Jumat, 11 Januari 2013

Pahlawan-Pahlawan Iman Tuhan Yesus Kristus (10)

Penganiayaan di Inggris (1401-1541)

Selama pemerintahan Raja Edward III (1327-1377), gereja di Inggris mengalami kemunduran karena campur tangan manusia mengalahkan kuasa Roh Kudus. Cahaya Injil Kristus yang sejati dengan jelas telah dipadamkan oleh kegelapan doktrin manusia, upacara yang membebani, dan berbagai ritual. Pada saat yang sama, para pengikut Wyclijfe, para pembaru yang disebut Lollard, telah menjadi sangat banyak sehingga para imam merasa terganggu; dan meskipun para imam menganiaya mereka dengan cara yang licik, para imam itu tidak berkuasa untuk membunuh mereka.


Setelah perebutan kekuasaan di takhta Inggris oleh Henry IV pada 1399, kaum Lollard mengalami penganiayaan yang makin meningkat. Segera sesudah itu, para pejabat gereja membujuk raja untuk memperkenalkan rancangan undang-undang ke parlemen untuk mengutuk Lollard yang masih bersikeras pada keyakinan mereka yang baru dan menyerahkan mereka kepada penguasa sekuler untuk dibakar sebagai bidat. Meskipun mendapat perlawanan yang kuat dari Lollard di DPR, undang-undang De haeretico comburendo (Tentang Pembakaran Bidat) dikeluarkan Parle men pada 1401, dan segera dijalankan. Undang-undang yang disahkan untuk membakar orang-orang karena keyakinan keagamaan mereka dijalankan untuk pertama kalinya di Inggris.

Martir pertama yang mati di bawah undang-undang baru ini adalah imam bernama William Santree [atau Santee] - ia dibakar di "Smithfield.

Segera setelah itu, Uskup Agung Canterbury, Thomas Arundel, dan uskup-uskupnya mulai bergerak menentang Sir John Oldcastle (Lord Cobham), pengikut Wycliffe yang popular dan ternan pribadi Henry IV, yang mereka tuduh mengutus orang-orang lain yang tidak diberi hak oleh para uskup untuk berkhotbah dan mendukung ajaran sesat menentang sakramen gereja, patung, perjalanan ziarah, dan paus. Namun, sebelum bisa menuduh orang itu, mereka tahu mereka harus mendapatkan bantuan raja. Raja mendengarkan mereka dengan sopan kemudian menyuruh mereka berurusan dengan Sir John dengan hormat dan memulihkan posisinya di gereja melalui kelembutan. Ia juga menawarkan untuk perdebatan dengan Sir John demi mereka. Segera setelah itu, ia mengutus orang kepada Sir John dan mengingatkannya untuk kembali ke induk gereja kudus, dan seperti anak taat, mengakui bahwa ia pantas mendapat hukuman karena ia telah bersalah.

Sir John menjawab:
Raja yang paling layak, engkau tahu saya selalu siap dan bersedia taat karena saya tahu engkau adalah raja Kristen dan hamba Allah yang diurapi serta engkau memanggul pedang untuk menghukum orang yang berbuat jahat dan melindungi orang yang benar. Di sebe1ah Allah yang kekal, saya berutang ketaatan kepadamu, dan saya siap, seperti yang sudah-sudah agar menyerahkan semua yang saya miliki baik uang maupun harta benda untuk melakukan hal yang engkau perintahkan kepada saya dalam Tuhan. Namun, mengenai pemimpin Gereja Roma dan pejabat gerejanya, saya tidak berutang kehadiran maupun pelayanan kepada mereka karena saya tahu me1alui Alkitab bahwa ia adalah antikris, anak kebinasaan, musuh Allah seeara terbuka dan musuh yang berdiri di tempat yang kudus yang dibicarakan Daniel.

Ketika raja mendengar ini, ia tidak memberi jawaban dan meninggalkan ruangan.

Uskup Agung sekali lagi mendekati raja berkenaan dengan Sir John, lalu ia diberi kuasa untuk menuduhnya, memeriksanya, dan menghukumnya sesuai dengan keputusan mereka yang jahat: Hukum Gereja yang Kudus. Namun, ketika Sir John tidak muncul di depan mereka sesuai permintaan mereka, Uskup Agung mengutuknya karena penolakannya yang merendahkan terhadap otoritas. Kemudian ketika diberi tahu bahwa Sir John mengejeknya, menghina segala sesuatu yang ia kerjakan; mempertahankan pendapatnya yang sama; memandang kekuasaan gereja, keagungan uskup dan ordo keimaman dengan muak; ia marah secara terbuka dan mengucilkannya.

Sebagai balasan, Sir John Oldcastle menulis pengakuan iman secara pribadi dan membawanya kepada temannya, Henry IV, yang ia harapkan akan menerimanya dengan gembira. Namun sebaliknya, raja menolaknya dan memerintahkan agar hal itu diberikan kepada Uskup Agung dan sidang uskup yang akan menghakiminya. Ketika Sir John tampil di depan sidang dan di hadapan raja, ia meminta agar seratus ksatria dikumpulkan untuk mendengarkan kasusnya dan menilai ia sebab ia tahu bahwa mereka akan membersihkannya dari semua kebidatan. Untuk membersihkan dirinya sendiri, ia bahkan menawarkan untuk berperang sampai mati melawan orang yang tidak setuju dengan imannya, sesuai dengan Hukum Kekuasaan. Akhirnya, ia dengan lembut menyatakan bahwa ia tidak akan menolak koreksi apa pun yang sesuai dengan firm an Allah, tetapi akan menaatinya dengan lemah lembut. Ketika ia selesai, raja membawanya ke ruangan pribadinya, dan saat itulah Sir John pertama kali memberi tahu raja bahwa ia telah mcmahon kepada Paus kemudian menunjukkan kepadanya hal yang telah ia tulis. Raja dengan marah memerintahkan ia untuk menunggu keputusan Paus, dan jika ia harus menyerah kepada Uskup Agung, Sir John hams melakukannya, dan ia jangan naik banding lagi. Semua itu ditolak Sir John, dan Raja memerintahkan agar ia ditangkap dan dipenjarakan di Menara London.

Oleh karena popularitas dan kehormatan Sir John Oldcastle yang besar, Uskup Agung memproses pengadilannya dengan lambat selama beberapa minggu dari September sampai Desember, tetapi hukumannya telah diputuskan terlebih dahulu, dan kutukan atas kebidatan John serta hukuman mati yang akan ia jalani dengan cara digantung dan dibakar tidak mengejutkan seorang pun.

Dalam pembelaannya, Sir John menulis ini:

Tentang patung, saya tahu bahwa patung bukanlah masalah iman, tetapi dimaksudkan demikian karena iman kepada Kristus ditolerir oleh gereja untuk mewakili dan memunculkan dalam pikiran penderitaan Tuhan kita Yesus Kristus serta kemartiran dan kehidupan orang kudus lain yang baik. Namun, siapa pun yang memberikan penyembahan yang seharusnya diberikan kepada Allah kepada patung yang mati, atau meletakkan harapan, dan kepercayaan untuk mendapatkan pertolongan darinya seperti yang seharusnya ia lakukan kepada Allah semata, atau memiliki rasa cinta yang lebih besar kepada mereka daripada kepada Allah, ia melakukan dosa.

Selain itu, saya tahu sepenuhnya, bahwa setiap orang di bumi ini adalah peziarah menuju kebahagiaan atau penderitaan, dan orang yang tidak tahu perintah Allah yang kudus, dan melakukannya dalam hidupnya di sini meskipun ia mungkin menjalani ziarah ke seluruh dunia dan mati ketika melakukannya, ia akan dihukum; tetapi orang yang tahu perintah Allah yang kudus dan melakukannya; ia akan diselamatkan meskipun ia dalam hidupnya tidak pernah me1akukan ziarah, seperti dilakukan orang-orang sekarang, ke Canterbury, atau ke Roma, atau ke tempat lainnya.


Pada hari yang ditentukan untuk eksekusinya, Sir John Oldcastle dibawa keluar dari Menara London dengan tangan diikat di be1akang tubuhnya. Ia tersenyum dengan gembira kepada orang-orang di sekitarnya. Kemudian ia dibaringkan di atas api seolah-olah ia adalah pengkhianat kerajaan yang mengerikan dan diseret ke lapangan St. Gile. Ketika mereka tiba di tempat hukumannya dan ikatannya dilepaskan, Sir John berlutut dan memohon kepada Allah agar mengampuni musuh-musuhnya. Kemudian ia berdiri dan menasihati orang-orang yang datang ke sana untuk menaati hukum Allah yang tertulis dalam Alkitab dan untuk berhati-hati terhadap guru-guru yang kata-kata dan hidupnya bertentangan dengan Kristus. Kemudian perutnya diikatkan erat dengan rantai dan ia diangkat ke udara dan api mulai dinyalakan di bawahnya. Ketika api mulai menjilatnya, ia memuji Allah sampai ia tidak bisa memuji Dia lagi. Orang banyak yang menyaksikan ia mencucurkan air mata dan berduka-cita sebab orang yang baik dan saleh itu telah mati. Hal itu terjadi pada 1417.

Image

Pad a Agustus 1473, Thomas Granter ditangkap di London dan dituduh menyatakan secara terbuka bahwa ia percaya terhadap ajaran Wycliffe, yang menyebabkan ia dikutuk sebagai bidat yang bandel. Pada hari eksekusi, Thomas dibawa ke rumah sheriff dan ia diberi makanan. Sambil makan, ia berkata kepada orang-orang di sana, "Saya sekarang makan makanan yang enak sebab saya harus menghadapi konflik yang aneh sebelum saya makan lagi." Ketika ia selesai makan, ia mengucap syukur kepada Allah atas kelimpahan pemeliharaan-Nya yang ajaib kemudian meminta agar ia segera dibawa ke tempat eksekusi sehingga ia bisa memberikan kesaksian tentang kebenaran prinsip-prinsip yang telah ia nyatakan. Kemudian ia dibawa ke bukit Menara dan dirantai di tiang. Di sana ia dibakar hidup-hidup dengan masih memberitakan kebenaran sampai napas terakhirnya.

Pada 1499 di Norwich, di timur laut London, seorang yang saleh bernama Badram dituduh oleh beberapa imam bahwa ia berpegang pada doktrin Wycliffe dan dibawa ke depan Uskup Norwich. Badram mengaku bahwa ia memercayai segala sesuatu yang mereka katakan. Ia dikutuk sebagai bidat yang bandel, surat perintah untuk eksekusi diberikan kepadanya dan ia dibakar di tiang, tempat ia menanggung penderitaannya dengan kesetiaan yang besar.

Pada 1506, seorang yang saleh bernama William Tilfrey dibakar hidup-hidup di Amersham, di wilayah yang tertutup yang disebut Stoneyprat. Pelaksana hukumannya memaksa anak perempuannya yang sudah menikah,Joan Clarke, untuk menyalakan api di sekeliling ayahnya dan melihat ia terbakar. Pada tahun yang sarna, Uskup Lincoln di Inggris Timur mengutuk imam bernama Father Roberts karena menjadi pengikut Lollard dan membakarnya hidup-hidup di Buckingham.

Pada tahun 1507, Thomas Norris, seorang laki-laki sederhana yang miskin dan tidak berbahaya, bercakap-cakap dengan imam di gerejanya tentang beberapa pertanyaan yang mengusiknya ten tang agama. Selama percakapan, imam memutuskan dari pertanyaan yang diajukan oleh Thomas bahwa ia adalah pengikut Lollard dan melaporkannya kepada Uskup. Thomas ditangkap, dikutuk, dan dibakar hidup-hidup,

Pada 1508 di Salisbury di Inggris selatan, Lawrence Guale dipenjarakan selama dua tahun kemudian dibakar hidup-hidup karena menyangkal bahwa roti dan anggur pada saat kebaktian berubah menjadi tubuh dan darah Yesus yang nyata ketika imam berdoa atasnya. Tampaknya Lawrence memiliki toko di Salisbury, dan suatu hari menjamu beberapa pengikut Lollard di rumahnya. Seseorang melaporkannya kepada Uskup dan Lawrence ditangkap lalu "diperiksa;" ia berpaut pada kepercayaannya dan dikutuk sebagai bidat.

Pada tahun yang sama di Chippen Sudburne, seorang perempuan yang saleh dibakar hidup-hidup di tiang oleh rektor yang bernama Dr. Whittenham, yang memeriksanya sebagai bidat dan mengutuknya. Ketika para pelaksana hukumannya dan yang lain meninggalkan tempat ia dibakar, seekor sapi jantan terlepas dari rumah penjual daging dan menanduk tubuh Dr. Whittenham. Sapi jantan itu membawa usus Whittenham di sekeliling tanduknya untuk beberapa saat, tetapi tidak berbuat apa-apa pada orang-orang lain di kerumunan orang banyak itu.

Pada 18 Oktober 1511, William Succling dan John Bannister, dibakar hidup-hidup di Smithfiled. Mereka sebelumnya telah menyangkal iman mereka kepada Kristus, tetapi kembali lagi pada pengakuan iman yang sejati.

Selama pemerintahan Henry VII (1485-1509), John Brown menyangkal kesaksiannya tentang Kristus karena takut disiksa dan sebagai hukuman ia harus membawa kayu api ke sekeliling Katedral St. Paul di London. Pada 1517, ia kembali pada pengakuan imannya kepada Kristus dan dikutuk oleh Uskup Agung Canterbury, Dr. Wonhaman dan dibakar hidup-hidup. Sebelum merantainya di tiang, Dr. Wonhaman dan Yester, Uskup Rochester, berusaha membuatnya menyangkal kembali dengan membakar kakinya dengan api sampai dagingnya terlepas dan terlihat tulang-tulangnya. Namun, kali ini John Brown berpaut pada kebenaran dalam penderitaannya dan mati dengan penuh kemuliaan bagi Kristus dan kebenaran firm an Allah.

Pada 25 Oktober 1518, John Stilincen ditangkap, dibawa ke depan Uskup London, Richard Fitz-James, dan menghukum ia sebagai bidat. John sebelumnya pernah menyangkal imannya kepada Kristus karena takut disiksa, tetapi ketika ia dirantai di tiang di Smithfield di depan kerumunan orang banyak, ia menyatakan bahwa ia adalah pengikut ajaran Wycliffe; dan meskipun ia sebelumnya sudah menjadi lemah dan menyangkal imannya, sekarang ia siap untuk mati demi kebenaran firman Allah.

Pada 1519 Robert Celin dan Thomas Matthew dibakar di London. Robert telah berbicara menentang ritual gereja dan ziarah.

Pada 1532, Thomas Harding dan istrinya dituduh bidat karena mereka menyangkal bahwa roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus yang aktual ketika imam berdoa atasnya pada saat kebaktian. Untuk itu, Uskup Lincoln, di Inggris Timur, menghukum mereka dengan cara dibakar hidup-hidup di tiang. Mereka dibawa ke Cresham di Pell dekat Botely dan dirantai di tiang. Kayu api ditumpuk di sekeliling mereka dan dinyalakan. Ketika api berkobar, satu di antara pengamat Gereja Romayang marah memukul kepala Thomas dengan sepotong kayu api yang tebal begitu keras sehingga kepalanya terbelah terbuka dan otaknya terlempar ke dalam api. Imam-imam yang hadir pada saat pembakaran memberi tahu orang-orang bahwa siapa pun yang membawa kayu api untuk membakar bidat akan diberi surat pengampunan dosa yang akan mengizinkan mereka berbuat dosa selama 40 hari.

Menjelang akhir tahun itu, Worham, Uskup Agung Canterbury, menangkap seorang laki-laki bernama Hitten, yang adalah imam di Maidstone di Inggris tenggara. Hitten disiksa di penjara selama beberapa bulan dan sering diperiksa oleh Worham dan Uskup Rochester, Fisher, dalam usaha untuk membuatnya menyangkal kepercayaan 'reformed'nya. Oleh karena gagal, mereka akhirnya memutuskan untuk mengakhiri penderitaannya, serta mengutuknya sebagai bidat, dan membakarnya hidup-hidup di depan gereja yang ia gembalakan sebagai peringatan bagi jemaat.

Orang sederhana, suami dan istri, imam jemaat, atau profesor di universitas tidak ada yang aman dari kemarahan pejabat gereja terhadap orang-orang yang menyangkal tradisi dan doktrin Paus. Thomas Bilney, profesor hukum di Universitas Cambridge, ditangkap sebagai bidat dan dibawa ke depan sidang uskup yang diadakan oleh Uskup London. Mereka mengancamnya berulang-ulang dengan siksaan dan hukuman bakar, dan menakut-nakutinya supaya ia menyangkal keyakinannya. Namun, segera setelah itu ia bertobat dengan dukacita yang mendalam. Dengan melakukannya, ia dibawa kembali ke depan sidang dan dihukum mati dengan cara dibakar sebagai "bidat yang keras kepala." Sebelum Bilney dibakar, ia menyatakan bahwa ia benar-benar percaya kepada pendapat Martin Luther. Ketika dirantai di tiang, ia tersenyum kepada semua orang yang ada di sana dan berkata, "Saya telah mengalami banyak badai dalam dunia ini, tetapi kapal saya akan segera mendarat di surga."Pada saat api berkobar di sekelilingnya ia berdiri tanpa bergerak dan berseru, "Yesus, aku percaya!" Kemudian ia pergi bertemu Dia yang ia percayai.

Meskipun para pejabat gereja bersikap sangat kejam terhadap bidat, mereka terutama melakukannya terhadap orang-orang yang sebelumnya imam, tetapi kemudian menentang tradisi dan doktrin buatan manusia. Di Barnes, di Surrey di Inggris selatan, seorang rahib bernama Richard Byfield ber tobat pada iman yang sejati ketika membaca terjemahan bahasa Inggris Perjanjian Baru Tyndale. Akibatnya ia juga menjadi percaya sepenuhnya terhadap pendapat Martin Luther. Ketika hal ini diketahui, ia ditangkap dan dicap sebagai bidat dan dimasukkan ke dalam penjara. Oleh karena ia adalah klerik[1] Roma yang bertobat, ia disiksa tanpa belas kasihan oleh para penuduhnya. Untuk membuatnya menyangkal imannya, ia sering dikurung dalam ruangan bawah tanah yang paling buruk di penjara, sebuah temp at yang membuat ia hampir tercekik karena bau busuk kotoran manusia dan air menggenang yang hampir menutupi lantai yang kotor itu. Tikus dan kecoak adalah satu-satunya temannya. Kadang-kadang sipir penjara masuk ke dalam selnya dan mengikat tangannya di belakang punggungnya sampai pundaknya hampir terlepas dan meninggalkannya dalam posisi seperti itu selama berhari-hari tanpa makanan atau buang kotoran. Pada waktu lainnya mereka membawanya ke tempat pencambukan dan mencambuknya sampai hanya tersisa sedikit daging di punggungnya. Namun, ia masih tetap menolak untuk menyangkal iman kepada Kristus yang baru saja ia temukan. Jadi, ia dibawa ke Menara Lollard di Lambeth Palace, tempat Uskup Agung memerintahkan ia untuk dirantai lehernya di dinding dan dipukuli dengan kejam sehari sekali oleh pelayan-pelayannya. Akhirnya, sebagai tindakan belas kasihan, ia dikutuk, direndahkan seperti yang dialami Huss, dan dibakar di Smithfield, yang berada di utara Katedral St. Paul di London.

Pada tahun yang hampir sama, sekitar 1535, John Tewkesbury ditangkap karena membawa terjemahan bahasa Inggris Perjanjian Baru Tyndale dan karena itu melakukan pelanggaran terhadap "Induk gereja yang kudus." Ketika diperhadapkan pada ancaman penyiksaan dan pembakaran, ia pertama-tama berkata bahwa ia tidak percaya apa pun yang telah ia baca yang bertentangan dengan doktrin Gereja Roma, tetapi kemudian ia bertobat dan mengaku bahwa ia percaya Alkitab yang sudah diterjemahkan itu benar dan doktrin Paus salah. Untuk itu, ia segera dibawa ke depan Uskup London dan dihukum sebagai "bidat yang bandel." Selama ia dipenjara sebelum dieksekusi, ia disiksa begitu kejam sehingga ia sudah sekarat ketika mereka membawanya ke tiang di Smithfield. Di sana ia menyatakan dengan suara keras kejijikannya yang sepenuhnya pada doktrin Paus serta menyatakan keyakinannya yang kuat bahwa yang ia lakukan benar dalam pemandangan Allah.

Pada 1536 di Bradford-in-Wiltshire di Inggris tengah selatan, seorang dari desa yang tidak berbahaya, yang bernama Traxnal dibakar hidup-hidup karena ia tidak mau mengakui bahwa roti dan anggur sungguh-sungguh berubah menjadi tubuh dan darah Kristus selama kebaktian, dan tidak setuju bahwa Paus memiliki kekuasaan tertinggi atas hati nurani laki-laki dan perempuan.

Suatu ketika pada tahun 1538, Nicholas Peke dibakar sebagai bidat di Norwich di Inggris timur karena alasan yang sama seperti ketika Traxnal dihukum. Tiga pejabat Gereja Roma, Dr. Reading, Dr. Hearne, dan Dr. Spragwell memimpin acara pembakarannya. Ketika Nicholas sudah terbakar hangus sampai kulitnya berubah menjadi hitam seperti asp al, Dr. Spragwell memukulnya pada bahu kanannya dengan tongkat putih yang panjang dan berkata kepadanya, "Peke, sangkallah imanmu dan percayalah pada sakramen." Peke menjawab, "Aku memandang rendah permintaanmu dan juga kamu." Kemudian ia membungkuk, bersandar pada rantainya, dan meludahkan darah ke Dr. Spagwell yang menunjukkan sikap kejijikan dan penderitaannya. Kemudian Dr. Reading memberi tahu Nicholas bahwa ia akan memberikan surat pengampunan dosa selama 40 hari kepadanya jika ia mau menarik kembali pendapatnya, tetapi Nicholas tidak memerhatikan kebodohan Reading dan bersukacita bahwa Kristus telah memandangnya layak untuk menderita demi namaNya.

Orang lain yang dibakar selama pemerintahan Henry VIII adalah rahib tua bernama William Letton di desa Suffolk di Inggris timur. William telah berbicara menentang patung-patung yang dibawa dalam kebaktian gereja.

Pada tanggal 28 Juli 1540, Thomas Cromwell yang terkenal, Earl of Essex, dan politikus yang terkenal yang mengusulkan ROO (Hukum Supremasi) bahwa pada 1534 Raja Henry VIII menyatakan dirinya sendiri sebagai kepala gereja yang tertinggi, dieksekusi dengan dipenggal kepalanya. Kejatuhannya terjadi dengan cara demikian.

Cromwell telah mendorong raja untuk menikahi Anna dari Cleves untuk men dapatkan persekutuan dengan saudaranya, pemimpin Protestan di jerrnan timur. Henry dari awal membenci istrinya yang keempat dan persekutuan dengan Protestan merupakan hal yang tidak ia sukai karena ia ingin memelihara prinsip-prinsip iman Gereja Roma. Meskipun Cromwell dijadikan Earl of Essex dan Lord Chamberlain[2] yang agung pada April 1540, musuh-musuhnya membujuk Henry pada bulan Juni bahwa Cromwell adalah pengkhianat, baik terhadap agamanya maupun raja. Ia ditangkap pada 10 Juni, dihukum tanpa didengar pendapatnya dan dipenggal kepalanya pada 28 Juli 1540. Sebelum ia dipenggal, ia diperlakukan dengan kejam. Kemudian ia menyampaikan pidato yang pendek kepada orang-orang dan menyerahkan dirinya, dengan rendah hati, untuk dikapak.

Meskipun tuduhan terhadap Thomas Cromwell tidak berkaitan dengan agama, bangsawan ini bisa ditempatkan sebagai martir sebab bukan karena semangatnya untuk melepaskan Inggris dari Gereja Roma, agar ia mendapat perkenan raja. Ia melakukan lebih banyak hal untuk reformasi di Inggris daripada orang lain, kecuali Dr. Thomas Cranmer, terutama untuk itu ia membuat marah pendukung Paus, dan mereka merencanakan menentangnya dan mendatangkan kehancuran padanya.

Sekitar saat itu, Dr. Robert [atau Cutbert] Barnes,Thomas Gamet, dan William Jerome dibawa ke depan sidang uskup London dan dituduh sebagai bidat. Tiga orang itu dijatuhi hukuman bakar dan dipenjara di Menara London. Tidak lama se sudahnya, tanggal 30 Juli 1540, mereka dibawa ke Smithfield dan dirantai bersama-sama pada satu tiang. Dr. Barnes ditanya, entah di pengadilan oleh Uskup atau di tiang oleh Sheriff London sebab laporannya berbeda, apakah orang-orang kudus yang sudah meninggal berdoa bagi kita, Barnes menjawab, seperti dilaporkan, kepada Sheriff, "Di seluruh Alkitab kita tidak pernah diperintahkan untuk berdoa kepada orang kudus mana pun. Oleh karena itu saya tidak dapat berkhotbah kepadamu bahwa orang-orang kudus harus berdoa kepada mereka sebab jika begitu saya akan berkhotbah kepadamu doktrin dari kepala saya sendiri.Jika orang-orang kudus berdoa untuk kita, saya berharap untuk berdoa bagimu dalam waktu setengah jam ini." Pada saat nyala api berkobar di sekeliling ketiga martir itu, mereka saling menguatkan satu dengan yang lain dengan keberanian yang tak tergoyahkan yang hanya bisa muncul dari iman yang sejati kepada Yesus Kristus.

Tidak lama setelah itu, seorang pedagang bernama Thomas Sommers dan tiga orang laki-laki lain ditangkap karena membaca beberapa buku Martin Luther. Hukuman untuk mereka adalah membawa buku-buku itu untuk dibakar di pusat pasar di Cheapside[3] dan di sana melemparkan buku-buku itu ke dalam api. Ketiga laki-laki lain itu melemparkan buku mereka ke api, tetapi Thomas melemparkan buku-bukunya melewati api itu sehingga buku-buku itu tidak terbakar. Untuk itu ia dikirimkan kembali ke Menara London tempat ia dilempari batu sampai mati.

Selama waktu itu, Dr. Longland, Uskup Lincoln di lnggris Timur, menjadi sangat marah terhadap kebidatan sehingga ia membakar Thomas Bainard di tiang hanya karena ia mengucapkan Doa Bapa Kami dalam bahasa lnggris, dan James Moreton karena membawa surat Yakobus dalam bahasa lnggris. Ia kemudian mengirim seorang imam, Anthony Parsons, seorang laki-laki bernama Eastwood, dan orang lain, ke Windsor di lnggris tengah selatan untuk diperiksa oleh Uskup Salisbury, yang kekejamannya hanya dilampaui Bonner sebagai pe1aksana hukuman. Uskup tidak memboroskan waktu dalam pemeriksaan mereka dan menghukum ketiga orang itu dengan cara dibakar.

Ketika mereka dirantai di tiang, Parsons meminta air minum dan ketika ia menerima air itu, ia mengangkat cawan itu kepada kedua temannya dan berkata, "Bersukacitalah saudaraku dan angkat hatimu kepada Allah sebab setelah sarapan yang tergesa-gesa ini kita akan mendapat makan malam yang menyenangkan dalam kerajaan Kristus Tuhan dan Penebus kita." Ketika Eastwood mendengar kata-kata Parsons, ia mengangkat matanya ke surga dan memohon kepada Tuhan untuk menerima rohnya segera.

Pelaksana hukuman telah menumpuk kayu api dan jerami di sekeliling tiang, dan Parsons menarik jerami ke dekatnya, memegangnya ke dekat dadanya, dan berkata kepada orang-orang yang berkumpul untuk melihat pembakaran itu, "lni adalah senjata Allah dan sekarang saya sebagai prajurit Kristus mempersiapkan diri untuk peperangan. Saya tidak mencari belas kasihan, melainkan anugerah Kristus. Dialah satu-satunya Juruse1amat saya, dan saya memercayakan kese1amatan saya kepada-Nya." Kemudian api dinyalakan dan tubuh mereka terbakar, tetapi tidak ada apa pun yang bisa merusak jiwa mereka yang berharga dan tidak binasa. Kesetiaan mereka menang atas kekejaman, dan penderitaan mereka menjaga nama mereka tetap ada dalam hati orang-orang yang mengasihi para martir.

Jadi, para pengikut Kristus yang saleh di Inggris dianiaya dengan segala macam kekejaman dengan cara yang licik yang bisa dirancang manusia. Sebab di parlemen yang seharusnya memberikan perlindungan kepada warga negara Inggris yang baik, Raja Henry VIII telah membuat peraturan yang paling kejam dan menghujat Allah: "Siapa pun yang membawa Alkitab dalam 'pemahaman Wycliffe' [bahasa ibu, Inggris], akan kehilangan tanah, ternak, harta benda, tubuh, dan kehidupan dari diri mereka sendiri dan ahli waris mereka untuk selama-lamanya; dan ia dihukum sebagai bidat kepada Allah, musuh kerajaan dan pengkhian at total kepada Inggris." Itulah pahala manusia bagi orang percaya sejati kepada Kristus, tetapi pahala Tuhan bagi mereka adalah mahkota kebenaran untuk selama-lamanya.

[1] Klerik, Anggota Pendeta.
[2] Chamberlain, Petugas yang mengelola rumah-tangga orang yang berkuasa/ bangsawan; penatalayan utama – petugas tingkat tinggi di berbagai istana raja.
[3] Cheapside, sebuah jalan raya dan wilayah di kota London, Inggris. Tempat ini merupakan pasar pusat pada abad pertengahan di London, tempat mermaid Tavern, tempat pertemuan untuk penyair dan penulis drama Elizabethan.

Disalin dari :
John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001.
http://www.hrionline.ac.uk/johnfoxe/intro.html
Online Version : http://www.ccel.org/f/foxe/martyrs/home.html
Atau di http://www.the-tribulation-network.com/ ... rs_toc.htm

Pahlawan-Pahlawan Iman Tuhan Yesus Kristus (9)

Penganiayaan di Inggris (1401-1541)

Selama pemerintahan Raja Edward III (1327-1377), gereja di Inggris mengalami kemunduran karena campur tangan manusia mengalahkan kuasa Roh Kudus. Cahaya Injil Kristus yang sejati dengan jelas telah dipadamkan oleh kegelapan doktrin manusia, upacara yang membebani, dan berbagai ritual. Pada saat yang sama, para pengikut Wyclijfe, para pembaru yang disebut Lollard, telah menjadi sangat banyak sehingga para imam merasa terganggu; dan meskipun para imam menganiaya mereka dengan cara yang licik, para imam itu tidak berkuasa untuk membunuh mereka.


Setelah perebutan kekuasaan di takhta Inggris oleh Henry IV pada 1399, kaum Lollard mengalami penganiayaan yang makin meningkat. Segera sesudah itu, para pejabat gereja membujuk raja untuk memperkenalkan rancangan undang-undang ke parlemen untuk mengutuk Lollard yang masih bersikeras pada keyakinan mereka yang baru dan menyerahkan mereka kepada penguasa sekuler untuk dibakar sebagai bidat. Meskipun mendapat perlawanan yang kuat dari Lollard di DPR, undang-undang De haeretico comburendo (Tentang Pembakaran Bidat) dikeluarkan Parle men pada 1401, dan segera dijalankan. Undang-undang yang disahkan untuk membakar orang-orang karena keyakinan keagamaan mereka dijalankan untuk pertama kalinya di Inggris.

Martir pertama yang mati di bawah undang-undang baru ini adalah imam bernama William Santree [atau Santee] - ia dibakar di "Smithfield.

Segera setelah itu, Uskup Agung Canterbury, Thomas Arundel, dan uskup-uskupnya mulai bergerak menentang Sir John Oldcastle (Lord Cobham), pengikut Wycliffe yang popular dan ternan pribadi Henry IV, yang mereka tuduh mengutus orang-orang lain yang tidak diberi hak oleh para uskup untuk berkhotbah dan mendukung ajaran sesat menentang sakramen gereja, patung, perjalanan ziarah, dan paus. Namun, sebelum bisa menuduh orang itu, mereka tahu mereka harus mendapatkan bantuan raja. Raja mendengarkan mereka dengan sopan kemudian menyuruh mereka berurusan dengan Sir John dengan hormat dan memulihkan posisinya di gereja melalui kelembutan. Ia juga menawarkan untuk perdebatan dengan Sir John demi mereka. Segera setelah itu, ia mengutus orang kepada Sir John dan mengingatkannya untuk kembali ke induk gereja kudus, dan seperti anak taat, mengakui bahwa ia pantas mendapat hukuman karena ia telah bersalah.

Sir John menjawab:
Raja yang paling layak, engkau tahu saya selalu siap dan bersedia taat karena saya tahu engkau adalah raja Kristen dan hamba Allah yang diurapi serta engkau memanggul pedang untuk menghukum orang yang berbuat jahat dan melindungi orang yang benar. Di sebe1ah Allah yang kekal, saya berutang ketaatan kepadamu, dan saya siap, seperti yang sudah-sudah agar menyerahkan semua yang saya miliki baik uang maupun harta benda untuk melakukan hal yang engkau perintahkan kepada saya dalam Tuhan. Namun, mengenai pemimpin Gereja Roma dan pejabat gerejanya, saya tidak berutang kehadiran maupun pelayanan kepada mereka karena saya tahu me1alui Alkitab bahwa ia adalah antikris, anak kebinasaan, musuh Allah seeara terbuka dan musuh yang berdiri di tempat yang kudus yang dibicarakan Daniel.

Ketika raja mendengar ini, ia tidak memberi jawaban dan meninggalkan ruangan.

Uskup Agung sekali lagi mendekati raja berkenaan dengan Sir John, lalu ia diberi kuasa untuk menuduhnya, memeriksanya, dan menghukumnya sesuai dengan keputusan mereka yang jahat: Hukum Gereja yang Kudus. Namun, ketika Sir John tidak muncul di depan mereka sesuai permintaan mereka, Uskup Agung mengutuknya karena penolakannya yang merendahkan terhadap otoritas. Kemudian ketika diberi tahu bahwa Sir John mengejeknya, menghina segala sesuatu yang ia kerjakan; mempertahankan pendapatnya yang sama; memandang kekuasaan gereja, keagungan uskup dan ordo keimaman dengan muak; ia marah secara terbuka dan mengucilkannya.

Sebagai balasan, Sir John Oldcastle menulis pengakuan iman secara pribadi dan membawanya kepada temannya, Henry IV, yang ia harapkan akan menerimanya dengan gembira. Namun sebaliknya, raja menolaknya dan memerintahkan agar hal itu diberikan kepada Uskup Agung dan sidang uskup yang akan menghakiminya. Ketika Sir John tampil di depan sidang dan di hadapan raja, ia meminta agar seratus ksatria dikumpulkan untuk mendengarkan kasusnya dan menilai ia sebab ia tahu bahwa mereka akan membersihkannya dari semua kebidatan. Untuk membersihkan dirinya sendiri, ia bahkan menawarkan untuk berperang sampai mati melawan orang yang tidak setuju dengan imannya, sesuai dengan Hukum Kekuasaan. Akhirnya, ia dengan lembut menyatakan bahwa ia tidak akan menolak koreksi apa pun yang sesuai dengan firm an Allah, tetapi akan menaatinya dengan lemah lembut. Ketika ia selesai, raja membawanya ke ruangan pribadinya, dan saat itulah Sir John pertama kali memberi tahu raja bahwa ia telah mcmahon kepada Paus kemudian menunjukkan kepadanya hal yang telah ia tulis. Raja dengan marah memerintahkan ia untuk menunggu keputusan Paus, dan jika ia harus menyerah kepada Uskup Agung, Sir John hams melakukannya, dan ia jangan naik banding lagi. Semua itu ditolak Sir John, dan Raja memerintahkan agar ia ditangkap dan dipenjarakan di Menara London.

Oleh karena popularitas dan kehormatan Sir John Oldcastle yang besar, Uskup Agung memproses pengadilannya dengan lambat selama beberapa minggu dari September sampai Desember, tetapi hukumannya telah diputuskan terlebih dahulu, dan kutukan atas kebidatan John serta hukuman mati yang akan ia jalani dengan cara digantung dan dibakar tidak mengejutkan seorang pun.

Dalam pembelaannya, Sir John menulis ini:

Tentang patung, saya tahu bahwa patung bukanlah masalah iman, tetapi dimaksudkan demikian karena iman kepada Kristus ditolerir oleh gereja untuk mewakili dan memunculkan dalam pikiran penderitaan Tuhan kita Yesus Kristus serta kemartiran dan kehidupan orang kudus lain yang baik. Namun, siapa pun yang memberikan penyembahan yang seharusnya diberikan kepada Allah kepada patung yang mati, atau meletakkan harapan, dan kepercayaan untuk mendapatkan pertolongan darinya seperti yang seharusnya ia lakukan kepada Allah semata, atau memiliki rasa cinta yang lebih besar kepada mereka daripada kepada Allah, ia melakukan dosa.

Selain itu, saya tahu sepenuhnya, bahwa setiap orang di bumi ini adalah peziarah menuju kebahagiaan atau penderitaan, dan orang yang tidak tahu perintah Allah yang kudus, dan melakukannya dalam hidupnya di sini meskipun ia mungkin menjalani ziarah ke seluruh dunia dan mati ketika melakukannya, ia akan dihukum; tetapi orang yang tahu perintah Allah yang kudus dan melakukannya; ia akan diselamatkan meskipun ia dalam hidupnya tidak pernah me1akukan ziarah, seperti dilakukan orang-orang sekarang, ke Canterbury, atau ke Roma, atau ke tempat lainnya.


Pada hari yang ditentukan untuk eksekusinya, Sir John Oldcastle dibawa keluar dari Menara London dengan tangan diikat di be1akang tubuhnya. Ia tersenyum dengan gembira kepada orang-orang di sekitarnya. Kemudian ia dibaringkan di atas api seolah-olah ia adalah pengkhianat kerajaan yang mengerikan dan diseret ke lapangan St. Gile. Ketika mereka tiba di tempat hukumannya dan ikatannya dilepaskan, Sir John berlutut dan memohon kepada Allah agar mengampuni musuh-musuhnya. Kemudian ia berdiri dan menasihati orang-orang yang datang ke sana untuk menaati hukum Allah yang tertulis dalam Alkitab dan untuk berhati-hati terhadap guru-guru yang kata-kata dan hidupnya bertentangan dengan Kristus. Kemudian perutnya diikatkan erat dengan rantai dan ia diangkat ke udara dan api mulai dinyalakan di bawahnya. Ketika api mulai menjilatnya, ia memuji Allah sampai ia tidak bisa memuji Dia lagi. Orang banyak yang menyaksikan ia mencucurkan air mata dan berduka-cita sebab orang yang baik dan saleh itu telah mati. Hal itu terjadi pada 1417.

Image

Pad a Agustus 1473, Thomas Granter ditangkap di London dan dituduh menyatakan secara terbuka bahwa ia percaya terhadap ajaran Wycliffe, yang menyebabkan ia dikutuk sebagai bidat yang bandel. Pada hari eksekusi, Thomas dibawa ke rumah sheriff dan ia diberi makanan. Sambil makan, ia berkata kepada orang-orang di sana, "Saya sekarang makan makanan yang enak sebab saya harus menghadapi konflik yang aneh sebelum saya makan lagi." Ketika ia selesai makan, ia mengucap syukur kepada Allah atas kelimpahan pemeliharaan-Nya yang ajaib kemudian meminta agar ia segera dibawa ke tempat eksekusi sehingga ia bisa memberikan kesaksian tentang kebenaran prinsip-prinsip yang telah ia nyatakan. Kemudian ia dibawa ke bukit Menara dan dirantai di tiang. Di sana ia dibakar hidup-hidup dengan masih memberitakan kebenaran sampai napas terakhirnya.

Pada 1499 di Norwich, di timur laut London, seorang yang saleh bernama Badram dituduh oleh beberapa imam bahwa ia berpegang pada doktrin Wycliffe dan dibawa ke depan Uskup Norwich. Badram mengaku bahwa ia memercayai segala sesuatu yang mereka katakan. Ia dikutuk sebagai bidat yang bandel, surat perintah untuk eksekusi diberikan kepadanya dan ia dibakar di tiang, tempat ia menanggung penderitaannya dengan kesetiaan yang besar.

Pada 1506, seorang yang saleh bernama William Tilfrey dibakar hidup-hidup di Amersham, di wilayah yang tertutup yang disebut Stoneyprat. Pelaksana hukumannya memaksa anak perempuannya yang sudah menikah,Joan Clarke, untuk menyalakan api di sekeliling ayahnya dan melihat ia terbakar. Pada tahun yang sarna, Uskup Lincoln di Inggris Timur mengutuk imam bernama Father Roberts karena menjadi pengikut Lollard dan membakarnya hidup-hidup di Buckingham.

Pada tahun 1507, Thomas Norris, seorang laki-laki sederhana yang miskin dan tidak berbahaya, bercakap-cakap dengan imam di gerejanya tentang beberapa pertanyaan yang mengusiknya ten tang agama. Selama percakapan, imam memutuskan dari pertanyaan yang diajukan oleh Thomas bahwa ia adalah pengikut Lollard dan melaporkannya kepada Uskup. Thomas ditangkap, dikutuk, dan dibakar hidup-hidup,

Pada 1508 di Salisbury di Inggris selatan, Lawrence Guale dipenjarakan selama dua tahun kemudian dibakar hidup-hidup karena menyangkal bahwa roti dan anggur pada saat kebaktian berubah menjadi tubuh dan darah Yesus yang nyata ketika imam berdoa atasnya. Tampaknya Lawrence memiliki toko di Salisbury, dan suatu hari menjamu beberapa pengikut Lollard di rumahnya. Seseorang melaporkannya kepada Uskup dan Lawrence ditangkap lalu "diperiksa;" ia berpaut pada kepercayaannya dan dikutuk sebagai bidat.

Pada tahun yang sama di Chippen Sudburne, seorang perempuan yang saleh dibakar hidup-hidup di tiang oleh rektor yang bernama Dr. Whittenham, yang memeriksanya sebagai bidat dan mengutuknya. Ketika para pelaksana hukumannya dan yang lain meninggalkan tempat ia dibakar, seekor sapi jantan terlepas dari rumah penjual daging dan menanduk tubuh Dr. Whittenham. Sapi jantan itu membawa usus Whittenham di sekeliling tanduknya untuk beberapa saat, tetapi tidak berbuat apa-apa pada orang-orang lain di kerumunan orang banyak itu.

Pada 18 Oktober 1511, William Succling dan John Bannister, dibakar hidup-hidup di Smithfiled. Mereka sebelumnya telah menyangkal iman mereka kepada Kristus, tetapi kembali lagi pada pengakuan iman yang sejati.

Selama pemerintahan Henry VII (1485-1509), John Brown menyangkal kesaksiannya tentang Kristus karena takut disiksa dan sebagai hukuman ia harus membawa kayu api ke sekeliling Katedral St. Paul di London. Pada 1517, ia kembali pada pengakuan imannya kepada Kristus dan dikutuk oleh Uskup Agung Canterbury, Dr. Wonhaman dan dibakar hidup-hidup. Sebelum merantainya di tiang, Dr. Wonhaman dan Yester, Uskup Rochester, berusaha membuatnya menyangkal kembali dengan membakar kakinya dengan api sampai dagingnya terlepas dan terlihat tulang-tulangnya. Namun, kali ini John Brown berpaut pada kebenaran dalam penderitaannya dan mati dengan penuh kemuliaan bagi Kristus dan kebenaran firm an Allah.

Pada 25 Oktober 1518, John Stilincen ditangkap, dibawa ke depan Uskup London, Richard Fitz-James, dan menghukum ia sebagai bidat. John sebelumnya pernah menyangkal imannya kepada Kristus karena takut disiksa, tetapi ketika ia dirantai di tiang di Smithfield di depan kerumunan orang banyak, ia menyatakan bahwa ia adalah pengikut ajaran Wycliffe; dan meskipun ia sebelumnya sudah menjadi lemah dan menyangkal imannya, sekarang ia siap untuk mati demi kebenaran firman Allah.

Pada 1519 Robert Celin dan Thomas Matthew dibakar di London. Robert telah berbicara menentang ritual gereja dan ziarah.

Pada 1532, Thomas Harding dan istrinya dituduh bidat karena mereka menyangkal bahwa roti dan anggur berubah menjadi tubuh dan darah Kristus yang aktual ketika imam berdoa atasnya pada saat kebaktian. Untuk itu, Uskup Lincoln, di Inggris Timur, menghukum mereka dengan cara dibakar hidup-hidup di tiang. Mereka dibawa ke Cresham di Pell dekat Botely dan dirantai di tiang. Kayu api ditumpuk di sekeliling mereka dan dinyalakan. Ketika api berkobar, satu di antara pengamat Gereja Romayang marah memukul kepala Thomas dengan sepotong kayu api yang tebal begitu keras sehingga kepalanya terbelah terbuka dan otaknya terlempar ke dalam api. Imam-imam yang hadir pada saat pembakaran memberi tahu orang-orang bahwa siapa pun yang membawa kayu api untuk membakar bidat akan diberi surat pengampunan dosa yang akan mengizinkan mereka berbuat dosa selama 40 hari.

Menjelang akhir tahun itu, Worham, Uskup Agung Canterbury, menangkap seorang laki-laki bernama Hitten, yang adalah imam di Maidstone di Inggris tenggara. Hitten disiksa di penjara selama beberapa bulan dan sering diperiksa oleh Worham dan Uskup Rochester, Fisher, dalam usaha untuk membuatnya menyangkal kepercayaan 'reformed'nya. Oleh karena gagal, mereka akhirnya memutuskan untuk mengakhiri penderitaannya, serta mengutuknya sebagai bidat, dan membakarnya hidup-hidup di depan gereja yang ia gembalakan sebagai peringatan bagi jemaat.

Orang sederhana, suami dan istri, imam jemaat, atau profesor di universitas tidak ada yang aman dari kemarahan pejabat gereja terhadap orang-orang yang menyangkal tradisi dan doktrin Paus. Thomas Bilney, profesor hukum di Universitas Cambridge, ditangkap sebagai bidat dan dibawa ke depan sidang uskup yang diadakan oleh Uskup London. Mereka mengancamnya berulang-ulang dengan siksaan dan hukuman bakar, dan menakut-nakutinya supaya ia menyangkal keyakinannya. Namun, segera setelah itu ia bertobat dengan dukacita yang mendalam. Dengan melakukannya, ia dibawa kembali ke depan sidang dan dihukum mati dengan cara dibakar sebagai "bidat yang keras kepala." Sebelum Bilney dibakar, ia menyatakan bahwa ia benar-benar percaya kepada pendapat Martin Luther. Ketika dirantai di tiang, ia tersenyum kepada semua orang yang ada di sana dan berkata, "Saya telah mengalami banyak badai dalam dunia ini, tetapi kapal saya akan segera mendarat di surga."Pada saat api berkobar di sekelilingnya ia berdiri tanpa bergerak dan berseru, "Yesus, aku percaya!" Kemudian ia pergi bertemu Dia yang ia percayai.

Meskipun para pejabat gereja bersikap sangat kejam terhadap bidat, mereka terutama melakukannya terhadap orang-orang yang sebelumnya imam, tetapi kemudian menentang tradisi dan doktrin buatan manusia. Di Barnes, di Surrey di Inggris selatan, seorang rahib bernama Richard Byfield ber tobat pada iman yang sejati ketika membaca terjemahan bahasa Inggris Perjanjian Baru Tyndale. Akibatnya ia juga menjadi percaya sepenuhnya terhadap pendapat Martin Luther. Ketika hal ini diketahui, ia ditangkap dan dicap sebagai bidat dan dimasukkan ke dalam penjara. Oleh karena ia adalah klerik[1] Roma yang bertobat, ia disiksa tanpa belas kasihan oleh para penuduhnya. Untuk membuatnya menyangkal imannya, ia sering dikurung dalam ruangan bawah tanah yang paling buruk di penjara, sebuah temp at yang membuat ia hampir tercekik karena bau busuk kotoran manusia dan air menggenang yang hampir menutupi lantai yang kotor itu. Tikus dan kecoak adalah satu-satunya temannya. Kadang-kadang sipir penjara masuk ke dalam selnya dan mengikat tangannya di belakang punggungnya sampai pundaknya hampir terlepas dan meninggalkannya dalam posisi seperti itu selama berhari-hari tanpa makanan atau buang kotoran. Pada waktu lainnya mereka membawanya ke tempat pencambukan dan mencambuknya sampai hanya tersisa sedikit daging di punggungnya. Namun, ia masih tetap menolak untuk menyangkal iman kepada Kristus yang baru saja ia temukan. Jadi, ia dibawa ke Menara Lollard di Lambeth Palace, tempat Uskup Agung memerintahkan ia untuk dirantai lehernya di dinding dan dipukuli dengan kejam sehari sekali oleh pelayan-pelayannya. Akhirnya, sebagai tindakan belas kasihan, ia dikutuk, direndahkan seperti yang dialami Huss, dan dibakar di Smithfield, yang berada di utara Katedral St. Paul di London.

Pada tahun yang hampir sama, sekitar 1535, John Tewkesbury ditangkap karena membawa terjemahan bahasa Inggris Perjanjian Baru Tyndale dan karena itu melakukan pelanggaran terhadap "Induk gereja yang kudus." Ketika diperhadapkan pada ancaman penyiksaan dan pembakaran, ia pertama-tama berkata bahwa ia tidak percaya apa pun yang telah ia baca yang bertentangan dengan doktrin Gereja Roma, tetapi kemudian ia bertobat dan mengaku bahwa ia percaya Alkitab yang sudah diterjemahkan itu benar dan doktrin Paus salah. Untuk itu, ia segera dibawa ke depan Uskup London dan dihukum sebagai "bidat yang bandel." Selama ia dipenjara sebelum dieksekusi, ia disiksa begitu kejam sehingga ia sudah sekarat ketika mereka membawanya ke tiang di Smithfield. Di sana ia menyatakan dengan suara keras kejijikannya yang sepenuhnya pada doktrin Paus serta menyatakan keyakinannya yang kuat bahwa yang ia lakukan benar dalam pemandangan Allah.

Pada 1536 di Bradford-in-Wiltshire di Inggris tengah selatan, seorang dari desa yang tidak berbahaya, yang bernama Traxnal dibakar hidup-hidup karena ia tidak mau mengakui bahwa roti dan anggur sungguh-sungguh berubah menjadi tubuh dan darah Kristus selama kebaktian, dan tidak setuju bahwa Paus memiliki kekuasaan tertinggi atas hati nurani laki-laki dan perempuan.

Suatu ketika pada tahun 1538, Nicholas Peke dibakar sebagai bidat di Norwich di Inggris timur karena alasan yang sama seperti ketika Traxnal dihukum. Tiga pejabat Gereja Roma, Dr. Reading, Dr. Hearne, dan Dr. Spragwell memimpin acara pembakarannya. Ketika Nicholas sudah terbakar hangus sampai kulitnya berubah menjadi hitam seperti asp al, Dr. Spragwell memukulnya pada bahu kanannya dengan tongkat putih yang panjang dan berkata kepadanya, "Peke, sangkallah imanmu dan percayalah pada sakramen." Peke menjawab, "Aku memandang rendah permintaanmu dan juga kamu." Kemudian ia membungkuk, bersandar pada rantainya, dan meludahkan darah ke Dr. Spagwell yang menunjukkan sikap kejijikan dan penderitaannya. Kemudian Dr. Reading memberi tahu Nicholas bahwa ia akan memberikan surat pengampunan dosa selama 40 hari kepadanya jika ia mau menarik kembali pendapatnya, tetapi Nicholas tidak memerhatikan kebodohan Reading dan bersukacita bahwa Kristus telah memandangnya layak untuk menderita demi namaNya.

Orang lain yang dibakar selama pemerintahan Henry VIII adalah rahib tua bernama William Letton di desa Suffolk di Inggris timur. William telah berbicara menentang patung-patung yang dibawa dalam kebaktian gereja.

Pada tanggal 28 Juli 1540, Thomas Cromwell yang terkenal, Earl of Essex, dan politikus yang terkenal yang mengusulkan ROO (Hukum Supremasi) bahwa pada 1534 Raja Henry VIII menyatakan dirinya sendiri sebagai kepala gereja yang tertinggi, dieksekusi dengan dipenggal kepalanya. Kejatuhannya terjadi dengan cara demikian.

Cromwell telah mendorong raja untuk menikahi Anna dari Cleves untuk men dapatkan persekutuan dengan saudaranya, pemimpin Protestan di jerrnan timur. Henry dari awal membenci istrinya yang keempat dan persekutuan dengan Protestan merupakan hal yang tidak ia sukai karena ia ingin memelihara prinsip-prinsip iman Gereja Roma. Meskipun Cromwell dijadikan Earl of Essex dan Lord Chamberlain[2] yang agung pada April 1540, musuh-musuhnya membujuk Henry pada bulan Juni bahwa Cromwell adalah pengkhianat, baik terhadap agamanya maupun raja. Ia ditangkap pada 10 Juni, dihukum tanpa didengar pendapatnya dan dipenggal kepalanya pada 28 Juli 1540. Sebelum ia dipenggal, ia diperlakukan dengan kejam. Kemudian ia menyampaikan pidato yang pendek kepada orang-orang dan menyerahkan dirinya, dengan rendah hati, untuk dikapak.

Meskipun tuduhan terhadap Thomas Cromwell tidak berkaitan dengan agama, bangsawan ini bisa ditempatkan sebagai martir sebab bukan karena semangatnya untuk melepaskan Inggris dari Gereja Roma, agar ia mendapat perkenan raja. Ia melakukan lebih banyak hal untuk reformasi di Inggris daripada orang lain, kecuali Dr. Thomas Cranmer, terutama untuk itu ia membuat marah pendukung Paus, dan mereka merencanakan menentangnya dan mendatangkan kehancuran padanya.

Sekitar saat itu, Dr. Robert [atau Cutbert] Barnes,Thomas Gamet, dan William Jerome dibawa ke depan sidang uskup London dan dituduh sebagai bidat. Tiga orang itu dijatuhi hukuman bakar dan dipenjara di Menara London. Tidak lama se sudahnya, tanggal 30 Juli 1540, mereka dibawa ke Smithfield dan dirantai bersama-sama pada satu tiang. Dr. Barnes ditanya, entah di pengadilan oleh Uskup atau di tiang oleh Sheriff London sebab laporannya berbeda, apakah orang-orang kudus yang sudah meninggal berdoa bagi kita, Barnes menjawab, seperti dilaporkan, kepada Sheriff, "Di seluruh Alkitab kita tidak pernah diperintahkan untuk berdoa kepada orang kudus mana pun. Oleh karena itu saya tidak dapat berkhotbah kepadamu bahwa orang-orang kudus harus berdoa kepada mereka sebab jika begitu saya akan berkhotbah kepadamu doktrin dari kepala saya sendiri.Jika orang-orang kudus berdoa untuk kita, saya berharap untuk berdoa bagimu dalam waktu setengah jam ini." Pada saat nyala api berkobar di sekeliling ketiga martir itu, mereka saling menguatkan satu dengan yang lain dengan keberanian yang tak tergoyahkan yang hanya bisa muncul dari iman yang sejati kepada Yesus Kristus.

Tidak lama setelah itu, seorang pedagang bernama Thomas Sommers dan tiga orang laki-laki lain ditangkap karena membaca beberapa buku Martin Luther. Hukuman untuk mereka adalah membawa buku-buku itu untuk dibakar di pusat pasar di Cheapside[3] dan di sana melemparkan buku-buku itu ke dalam api. Ketiga laki-laki lain itu melemparkan buku mereka ke api, tetapi Thomas melemparkan buku-bukunya melewati api itu sehingga buku-buku itu tidak terbakar. Untuk itu ia dikirimkan kembali ke Menara London tempat ia dilempari batu sampai mati.

Selama waktu itu, Dr. Longland, Uskup Lincoln di lnggris Timur, menjadi sangat marah terhadap kebidatan sehingga ia membakar Thomas Bainard di tiang hanya karena ia mengucapkan Doa Bapa Kami dalam bahasa lnggris, dan James Moreton karena membawa surat Yakobus dalam bahasa lnggris. Ia kemudian mengirim seorang imam, Anthony Parsons, seorang laki-laki bernama Eastwood, dan orang lain, ke Windsor di lnggris tengah selatan untuk diperiksa oleh Uskup Salisbury, yang kekejamannya hanya dilampaui Bonner sebagai pe1aksana hukuman. Uskup tidak memboroskan waktu dalam pemeriksaan mereka dan menghukum ketiga orang itu dengan cara dibakar.

Ketika mereka dirantai di tiang, Parsons meminta air minum dan ketika ia menerima air itu, ia mengangkat cawan itu kepada kedua temannya dan berkata, "Bersukacitalah saudaraku dan angkat hatimu kepada Allah sebab setelah sarapan yang tergesa-gesa ini kita akan mendapat makan malam yang menyenangkan dalam kerajaan Kristus Tuhan dan Penebus kita." Ketika Eastwood mendengar kata-kata Parsons, ia mengangkat matanya ke surga dan memohon kepada Tuhan untuk menerima rohnya segera.

Pelaksana hukuman telah menumpuk kayu api dan jerami di sekeliling tiang, dan Parsons menarik jerami ke dekatnya, memegangnya ke dekat dadanya, dan berkata kepada orang-orang yang berkumpul untuk melihat pembakaran itu, "lni adalah senjata Allah dan sekarang saya sebagai prajurit Kristus mempersiapkan diri untuk peperangan. Saya tidak mencari belas kasihan, melainkan anugerah Kristus. Dialah satu-satunya Juruse1amat saya, dan saya memercayakan kese1amatan saya kepada-Nya." Kemudian api dinyalakan dan tubuh mereka terbakar, tetapi tidak ada apa pun yang bisa merusak jiwa mereka yang berharga dan tidak binasa. Kesetiaan mereka menang atas kekejaman, dan penderitaan mereka menjaga nama mereka tetap ada dalam hati orang-orang yang mengasihi para martir.

Jadi, para pengikut Kristus yang saleh di Inggris dianiaya dengan segala macam kekejaman dengan cara yang licik yang bisa dirancang manusia. Sebab di parlemen yang seharusnya memberikan perlindungan kepada warga negara Inggris yang baik, Raja Henry VIII telah membuat peraturan yang paling kejam dan menghujat Allah: "Siapa pun yang membawa Alkitab dalam 'pemahaman Wycliffe' [bahasa ibu, Inggris], akan kehilangan tanah, ternak, harta benda, tubuh, dan kehidupan dari diri mereka sendiri dan ahli waris mereka untuk selama-lamanya; dan ia dihukum sebagai bidat kepada Allah, musuh kerajaan dan pengkhian at total kepada Inggris." Itulah pahala manusia bagi orang percaya sejati kepada Kristus, tetapi pahala Tuhan bagi mereka adalah mahkota kebenaran untuk selama-lamanya.

[1] Klerik, Anggota Pendeta.
[2] Chamberlain, Petugas yang mengelola rumah-tangga orang yang berkuasa/ bangsawan; penatalayan utama – petugas tingkat tinggi di berbagai istana raja.
[3] Cheapside, sebuah jalan raya dan wilayah di kota London, Inggris. Tempat ini merupakan pasar pusat pada abad pertengahan di London, tempat mermaid Tavern, tempat pertemuan untuk penyair dan penulis drama Elizabethan.

Disalin dari :
John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001.
http://www.hrionline.ac.uk/johnfoxe/intro.html
Online Version : http://www.ccel.org/f/foxe/martyrs/home.html
Atau di http://www.the-tribulation-network.com/ ... rs_toc.htm

Pahlawan-Pahlawan Iman Tuhan Yesus Kristus (8)

Penganiayaan & Kemartiran Jerome dari Prague (1416)

Jerome dari Prague dilahirkan pada 1370. Ia adalah pembaru gereja Bohemia dan ahli Alkitab yang sering pergi berkeliling. fa belajar di beberapa universitas dan seminari di berbagai kota: Prague, Paris, Heidelberg, Cologne, dan Oxford; dan selama itu ia belajar meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Inggris. Di Oxford ia mulai mengenal tulisan john Wycliffe, dan di sana ia menerjemahkan banyak buku John dari bahasa Inggris ke bahasa Ceko. Buku-bukunya beredar di seluruh Bohemia, dan dari sini John Huss belajar doktrin Wycliffe.

Ketika Jerome kembali ke Bohemia, ia menyadari bahwa buku-bukunya tersebar luas di kota dan universitas serta John Huss telah menjadi promotor utama buku dan ajaran Wycliffe. Jadi, ia segera berkenalan dengan Huss; dan sejak saat itu, mereka bekerja bersama-sama dalam usaha mereka.

Sete1ah Huss dikhianati dan ditangkap di Konsili Constance, Jerome pergi ke Constance dan tiba di sana pada tanggal 4 April 1415, sekitar tiga bulan sebelum Huss dibakar. Ia masuk kota dengan diam-diam karena takut ditangkap dan berkonsultasi dengan beberapa pemimpin yang juga percaya terhadap ajaran Wycliffe. Mereka dengan mudah meyakinkannya bahwa ia tidak bisa berbuat apa-apa bagi Huss karena konsili telah mengambil keputusan yang tidak dapat diganggu gugat untuk mengutuk dan membakar Huss yang dianggap sebagai bidat. Kemudian Jerome pergi ke Iberling, sebuah kota kerajaan yang berada di bawah perlindungan Kaisar dan mengirim surat kepada Kaisar Sigismund yang menyatakan bahwa ia ingin hadir di depan konsili demi Huss jika kaisar mau memberikan jaminan keamanan kepadanya -, tetapi ditolak. Ia kemudian menulis surat kcpada Konsili Constance tentang masalah yang sarna, tetapi permintaan untuk hadir demi Huss maupun jaminan keamanan ditolak.

Kemudian Jerome kembali ke Bohemia dan membawa beberapa sertifikat yang ditandatangani oleh bangsawan di Constance dan Iberling, yang menyatakan bahwa ia telah melakukan scmua yang bisa ia lakukan untuk mclakukan dengar pendapat demi Huss. Namun, ia tidak pernah kembali ke Bohemia. Di Kota Hirshaw,Jerman, ia secara illegal ditangkap oleh petugas yang diberi perintah Duke of Sultsbach, yang merasa yakin bahwa ia akan menerima ucapan terima kasih dari Konsili Constance untuk pelayanan yang sangat bcrkenan kepad a mereka itu. Konsili diberi tahu bahwa Jerome ada dalam penjagaan dan mereka memintanya dibawa kepada mereka segera. Seorang pangeran Jerman yang berada di punggung kuda yang ditugasi untuk menjaga Jerome bertemu mereka di jalan dengan hadirin yang banyak. Ia membe1enggu kaki Jerome dan rantai yang panjang dilekatkan di sekeliling lehernya. Ia kemudian dengan penuh kemenangan dan dengan gegap gempita menuntun Jerome kembali ke Constance, saat Jerome dimasukkan ke ruang bawah tanah yang kotor untuk menunggu kesenangan para penyidiknya.

Perlakuan terhadap Jerome sangat mirip dengan yang dilakukan kepada Huss, kecuali bahwa ia dikurung jauh lebih lama dan sering kali dipindah ke penjara yang berbeda. Hampir satu tahun setelah penangkapannya, ia dibawa ke depan konsili. Di sana ia meminta untuk membela kasusnya sendiri, tetapi ditolak. Oleh karena itu ia meneriakkan kata-kata ini:

Kekejaman seperti apakah ini? Selama 340 hari aku te1ah dikurung di berbagai penjara. Tidak ada penderitaan atau kekurangan yang tidak aku alami. Kamu mengizinkan semua musuhku menuduh aku seperti yang mereka harapkan, dan kamu telah menolak memberikan kesempatan yang terkecil sekalipun kepadaku untuk membela diri sendiri. Kamu tidak memberikan waktu satu jam pun bagiku untuk mempersiapkan pemeriksaanku.

Kamu telah menelan pernyataan yang palingjahat terhadapku. Kamu telah menuduh aku sebagai bidat tanpa mengetahui doktrinku; sebagai musuh iman tanpa mengetahui apakah iman yang aku akui; sebagai penganiaya imam sebelum kamu mendapat kesempatan untuk mengetahui pandanganku tentang masalah ini.

Kamu adalah konsili umum, dan dalam kamu terkandung semua yang bisa diserap oleh dunia ini: hikmat, kekhusyukan, kekudusan; tetapi kamu masih manusia, dan manusia sering kali dikelabui oleh kata-kata dan penampilan. Makin tinggi hikmatmu, kamu seharusnya makin berhati-hati agar tidak tergelincir dalam kebodohan.

Hal yang aku mohon adalah membela kasusku, demi kepentingan manusia, demi kepentingan orang-orang Kristen. Itu merupakan kepentingan yang akan memengaruhi hak-hak orang pada generasi yang akan datang, tidak peduli bagaimana proses pemeriksaan yang dikenakan kepadaku.

Ledakan kemarahan Jerome tidak memengaruhi konsili; dan ketika ia selesai, mereka membacakan lima tuduhan terhadapnya, yang bisa diringkas di bawah lima judul:
1. Bahwa ia menghina keagungan paus.
2. Bahwa ia menentang paus.
3. Bahwa ia adalah musuh para kardinal.
4. Bahwa ia adalah penganiaya para uskup.
5. Bahwa ia adalah pembenci agama Kristen.


Jerome menyangkal semua tuduhan itu dan dimasukkan kembali ke penjara. Di sana ia berulang kali digantung di tumitnya selama selang waktu 11 hari. Ketika dibawa kembali ke konsili dan diancam dengan siksaan yang lebih hebat, Jerome sepakat bahwa tulisan John Wycliffe salah serta John Huss te1ah dikutuk dan dibakar dengan adil sebagai bidat. Ia dikembalikan ke penjara, tetapi tidak lagi disiksa dan mendapat perlakuan yang lebih baik. Namun tidak lama kemudian, tampak je1as bahwa Jerome tidak sungguh-sungguh sepakat dengan konsili. Ia menarik kembali penyangkalannya terhadap Wyc1iffe dan Huss serta 107 artikel baru tentang kebidatan ditulis tentangnya.

Meskipun ada banyak orang fanatik yang tidak ingin Jerome diberikan kesempatan untuk berbicara karena mereka takut gaya bicaranya yang persuasif akan mengubah pikiran orang-orang yang penuh syak wasangka sekalipun, konsili mengizinkannya untuk membela diri sendiri. Dalam pembelaannya, Jerome membuat perbedaan yang sangat bagus antara bukti yang didasarkan pada fakta dan bukti yang hanya didukung dengan kebohongan dan kebencian. Ia membeberkan perincian khotbah dan sikap hidupnya kepada konsili lalu mengatakan bahwa orang kudus yang paling besar dan paling suci pun dikenal memiliki perbedaan dalam pendapat mereka, dan secara terbuka membahasnya sehingga mereka bisa menemukan kebenaran, bukannya menyembunyikannya. Ia berbicara dengan menghina orang-orang yang berusaha membuatnya menarik kembali kepercayaan dan ajarannya, membela doktrin Wycliffe, berbicara meninggikan Huss, serta berkata bahwa ia bersedia untuk mengikuti martir kudus itu sampai mati. Namun seperti sebelumnya, konsili tidak memerhatikan kata-katanya.

Seperti Huss, ia dikutuk dan dihukum dengan cara dibakar di tiang sebagai bidat. Oleh karena ia bukan imam, ia tidak hams mengalami penghinaan seperti dialami Huss. Konsili mernberi waktu kepadanya dua hari untuk menyangkal keyakinannya. Selama dua hari itu Kardinal Florence melakukan usaha sebaik mungkin untuk memenangkannya lagi. Namun, kata-katanya tidak memiliki dampak yang lebih besar pada Jerome daripada kata-kata Jerome pada konsili.

Dalam perjalanan menuju tiang pembakaran,Jerome menyanyikan beberapa himne; dan ketika ia dibawa ke tempat yang persis sarna seperti saat Huss dibakar, ia bertelut dan berdoa dengan tekun. Kemudian ia memeluk tiang itu sebelum dirantai dan ketika pelaksana hukuman pergi ke belakangnya untuk menyalakan kayu api, ia berkata kepadanya, "Datanglah ke sini ke depanku dan nyalakan api sehingga aku bisa melihatnya. jika aku takut terhadapnya, aku tidak akan pergi ke tempat ini."
Api itu dinyalakan dan karena kayu api itu sangat kering, kayu itu menyala dengan cepat menyelubunginya. Jerome menyanyi pujian untuk beberapa saat, tetapi segera dibungkam oleh api yang membakar. Kata-kata terakhirnya yang bisa terdengar oleh para saksi yang ada di sana, "Jiwaku yang ada dalam nyala api ini kuserahkan kepada-Mu Kristus." Hari kemartirannya adalah 30 Mei 1416.

Meskipun para penyidik Inkuisisi Gereja Roma berharap hal yang sebaliknya, nyala api kemartiran justru menyebarkan api Injil yang sejati di seluruh dunia yang beradab. Jerome telah menerjemahkan tulisan-tulisan Wycliffe dari bahasa Inggris ke Ceko dan karena itu menanamkan benih kebenaran yang tidak akan pernah berhenti bertumbuh. Allah segera membangkitkan orang lain yang akan menerjemahkan Perjanjian Bam dari bahasa Latin, yang membuat pengetahuan akan Alkitab tetap tersembunyi dari rakyat bias a, ke dalam bahasa Inggris. Dalam Wahyu 2:12, Kristus yang sudah bangkit menulis kepada gereja di Pergamus, "Bertobatlah; jika tidak Aku akan datang kepadamu segera dan akan memerangi mereka dengan pedang dari mulut-Ku." Nah, firman Allah, yang adalah pedang Roh (Efesus 6:17), akan datang untuk menentang gereja yang tidak mau bertobat.

Image

Disalin dari :
John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001.
http://www.hrionline.ac.uk/johnfoxe/intro.html
Online Version : http://www.ccel.org/f/foxe/martyrs/home.html
Atau di http://www.the-tribulation-network.com/ ... rs_toc.htm

Pahlawan-Pahlawan Iman Tuhan Yesus Kristus (7)

Penganiayaan & Kemartiran John Huss (1415)

John Huss dilahirkan di Hussenitz; Bohemia, pad a 1369. fa belajar teologi di Universitas Prague, ditahbiskan sebagai imam, dan diangkat sebagai pengkhotbah di kapel Bethlehem di Prague pad a 1402. Pada 1409, Huss dijadikan "rektor Universitas itu.

Huss sangat dipengaruhi oleh tulisan-tulisan Wycliffe, terutama penolakannya ter¬hadap dasar Alkitabiah otoritas paus atas gereja; penekanannya bahwa Alkitab merupakan otoritas yang tertinggi dalam semua masalah gereja; penekanannya pada reformasi ekstensif dalam hal kekayaan, korupsi, dan penyelewengan Gereja Roma; penyangkalannya terhadap doktrin transubstansi gereja, yang adalah doktrin yang mengatakan bahwa roti komuni dan anggur menjadi tubuh dan darah Tuhan Yesus Kristus yang aktual ketika imam berdoa atasnya meskipun penampilannya masih tetap sama; dan argumennya bahwa orang-orang Kristen harus memiliki Alkitab dalam bahasa mereka sendiri sehingga mereka bisa membaca sendiri. Pada saat itu semua Alkitab memakai bahasa Latin dan hanya digunakan oleh imam; beberapa Alkitab yang digunakan untuk kebaktian dirantai di mimbar sehingga tidak bisa dikeluarkan dari bangunan itu untuk digunakan oleh orang awam.

Huss tidak hanya percaya pada doktrin Wycliffe, tetapi mulai mengajarkannya dari mimbar gerejanya dan di universitas. Dengan melakukannya, tidak ada jalan untuk menghindar dari perhatian Paus dan para pendukungnya, yang ditentang oleh Huss dengan keras dan kuat.

Uskup Agung Gereja Roma di Prague, menyadari bahwa kaum reformis, seperti julukan mereka pada saat ini, makin hari makin meningkat jumlahnya. Oleh karena itu mereka mengeluarkan keputusan untuk menekan penyebaran tulisan Wycliffe yang lebih luas. Namun, hal ini memiliki dampak yang berbeda dari hal yang ia harapkan sebab justru mendorong para pendukung Wycliffe dan Huss untuk meningkatkan usaha mereka sampai setiap orang di universitas bersatu untuk menyebarkan ajaran itu sejauh mungkin.

Oleh karena ia sangat setuju dengan doktrin Wycliffe, Huss menentang keputusan Uskup Agung secara pribadi dan dari mimbar. Kemudian Uskup Agung mendapatkan dokumen resmi dari Paus dan memberikan kuasa kepadanya untuk menghentikan setiap orang yang menerbitkan doktrin Wycliffe di wilayahnya. Setelah menerima bulla Paus, Uskup Agung segera mengutuk tulisan Wycliffe dan memerintahkan setiap orang yang memiliki tulisan semacam itu untuk menyerahkan kepadanya. Ketika empat doktor ilmu ketuhanan terse but tidak mau melakukannya, ia mengeluarkan keputusan bahwa mereka dilarang untuk berkhotbah di jemaat mana pun. Huss dan keempat anggota universitas tersebut memprotes keputusan itu dan memohon banding kepada Uskup Agung.

Ketika Paus mendengar hal ini, ia menugaskan Kardinal Colonna untuk memanggil John Huss ke Roma dan menjawab tuduhan bahwa ia mengkhotbahkan hal yang menyimpang dan kebidatan. Atas permintaan Huss, Raja Winceslaus dan istrinya, beberapa bangsawan tertentu, serta para pemimpin universitas, meminta agar Paus membatalkan kemunculan pribadi Huss di Roma, dan agar Paus tidak mengizinkan seorang pun di Bohemia untuk dituduh bidat serta untuk mengizinkan semua imam di Bohemia untuk memberitakan Injil dengan bebas di gereja mereka masing-masing.

Tiga wakil Dr. Huss muncul mewakilinya di depan Kardinal Collona untuk menjelaskan mengapa ia tidak bisa hadir dan berkata bahwa mereka bisa menjawab semua pertanyaan untuk mewakilinya. Namun, Kardinal menyatakan bahwa Huss bandel dan tidak taat, lalu segera mencabut hak-hak keanggotaan gerejanya lebih lanjut dengan mengucilkannya. Wakil Huss memohon kepada Paus, yang menugaskan empat Kardinal untuk meninjau proses itu. Kardinal itu bukan hanya meneguhkan hukuman Huss, melainkan juga memperluas pengucilan mencakup semua ternan dan pengikut Huss, termasuk keempat wakilnya itu.

Huss memohon banding atas hukuman itu, tetapi tidak ada gunanya, dan karena ia tidak bisa lagi berkhotbah di Kapel Bethlehem di Prague, ia pensiun dan kembali ke kota asalnya di Hussenitz, tempat ia melanjutkan mengajarkan doktrinnya yang baru dari mimbar dan dalam tulisan. Selama waktu itu ia menulis banyak surat dan khotbah yang panjang saat ia menekankan bahwa tidak ada seorang pun yang memiliki otoritas untuk melarang seseorang untuk membaca buku-buku yang ditulis reformator seperti Wycliffe. Ia juga menulis buku-buku untuk menentang paus, kardinal, dan imam yang rusak secara moral. Argumen Huss secara Alkitabiah sehat dan kuat serta meyakinkan banyak orang bahwa ia benar.

Pada bulan November 1414, konsili diadakan di Constance, Jerman, dengan tujuan untuk mengakhiri skisma di Gereja Roma yang telah mengakibatkan munculnya tiga paus yang saling bersaing. Konsili itu diadakan bersama oleh orang yang mengaku sebagai paus resmi Yohanes XXIII karena desakan Kaisar Roma yang Kudus Sigismund. Selama proses, konsili menyatakan dirinya sendiri lebih unggul daripada keputusan paus dan menyingkirkan dua paus, Yohanes XXIII dan Benediktus XIII lalu meminta paus ketiga, Paus Gregorius XII, melepaskan jabatannya. Mereka kemudian memilih paus yang baru, Martin V. Sebelum mereka menangguhkan konsili pada 1418, konsili itu juga menyatakan bahwa konsili umum, yang memiliki kekuasaan lebih tinggi daripada paus, akan bertemu secara regular untuk menentukan kebijakan dan doktrin gereja. Namun, ketika Konsili Basel diadakan pada 1431-37, Paus menyatakan konsili itu bidat dan meneguhkan kembali keunggulan Gereja Roma mengatasi konsili semacam itu. Akhirnya, usaha konsili untuk mengadakan reformasi pada Gereja Roma tidak banyak hasilnya; moral yang rusak dan korupsi terus berlanjut.

John Huss telah diundang untuk menghadiri Konsili Constance dan dijamin akan mendapat perlakuan yang baik oleh Kaisar Sigismund. Meskipun demikian, tuduhan bidat tetap diberikan kepadanya dan disampaikan kepada Paus serta anggota konsili. Segera setelah Huss tiba di Constance, sekitar bulan Januari 1415, ia ditangkap serta dikurung di ruangan istana. Ketika teman-teman Huss menunjukkan kepada konsili bahwa itu merupakan pelanggaran hukum serta sumpah Kaisar yang menjaminnya aman, Paus menjawab bahwa secara pribadi ia tidak pernah memberikan jaminan keamanan serta ia tidak terikat dengan apa pun yang telah dikatakan Kaisar. Ketika imbauan diberikan kepada Kaisar Sigismund berdasarkan sumpahnya bahwa ia menjamin keamanan Huss, ia menolak untuk ikut campur untuk melindungi Huss. Hal itu belakangan menimbulkan kedukaan yang lebih besar kepada Kaisar ketika ia menjadi raja Bohemian pada 1419 dan terlibat dalam Perang Huss yang menghancurkan.

Oleh karen a tidak ada penyidik Gereja Roma untuk memeriksa Huss, konsili itu sendiri menjalankan fungsi tersebut. Dalam kebodohan mereka, mereka pertama-tama mencela John Wycliffe yang telah mati pada 1384 dan memerintahkan agar mayatnya digali, dibakar menjadi abu, dan abunya dibuang ke Sungai Rhine.

Ketika Huss dibawa ke hadapan mereka, mereka membaca 45 artike1 yang menentangnya, yang kebanyakan diambil dari tulisan-tulisannya dan sebagian besar darinya sudah diputarbalikkan untuk membuktikan tuduhan mereka. Terhadap tuduhan itu, Huss menjawab: "Saya memohon kepada Paus, yang te1ah meninggal sebelum permohonan banding saya diputuskan, jadi pada saat itu saya memohon banding kepada penggantinya, Paus Yohanes XXIII. N amun, karena saya tidak diizinkan untuk membela kasus saya selama lebih dari dua tahun, saya memohon pada hakim agung Yesus Kristus."

Image
Pengadilan terhadap John Huss
Ketika John Huss selesai berbicara, para penyidiknya mendesak untuk mengetahui apakah ia telah menerima "absolusi dari Paus atau tidak. Ia menjawab, "Tidak."
Kemudian konsili bertanya apakah sah memohon banding kepada Kristus atau tidak. Terhadap pertanyaan itu, ia menjawab, "Dengan tulus saya berkata di depan kamu semua bahwa tidak ada permohonan banding yang lebih adil atau efektif daripada permohonan yang dilakukan kepada Kristus. Sebab hukum mengatakan bahwa memohon banding berarti meminta kepada hakim yang lebih tinggi untuk membenarkan kesalahan yang dilakukan kepadamu oleh hakim yang lebih rendah. Saya bertanya kepadamu, siapa hakim yang lebih tinggi daripada Kristus? Siapa yang bisa menghakimi mereka dengan benar dan sesuai hukum, atau yang lebih adil serta tidak pandang bulu? Tidak ada kebohongan dalam Kristus dan Dia tidak bisa dibohongi, jadi siapa yang bisa membantu orang yang malang dan tertindas lebih baik daripada Dia?" Sementara Huss berbicara ia ditertawakan dan diejek oleh semua anggota konsili,yang kemudian menjadi sangat marah mendengar kata-katanya dan memutuskan bahwa ia harus dibakar.

Tujuh orang maju ke depan dan memerintahkan kepada Huss untuk menaruh pakaian imamnya dan ia lakukan. Mereka kemudian mulai menghina dan mengejeknya pada saat mereka melepaskan pakaian imam darinya satu demi satu. Pada satu sisi mereka berdebat bagaimana mereka seharusnya menanggalkan mahkota yang diukir di kepalanya, Huss memberi komentar, "Aku heran sekalipun kamu semua memiliki pikiran yang kejam, kamu tidak bisa mencapai kesepakatan tentang bagaimana me1akukan kekejaman ini."

Uskup memutuskan bahwa mereka akan memotong mahkota di kepalanya dengan gunting besar, yang kemudian mereka lakukan. Kemudian pada kepalanya yang berdarah mereka menempatkan topi kertas Uskup yang memiliki gambar roh-roh jahat dan kata-kata, "biang ke1adi bidat." Ketika Huss melihat itu, ia berkata, "Demi diriku, Tuhan Yesus Kristus memakai mahkota duri, jadi demi Dia mengapa aku tidak mengenakan mahkota terang ini meskipun ini merupakan hal yang memalukan."

Ketika Uskup mengenakan penutup kepala dari kertas di kepala Huss, ia berkata, "Sekarang kami menyerahkan jiwamu kepada neraka."

Huss mengangkat matanya ke surga dan berkata, "Namun, aku menyerahkan ke dalam tangan-Mu, O Tuhan Yesus Kristus, rohku yang telah Engkau tebus."

Huss kemudian dituntun melewati api unggun tempat mereka membakar buku-bukunya dan diikat di tiang dengan rantai. Ketika pelaksana eksekusi melingkarkan rantai ke sekeliling tubuhnya, Huss tersenyum dan berkata, "Tuhanku Yesus Kristus diikat dengan rantai yang lebih kuat daripada ini demi aku, jadi mengapa aku harus malu dibelenggu dengan rantai yang berkarat ini?"

Ikatan kayu ditumpuk sampai ke lehernya kemudian Duke of Bavaria berusaha membuatnya menyangkal ajarannya. Huss menjawab, "Tidak, aku tidak pernah mengkhotbahkan doktrin yang jahat dan hal yang kuajarkan dengan bibirku aku meteraikan dengan darahku." Ketika berkas kayu api dinyalakan dan nyala api menyelubunginya, Huss menyanyikan himne begitu keras dan penuh sukacita sehingga suaranya bisa terdengar mengatasi bunyi kayu yang terbakar dan suara orang banyak yang menonton ia dibakar. Namun, segera suaranya berhenti ketika nyala api itu mencapai tenggorokan dan wajahnya, dan ia tertelungkup ke depan bersandar pada rantainya.

Image
John Huss dibakar hidup-hidup
Dengan kebodohan lebih lanjut para uskup dengan teliti mengumpulkan abu Huss dan membuangnya ke Sungai Rhine supaya tidak ada sisa Huss yang masih tetap ada di bumi. Namun, mereka tidak bisa menghapuskan kenangan akan ia atau ajarannya dari pikiran para pendukungnya dengan siksaan, api atau air. Melalui mereka, kenangan akan ia dan ajarannya akan terus dihormati serta tersebar lebar dan luas. Setelah mati, Huss memberikan ancaman lebih besar pada Gereja Roma daripada saat hidup.

Melalui kematiannya lahir kelompok Huss yang merupakan pembaru agama di Ceko yang mengikuti ajarannya. Mereka membentuk inti gerakan nasional di Bohemia dan Moravia setelah kematiannya pada 6 Juli 1415. Hukuman Huss atas kebidatan pada Konsili Constance dan eksekusinya meskipun telah dijamin aman oleh Kaisar Romawi yang Kudus Sigismund, dipandang oleh rakyat Ceko sebagai penghinaan nasional. Itu merupakan penghinaan yang tidak pernah dilupakan banyak orang dan hal itu menyebabkan terjadinya Perang Huss.

Disalin dari :
John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001.
http://www.hrionline.ac.uk/johnfoxe/intro.html
Online Version : http://www.ccel.org/f/foxe/martyrs/home.html
Atau di http://www.the-tribulation-network.com/ ... rs_toc.htm

Pahlawan-Pahlawan Iman Tuhan Yesus Kristus (6)

Penganiayaan Terhadap John Wycliffe (1377-1384)

Image
John Wycliffe (?1330-1384)

John Wycliffe adalah penduduk asli Yorkshire, Inggris. Ia belajar di Universitas Oxford tempat ia mengambil jurusan utama dalam filsafat skolastik dan teologi; belakangan mengajar di sana dan menjadi terkenal sebagai teolog skolastik yang cerdas serta ahli debat yang paling dihormati pada zamannya. Pada 1374, ia memasuki pelayanan kerajaan dan dikirim ke Bruges, sebuah kota di Belgia barat laut, agar bernegosiasi dengan Wakil Paus tentang masalah pembayaran upeti kepada Roma, yang harus dibayar oleh semua kerajaan yang berafiliasi kepada Gereja Roma.

Untuk beberapa saat ia dikaitkan dengan John of Gaunt, Duke of Lancaster, dalam oposisinya terhadap pengaruh gereja atau imam dalam masalah politik. Selama waktu itu, Wycliffe menentang hak-hak yang diklaim oleh gereja dan mengimbau diadakan reformasi atas kekayaan, korupsi, dan penyelewengan gereja. Ia memandang raja sebagai penguasa yang sah untuk memurnikan gereja di Inggris. Pandangannya bertentangan keras dengan praktik dan pengajaran Gereja Roma. Oleh karena alasan inilah wali gereja, biarawan, dan imam bangkit meawan ia serta para pengikutnya, yang saat itu disebut Lollard [1].

Wycliffe adalah sarjana dan filosof Oxford yang terkenal. Bahkan orang-orang yang menjadi musuh doktrin-doktrinnya menyadari hal ini dan terkesan dengan argumennya yang kuat dan logis. Bertahun-tahun setelah kematian Wycliffe, satu dari mereka, seorang yang bernama Walden, menulis surat kepada Paus Martin V dan berkata, "Saya sangat kagum mendengar argumennya yang sangat kuat dengan sumber kuasa yang ia kumpulkan dan dengan intensitas emosional serta kekuatan logikanya."

Pengaruh Wycliffe sampai pada saat agama yang terorganisir rusak dan bejat akhlaknya. Orang-orang memberikan pelayanan hanya di mulut untuk hal-hal dari Tuhan, tetapi mereka menyangkal kuasa-Nya yang mempertobatkan dengan cara hidup mereka. Tradisi dan upacara buatan manusia sangat penting bagi banyak orang, tetapi hanya sedikit orang yang memiliki hubungan dengan Yesus Kristus yang menyelamatkan. Itu merupakan masa kebutaan rohani. Oleh karena mereka tidak memiliki cara untuk mendapatkan pengetahuan langsung tentang Alkitab, kebanyakan orang dituntun masuk ke dalam wilayah kege1apan dan keraguan serta diajar oleh imam bahwa upacara dan praktik gereja akan menyelamatkan mereka.

Orang-orang Kristen awal dianiaya oleh orang dunia dan sering kali menjadi martir, tetapi John Wycliffe harus menghadapi penganiayaan dari orang-orang yang menyanjung nama Kristus yang kudus. Pejabat gereja sangat marah mendengar ajarannya. Mereka menentangnya dengan segala cara yang mungkin. Pertama, hanya biarawan dan rahib yang menentang Wycliffe. Kemudian mereka bergabung dengan imam, uskup, dan uskup agung. Seorang uskup agung, Simon Sudbury, memindahkan Wycliffe dari kedudukannya di Oxford. Akhirnya, Paus ikut ambil bagian menentang Wycliffe juga.

Selama beberapa saat, Wycliffe mampu menghindari kuasa Gereja Roma karena campur tangan dan perkenan yang ia peroleh dari John of Gaunt, Duke of Lancaster dan Lord Henry Percy, Earl of Northumberland pertama, yang dibunuh pada tanggal 20 Februari 1408, dalam pemberontakan me1awan Henry IV di Bramham Moor. Namun, akhirnya dukungan dari dua orang bangsawan ini terbukti tidak berbuah dan pada 1377 uskup-uskup berhasil menghasut Uskup Agung, Simon Sudbury agar mengambil tindakan melawan Wycliffe.

Sebelumnya Sudbury telah mencabut wewenang Wycliffe untuk mengajarkan "doktrinnya yang menyesatkan", dan sekarang ia memanggil Wycliffe untuk hadir di depan sidang uskup, Pemimpin sekuler yang mendukung Wycliffe menemukan empat biarawan yang bersedia mendukung Wycliffe di depan para uskup. Sidang itu dilaksanakan di Katedral St. Paul di London.

Para duke dan baron duduk bersama dengan Uskup Agung dan uskup-uskup di Kapel Our Lady. Wycliffe diminta untuk berdiri di depan mereka. Lord Percy menyuruh Wycliffe untuk duduk karena ia "memiliki banyak hal yang perlu dijawab" dan ia perlu duduk. Hal ini membuat marah Uskup London yang berkata bahwa Wycliffe harus tetap berdiri. Argumen sengit yang terjadi setelah itu berlangsung begitu lama, orang banyak menjadi gelisah, dan mulai menyuarakan ketidaksabaran mereka, terutama ketika argumen itu menyempit menjadi dua kubu yang saling mengancam kubu yang lain - kubu sekuler yang mengancam dengan tindakan sekuler terhadap imam dan kubu agama yang mengancam dengan tindakan rohani menentang kaum bangsawan. Argumen itu berakhir ketika Duke of Lancaster membisikkan penghinaan terhadap Uskup London ke orang yang berada di sebelahnya dengan cukup keras sehingga semua orang bisa mendengarnya. Hal ini menimbulkan kegaduhan dari banyak orang, yang berkata bahwa mereka tidak akan membiarkan Uskup mereka diperlakukan seperti itu sehingga rapat itu berakhir dengan saling cela dan cekcok lalu sidang dibubarkan sebelum pukul 9.00. Sidang itu tidak diadakan lagi.

Tidak lama setelah Richard II menggantikan kakeknya Edward III, menjadi raja Inggris pada 1377, Uskup Roma bergerak menentang Wycliffe lagi berdasarkan beberapa artikel yang mereka sarikan dari khotbahnya.

1. Roti Ekaristi Kudus, setelah penahbisan oleh imam, bukanlah tubuh Kristus yang aktual.
2. Gereja Roma bukanlah kepala seluruh gereja; demikian juga Petrus tidak memiliki kuasa yang lebih besar daripada yang diberikan oleh Kristus kepada rasul-rasul yang lain.
3. Pemimpin Gereja Roma tidak memiliki lebih banyak kunci gereja daripada yang lain dalam keimaman.
4. Injil pada dirinya sendiri sudah cukup untuk mengatur kehidupan setiap orang Kristen di bumi, tanpa peraturan lainnya.
5. Seperti memilih warna putih pada tembok gereja, semua peraturan yang dibuat untuk mengatur umat beragama tidak menambahkan kesempurnaan pada Injil Yesus Kristus.
6. Pemimpin Gereja Roma, maupun wali gereja lainnya, seharusnya tidak memiliki penjara untuk menghukum para pelanggar peraturan.


Wycliffe diperintahkan oleh uskup dan wali gereja untuk tidak berbicara serta mengajarkan doktrin-doktrinnya, tetapi ia justru menjadi lebih kuat dan lebih berani dalam tekadnya untuk mengajarkan kebenaran Alkitab. Ia terus menikmati dukungan banyak bangsawan dan berusaha sekali lagi untuk mengajarkan doktrinnya di antara rakyat jelata.

Pada tahun pertama pemerintahan Raja Richard II, Paus bereaksi dengan menerbitkan bulla [2] langsung ke Universitas Oxford dan menegur mereka dengan keras karena tidak "melarang doktrin Wycliffe" dan membiarkan doktrinnya diajarkan begitu lama sehingga bisa berakar. Pengawas mahasiswa dan master Universitas itu berunding apakah mereka akan menghormati bulla itu dengan menerimanya, atau menolak, dan menyangkalnya sebagai hal yang memalukan. Bulla itu menyatakan:

Seperti telah kita ketahui melalui banyak orang yang bisa dipercaya bahwa seorang John Wycliffe, rektor Lutterworth, di keuskupan London, profesor ilmu ketuhanan, telah melangkah sampai level kebodohan yang menjijikkan sehingga ia tidak takut mengajar dan berkhotbah di hadapan umum, atau lebih tepatnya memuntahkan isi perutnya yang kotor, dalil, dan kesimpulan tertentu yang salah pun menyesatkan, yang mengeluarkan kerusakan moral bidat, yang cenderung memperlemah dan menggulingkan status gereja secara keseluruhan, bahkan juga pemerintah sekuler.

Pendapatyang ia sebarkan di wilayah Inggris ini, negara yang begitu mulia dalam kekuatan yang berlimpah kekayaan dan yang kemurnian imannya bersinar, sejak dulu menghasilkan orang-orang termasyhur karena pengetahuan Alkitab mereka yang jelas dan sehat, matang dalam keseriusan tingkah laku, mencolok ibadahnya, dan pembela iman Gereja Roma yang berani. Beberapa dari kawanan domba Kristus ia cemari dengan doktrinnya dan ia sesatkan dari jalur iman murni yang lurus ke dalam lubang kebinasaan.

Oleh karena itu kita tidak bersedia mengabaikannya karena hal itu menyebab¬kan penyakit pes yang mematikan, kami dengan tegas memerintahkan agar dengan kuasa kami, kamu menangkap atau menyebabkan orang yang disebut John itu ditangkap dan mengirimnya dan dikawal orang yang bisa dipercaya ke saudara kita yang mulia, Uskup Agung Canterbury dan Uskup London, atau satu dari mereka.


Dua surat lain dari Paus menunjukkan perasaannya yang kuat yang menentang John Wycliffe. Satu surat itu menunjukkan bahwa Paus menghendaki Wyc1iffe muncul di hadapannya jika Uskup tidak mampu menye1esaikan kasus itu dalam waktu tiga bulan. Surat kedua ditujukan kepada Uskup Inggris dan mendesak mereka untuk memperingatkan penguasa sekuler, termasuk raja agar tidak menghormati doktrin Wycliffe. Kedua surat itu berfungsi untuk meneguhkan kasus menentang Wycliffe di antara para uskup dan mereka bertekad untuk membawa Wycliffe ke depan mereka untuk menerima keadilan yang mereka pandang sesuai untuknya karena kebidatannya.

Namun, ketika hari pemeriksaan Wycliffe tiba, seorang dari istana pangeran (Raja Richard II), yang bernama Lewis Clifford masuk ruangan tempat para uskup berada dan memerintahkan untuk tidak memproses pengadilan untuk John Wycliffe lebih lanjut. Kata-katanya begitu mengagetkan para uskup sehingga banyak dari mereka yang tidak bisa berkata apa-apa. Jadi dengan demikian, oleh karya pemeliharaan Allah yang ajaib, John Wycliffe terlepas dari kemarahan para uskup untuk kedua kalinya.

Wycliffe sangat senang karena memiliki waktu lebih banyak untuk mengajar dan berkhotbah. Namun makin banyak ia melakukannya, para uskup dan para penguasa gereja lainnya menjadi makin marah. Kemudian pada Maret 13 78, Paus Gregorius XI, pemimpin yang banyak menimbulkan masalah bagi Wycliffe, mati secara tak terduga. Hal ini memulai terjadinya "Skisma Roma yang Besar" di gereja barat di Roma. Saat itu merupakan masa kekacauan dan kebingungan Roma yang terus berlangsung sampai Konsili Constance memilih Martin V sebagai paus pada 1417.

Pada waktu yang hampir sarna, selama sekitar 3 tahun, perpecahan yang hebat terjadi di Inggris antara rakyat jelata dengan bangsawan. Selama kesulitan itu. Simon of Sudbury, Uskup Agung Canterbury, diculik oleh beberapa orang yang lebih kejam dan dipenggal kepalanya. Ia digantikan oleh William Courtney sebagai wakil gereja, Paus yang tidak kalah kerajinannya dalam mengikis bidat.

Meskipun demikian, sekte Lollard Wycliffe terus bertumbuh makin besar kekuatan dan pengaruhnya di Inggris sampai William Berton, Rektor Universitas Oxford, memanggil delapan doktor biara bersama-sama [rahib] dan empat orang lainnya lalu mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa hukuman berat akan diberikan kepada siapa pun yang berhubungan dengan Wycliffe dan para pengikutnya. Berton mengancam Wycliffe sendiri dengan pengucilan dari gereja dan pemenjaraan. Keputusan itu memberi kesempatan tiga hari kepada Wycliffe dan para pengikutnya untuk ber tobat dari "penyelewengan dan ajaran mereka yang sesat."

Sebagai respons, Wycliffe berpikir untuk me1ewati paus dan para imam lalu membuat permohonan langsung kepada raja. Namun, Duke of Lancaster melarang ia untuk melakukannya dan berkata bahwa ia harus menundukkan dirinya sendiri pada kecaman dan hukuman Uskup dari keuskupan. Jadi, Wycliffe, yang dikelilingi masalah dan musuh, sekali lagi harus menyatakan doktrinnya secara terbuka di depan pejabat gereja.

Pada Hari St. Duncan pada 1382, sekitar pukul 2.00 siang hari, Uskup Agung Canterbury dan asistennya, beberapa doktor dalam ilmu ketuhanan, pengacara, profesor, dan imam lainnya berkumpul di Blackfriar di London untuk berkonsultasi satu dengan yang lain tentang buku-buku dan pengajaran Wycliffe. Pad a waktu itu, gempa bumi yang hebat terjadi di seluruh Inggris. Banyak orang yang hadir dalam pemeriksaan Wycliffe berkata bahwa itu adalah pertanda dan beberapa bahkan mengusulkan agar mereka membatalkan maksud mereka. Namun, Uskup Agung berkata bahwa mereka salah menafsirkan arti gempa bumi itu dan melanjutkan mendorong mereka untuk meneruskan misi mereka. Ia kemudian membacakan beberapa tulisan Wycliffe kepada kelompok itu dan dengan berani menyatakan bahwa doktrinnya jelas bidat sebab doktrin itu tidak segaris dengan tradisi dan pengajaran gereja. Bukan hanya pengajarannya yang menyesatkan, Uskup Agung menyatakan, tetapi mereka juga tidak beragama.

Oleh karena sejauh tertentu telah dilucuti oleh gempa bumi itu, para pemimpin tidak sepenuhnya bisa diyakinkan oleh Uskup Agung. Satu anggota melaporkan bahwa gejala alam yang sarna terjadi di gereja tertentu ketika percekcokan sebelumnya dengan Wycliffe terjadi. Ia berkata bahwa pintu gereja itu terbuka lebar karena sambaran kilat. Orang-orang yang berada di sana berusaha susah payah me1arikan diri dari api dari surga. Diskusi tentang Wycliffe dan ajarannya berlangsung selama beberapa jam.

Akibat pertemuan di Blackfriar, Uskup Agung Canterbury memberi mandat kepada Uskup London yang menentang John Wycliffe dan para pendukungnya:

Telah sampai pada pendengaran kita, bahwa meskipun, oleh hukum gereja, tidak seorang pun, yang sedang dilarang atau tidak diutus, bisa menempati posisi sebagai pengkhotbah, secara umum atau pribadi, tanpa otoritas kursi kerasulan atau uskup di tempat itu; namun meskipun demikian, orang-orang tertentu, yang adalah anak kebinasaan dengan bersembunyi di balik tirai kekudusan yang besar, dibawa pada satu di an tara kondisi pikiran bahwa mereka mengambil otoritas untuk diri mereka sendiri untuk berkhotbah, dan tidak takut untuk meneguhkan, lalu mengajar, secara umum seperti biasa dan terbuka berkhotbah di gereja-gereja dan di jalan-jalan, juga di banyak tempat umum lainnya di provinsi kita; tentang dalil dan kesimpulan tertentu yang bersifat bidat, salah, dan menyesatkan, serta dicela oleh gereja Allah yang menjijikkan bagi ketetapan gereja yang kudus; yang juga meracuni banyak orang Kristen yang baik; dan menyebabkan mereka secara menyedihkan menyeleweng dari iman Gereja Roma, yang tanpanya tidak ada keselamatan.

Oleh karena itu kami menegur dan memperingatkan bahwa tidak ada seorang pun, bagaimanapun keadaan dan kondisinya, boleh mengadakan, mengajar, berkhotbah atau membela bidat dan penyelewengan yang sudah disebutkan sebelumnya, atau apa pun darinya; ia juga jangan mendengar atau memerhatikan orang yang mengkhotbahkan kebidatan atau kesalahan yang dikatakan, atau satu pun darinya; dan jangan memberi perkenan atau dukungan kepadanya, entah secara umum atau pribadi; tetapi segera ia harus menjauhkan diri dan menghindar darinya, seperti ia menghindari ular yang menyemburkan bisa yang menular; di bawah penderitaan kutukan yang lebih besar.

Dan selain itu, kami memerintahkan saudara kami, mengenai pandangan yang mereka selidiki dengan teliti serta tekun; dan terus melawan hal yang sama dengan efektif.

Pada saat yang sama, Rektor baru Universitas Oxford adalah Master Robert Rygge, yang tampaknya mendukung John Wycliffe dan pengajaran Injil Yesus Kristus. Ia sering kali menahan gerakan tertentu yang menentang Wycliffe, oleh karena itu membantu memajukan Injil, yang pada saat itu berada dalam bahaya besar yang ditimbulkan oleh penguasa gereja. Selain itu, ketika khotbah perlu diberikan kepada orang-orang, ia mengutus imam yang ia ketahui sangat mendukung John Wycliffe. Dua dari mereka adalah John Huntman dan Walter Dish, yang secara terbuka menyetujui Wycliffe, pun menghargainya.

Belakangan pada tahun yang sarna (1382), Philip Reppyngdon dan Nicholas Hereford ditunjuk untuk berkhotbah kepada umat pada perayaan kenaikan Kristus ke surga dan Perayaan Corpus Christi. Mereka menyampaikan khotbah yang pro-Wycliffe di biara St. Fridewide [sekarang disebut gereja Kristus] di depan umat.

Hereford mengatakan bahwa Wycliffe adalah seorang yang setia, baik, dan tulus. Biarawan yang hadir merasa terkejut mendengar khotbahnya. Mereka berdiri untuk memprotes dengan keras dan vokal. Terutama ordo Carmelite gereja, yang dipimpin oleh Peter Stokes, yang ribut menentangnya.

Pada saat perayaan Corpus Christi mendekat, beberapa biarawan bertanya-tanya apakah Reppyngdon akan memberikan khotbah yang sarna dengan yang disampaikan Hereford. Mereka mengimbau kepada Uskup Canterbury untuk mencegah khotbah Reppyngdon. Peter Stokes, dari ordo Carmelite, ditunjuk untuk mencemarkan nama baik imam itu dan pengajaran Wycliffe secara terbuka, lalu Uskup Agung Canterbury menulis kepada Rektor Oxford dan mendesaknya untuk memikirkan ulang penunjukan Reppyngdon sebagai pengkhotbah di perayaan Corpus Christi.

Rektor makin berani menghadapi oposisi ini; ia menegur Uskup Agung dan Peter Stokes karena merongrong otoritas universitas serta mengacaukan keadaan yang damai. Ia menyatakan bahwa Uskup Agung tidak memiliki otoritas atas universitas dan universitas akan membuat keputusan sendiri mengenai masalah-masalah itu. Ia secara terbuka menyatakan bahwa ia tidak akan membantu ordo Carmelite dengan cara apa pun.
Oleh karena itu Reppyngdon tetap maju dengan khotbahnya pada hari perayaan. Ia berkata, "Dalam semua masalah moral saya akan membela Master Wyc1iffe sebagai doktor gereja yang sejati." Ia juga memuji dukungan yang diberikan Duke of Lancaster pada gerakan Injil. Ia menyimpulkan khotbahnya dengan memuji pekerjaan dan pelayanan John Wycliffe.

Ketika khotbahnya selesai, Reppyngdon masuk ke Gereja St. Frideswide disertai dengan banyak temannya, yang seperti dipikirkan musuh-musuhnya, membawa senjata yang disembunyikan di bawah pakaian mereka kalau-kalau ada serangan terhadap Reppyngdon. Biarawan Stokes, dari ordo Carmelites, menyembunyikan dirinya sendiri di tempat suci gereja dan berpikir bahwa mereka akan menyerangnya sehingga ia tidak berani pergi sampai Reppyngdon dan teman-temannya pergi. Di seluruh universitas ada sukacita besar atas keberanian rektor mereka dan mereka dikuatkan oleh khotbah Reppyngdon yang jelas.

Setelah masa pembuangan yang singkat, Wycliffe bisa kembali ke jemaat Lutterworth tempat ia menjadi pendeta [imam jemaat]. Ia meninggal dengan tenang pada 31 Desember 1384 dalam usia 56 tahun. Dikatakan tentangnya: "hal yang sama menyukakannya pada masa tuanya seperti menyukakannya ketika ia masih muda."

Musuh terburuk Wycliffe adalah para anggota imam. Namun, ia juga menikrnati dukungan banyak rakyat jelata dan bangsawan, di antara mereka John Clenbon, Lewis Clifford, Richard Stury, Thomas Latimer, William Nevil, dan John Montague. Setelah kematian Wycliffe, orang-orang ini menyingkirkan patung dan ikon dari gereja mereka sebagai penghormatan terhadap doktrin-doktrin dan pengajarannya.

Oposisi terhadap Wycliffe dan ajarannya berlanjut selama bertahun-tahun setelah kematiannya. Pada 14 Mei 1415, Konsili Constance menyatakan: Konsili yang kudus ini menyatakan, memutuskan dan memberikan hukuman, bahwa John Wycliffe adalah bidat yang buruk dan ia mati dalam kebidatannya secara keras kepala. Konsili juga mengutuk orang yang seperti ia dan mengutuk orang yang mengenangnya. Konsili ini juga menyatakan dan memerintahkan agar tubuh serta tulangnya,jika itu bisa dibedakan dari tubuh orang yang setia lainnya, harus dike1uarkan dari tanah, dan dilemparkan jauh dari penguburan gereja mana pun, sesuai petunjuk peraturan dan hukum.

Tiga puluh satu tahun setelah kematian Wycliffe, Konsili Constance memindahkan jenazahnya dari tempat penguburan, membakarnya, dan melemparkan abunya ke dalam sungai. Pelaksana eksekusinya berpikir bahwa mereka akan mematikan pengaruhnya yang terus-menerus melalui tindakan semacam itu, tetapi tidak demikian halnya. Sama seperti yang dipikirkan orang Farisi ketika mereka membunuh Kristus dan menempatkan tubuh-Nya dalam kuburan yang gelap serta berpikir bahwa Dia telah lenyap untuk selama-lamanya, konsili yang menentang John Wycliffe itu berpikir bahwa tindakan simbolis mereka menggali kubur "bidat" itu dan melemparkan abunya akan membunuh ingatan akan ia di antara para pengikutnya. Namun, seperti yang dialami orang-orang Farisi dengan hati cemas, tidak ada satu pun yang bisa menghentikan Yesus Kristus dan tidak ada sesuatu pun yang bisa menghentikan kebenaran.

Meskipun mereka membakar tubuh Wycliffe dan melemparkan abunya ke dalam sungai, firman Allah dan kebenaran doktrin Wycliffe tidak bisa dihancurkan, dan orang-orang lain segera meneruskan pekerjaan yang sudah ia mulai.

-----
[1] Lollard, kata Inggris abad pertengahan, diambi dari kata Belanda abad pertengahan, Lollaerd, yang berarti berkomat-kamit, mengucapkan sesuatu terus menerus tanpa suara, bidat.
[2] Bull, dokumen resmi, seringkali merupakan keputusan, yang dikeluarkan oleh paus, dan dimateraikan dengan bulla.
Bulla, Meterai bulat yang dicapkan pada papan bull.

Disalin dari :
John Foxe, Foxe's Book of Martyrs, Kisah Para Martir tahun 35-2001, Andi, 2001.
http://www.hrionline.ac.uk/johnfoxe/intro.html
Online Version : http://www.ccel.org/f/foxe/martyrs/home.html
Atau di http://www.the-tribulation-network.com/ ... rs_toc.htm