada yang sampai rela bersekutu dengan setan.

Tetapi orang beriman menggunakan prinsip “Cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” dengan mengutamakan kejujuran, keramahan, kebaikan, kemurahan, dan persaudaraan, sehingga memberikan peluang bagi pertumbuhan imannya.

Hal ini dapat dilakukan karena sebagai orang beriman, ia tahu bahwa berkat duniawi berasal dari Tuhan yang memberi semua orang, masing-masing menurut takarannya sendiri-sendiri (ada yang diberi sangat banyak, ada yang diberi banyak, dan ada yang diberi secukupnya saja) dan manusia tidak dapat mengubahnya, baik untuk menambah atau menguranginya.. Jadi selama orang mau berusaha dan bekerja keras dan tidak malas, maka berkat pasti akan diturunkan kepadanya sesuai dengan takaran yang diberikan Tuhan dengan tidak membeda-bedakan, apakah orang itu berbuat baik atau berbuat jahat, berkulit putih atau berwarna, tinggi atau pendek, gemuk atau kurus. Karena Tuhan memberikan semua itu berdasarkan kerelaan dan otoritas Nya sendiri. Maka tidak ada alasan untuk menjadi kuatir karena Tuhan Yesus berfirman bahwa burung-burung diudara pun dipelihara, dan bunga rumput pun dihiasi dengan bunga yang cantik (Mat:6:25-34) apalagi orang yang beriman kepadaNya.

Adalah suatu perbuatan yang sangat bodoh apabila sudah tahu dasar Tuhan memberikan berkatNya itu, lalu berusaha memperolehnya dengan melakukan perbuatan-perbuatan jahat yang dibenci Tuhan.

"Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian? Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu? Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal, namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannya pun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu. Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya? Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?
Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." (Mat. 6:25-34)

2) Dan Aku berkata kepadamu: Ikatlah persahabatan dengan mempergunakan Mamon yang tidak jujur, supaya jika Mamon itu tidak dapat menolong lagi, kamu diterima di dalam kemah abadi. ( Luk.16:9 )

Ini merupakan perintah yang harus dilakukan oleh orang beriman setelah memperoleh berkat duniawi, karena dengan mempergunakan uang untuk perbuatan-perbuatan baik atau perbuatan kasih yaitu dengan membantu orang yang sedang terkena musibah, orang yang meminta pertolongan, dan orang-orang yang kurang beruntung dalam hidupnya, maka kita seperti sedang menabung harta di Sorga. Efek yang dapat orang percaya adalah pada pertumbuhan imannya, yang pada gilirannya akan menghasilkan buah Roh yang disukai Tuhan.

Luk.16:13 “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.”

Dengan melakukan perintah Tuhan Yesus itu berarti seorang beriman tidak memberhalakan uang (mamon), karena itu ia bukan hamba mamon, melainkan menjadi hamba Tuhan. Bukankah sebagai hamba Tuhan seorang beriman harus melakukan semua yang diperintahkan Tuhan kepada kita dengan taat dan hati penuh sukacita, sehingga Tuhan berkenan terhadap semua yang ia lakukan bagi Nya.

3) Lalu kata Yesus kepada mereka: “Kalau begitu berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan kepada Allah!” ( Luk.20:25 )

Kaisar atau pemerintah adalah wakil Tuhan untuk mengatur manusia yang hidup di dunia. Dan untuk kegiatannya pemerintah membutuhkan dana atau uang yang diperlukan untuk membayar pegawai-pegawainya, dan membiayai sarana dan prasarananya, sehingga tugas pemerintah itu dapat berjalan dengan lancar.

Pemerintah memperoleh dana berupa pajak yang dikumpulkan dari warga negara yang mampu. Adalah suatu kewajiban bagi seorang warga negara yang beriman untuk membayar pajak kepada pemerintah, karena ini juga merupakan perintah Tuhan Yesus.

Luk.18:24-25 Lalu Yesus memandang dia dan berkata: “Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.”

Ini merupakan suatu keluhan Tuhan Yesus terhadap orang-orang yang mendapat berkat yang sangat banyak dari Nya namun hatinya melekat pada mamon.

Hal ini terjadi karena orang itu tidak beriman atau masih hidup menurut daging . Jadi seorang yang beriman pun bila hidup menurut daging, hatinya akan melekat pada mamon.

Adalah suatu hal yang sangat sulit bagi seorang kaya untuk hatinya tidak melekat pada mamon, sebab kekayaannya itu sudah merupakan suatu kesenangan dan telah memberikan kepuasan kepadanya. Semakin besar kekayaan yang ia punyai maka semakin kuat pula daya tarik mamon bagi dirinya, sehingga semakin sulit pula ia melepaskan diri dari padanya.

Bilamana seorang beriman hidup dalam Roh niscaya seberapa banyak kekayaan yang ada padanya tidak akan membuatnya terikat pada mamon, sebab hatinya telah melekat pada Tuhan. Bahkan kekayaan yang dimilikinya itu bermanfaat baginya untuk mendukung pertumbuhan imannya. Karena ia akan selalu ingat perkataan Tuhan, bahwa “manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (Mat.4:4).