Tetapi
kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak
merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya. Karena di
mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.
Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.
Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Mat.6:20-24)
Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik, teranglah seluruh tubuhmu; jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.
Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon.” (Mat.6:20-24)
Pernyataan
Tuhan Yesus pada kalimat di atas merupakan suatu himbauan, nasihat,
petunjuk, dan perintah kepada pendengarnya pada waktu itu dan kepada
orang yang membaca Injil pada masa dahulu, masa sekarang dan masa yang
akan datang. Pada kesempatan ini Ia menganjurkan agar orang
memperhatikan cara pandang mereka terhadap hidupnya di dunia (yang fana)
ini. Cara pandang yang benar adalah yang mengutamakan hidup rohani, bukan mengutamakan hidup duniawi.
Ada tiga hal yang ditekankan Tuhan Yesus dalam kalimat di atas, yaitu:
1. Jangan mengumpulkan harta di dunia, melainkan di sorga saja.
2. Cara pandang manusia menentukan apa yang akan dilakukan disepanjang hidupnya.
2. Cara pandang manusia menentukan apa yang akan dilakukan disepanjang hidupnya.
3. Seseorang harus memilih satu diantara Allah/ sorga atau dunia/ uang, tidak boleh kompromi.
1. Jangan mengumpulkan harta di dunia, melainkan di sorga saja.
Orang
kebanyakan memikirkan segala urusan-urusan duniawi lebih penting
disepanjang hidupnya dari pada memikirkan urusan rohani. Mereka sangat
sibuk memikirkan kekayaan duniawi, hasrat seksual, dan nama ‘baik’;
sedangkan kehidupan rohani mereka hanya mendapat perhatian sekedarnya
saja, hanya menjadikannya sebagai pelengkap hidup sehingga sudah merasa
cukup apabila sudah melakukan ibadah di gereja: ikut kebaktian,
mengajar sekolah minggu, menjadi majelis atau kegiatan gereja yang lain.
Dari
lahir anak-anak oleh orang tuanya diajar untuk memikirkan hal-hal
duniawi, semenjak ia masih belum bisa berbicara, ia sudah diberi
pelajaran secara tidak langsung dimana ia mendengar harapan orang tuanya
agar kelak setelah ia dewasa menjadi orang terkemuka dan terhormat,
sehingga dapat mengangkat martabat orang tua, keluarga dan
kelompoknya. Hal ini disebabkan karena orang menilai kesuksesan dengan
uang, semakin banyak uang yang dapat dikumpulkannya maka seseorang
dianggap semakin sukses ; sehingga semua orang berusaha mengejar dan
mengumpulkan uang sebanyak-banyaknya, agar ia mendapatkan kehormatan dan
kepuasan hidup. Tetapi pada kenyataannya setelah mereka berhasil
mengumpulkan uang yang banyak, mereka tidak menemukan kepuasan yang
diharapkannya itu, yang timbul justru hasrat untuk mengumpulkan uang
yang lebih banyak dan lebih banyak lagi. Ia tidak pernah merasa
terpuaskan sampai akhir hidupnya.
Semenjak
orang mengalami akhil balik atau pubertas, sepanjang hidupnya ia
dipengaruhi oleh daya tarik seksual. Ia mau merawat dirinya, belajar dan
berprestasi dalam upayanya untuk mendapatkan perhatian dari lawan
jenisnya. Seorang pemudi akan mulai menjaga penampilan dan perilakunya
agar dapat menarik perhatian pemuda, demikian pula seorang pemuda
berusaha untuk menarik perhatian pemudi-pemudi dengan penampilannya.
Setelah
seseorang menjadi dewasa dan ‘mapan’ maka ia mulai membutuhkan ‘ nama
baik’, yang akan membedakan dirinya dari orang lain, yang menjadi tanda
bahwa ia lebih sukses dan lebih berhasil dari yang lain. Semakin sedikit
yang dapat menyamai prestasinya maka ia akan menganggap dirinya lebih
sukses dari orang lain. Bahkan terkadang untuk mencapainya beberapa
orang diantaranya rela melakukan cara yang tidak etis .
2. Cara pandang manusia menentukan apa yang akan dilakukan disepanjang hidupnya.
Digambarkan
Nya bahwa cara pandang manusia terhadap hidup sebagai ‘mata’, sehingga
seseorang yang memilih cara hidup yang benar dikatakan sebagai mempunyai
‘mata yang terang’; dan bagi orang yang demikian maka hidupnya akan
menjadi terang pula dan ia akan merasa hidupnya berarti atau berguna.
Tetapi seseorang yang mempunyai ‘mata yang gelap’ akan mendapati
hidupnya penuh kegelapan, tidak tahu jalan hidup yang benar dan akhirnya
akan merasakan hidupnya kurang/ tidak berarti atau menjadi sia-sia
belaka.
Orang yang mempunyai ‘mata yang terang’ dan hidup menurutinya, niscaya akan menemukan terang itu dan menjadi ‘anak-anak terang’; karena terang itu adalah Tuhan Yesus Kristus sendiri, maka ‘anak-anak terang’ juga adalah ‘anak-anak Tuhan’.
Orang yang mempunyai ‘mata yang terang’ dan hidup menurutinya, niscaya akan menemukan terang itu dan menjadi ‘anak-anak terang’; karena terang itu adalah Tuhan Yesus Kristus sendiri, maka ‘anak-anak terang’ juga adalah ‘anak-anak Tuhan’.
Yoh. 12:35-36 Kata Yesus kepada mereka: “Hanya sedikit waktu lagi terang ada di antara kamu. Selama
terang itu ada padamu, percayalah kepadanya, supaya kegelapan jangan
menguasai kamu; barangsiapa berjalan dalam kegelapan, ia tidak tahu ke
mana ia pergi. Percayalah kepada terang itu, selama terang itu ada padamu, supaya kamu menjadi anak-anak terang.” Sesudah berkata demikian, Yesus pergi bersembunyi dari antara mereka.
Adalah
tidak benar bila seseorang yang mengaku sebagai ‘anak Tuhan’, tetapi
hidup dengan menggunakan cara pandang yang duniawi, hanya berpikir untuk
mengumpulkan uang dan harta dunia sepanjang hidupnya. Karena ia tidak
pernah menjadi ‘anak terang’, ia sebenar-benarnya adalah anak kegelapan
dan Tuhan Yesus tidak pernah mengenalnya, yang pada hari terakhir nanti
akan dikumpulkan bersama anak-anak kegelapan yang lain untuk dimasukan
ke dalam lubang gelap yang tidak berdasar, atau kedalam lautan api yang
tidak pernah padam.
Mat.7:22-23
Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan,
bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu,
dan mengadakan banyak mujizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku
akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!”
Mrk. 9:43
Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik
engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh
kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan;
3. Seseorang harus memilih satu diantara Allah/ sorga atau dunia/ uang, tidak boleh kompromi.
Orang
yang mempunyai ‘mata yang terang’ bisa mengambil keputusan yang tegas
dan tidak kompromistis . Ia berani memilih hidup kekurangan dan
menderita, karena ia tidak hidup mengandalkan apa yang terlihat dan
dapat dirasakan oleh mata dan indera yang lain, melainkan lebih
menggunakan mata batin. Sebab apa yang terlihat ‘baik’ oleh indera mata terkadang bukan merupakan yang baik di ‘mata Tuhan’, bahkan seringkali yang baik
menurut pandangan ‘mata manusia’ kebalikan dari yang baik menurut
pandangan ‘mata Tuhan’. Banyak hal yang dapat dijadikan contoh dalam
kasus seperti ini, yang dapat kita ketahui dari perkataan Tuhan Yesus
dalam Injil.
Mat. 18:21-22
Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai
berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap
aku? Sampai tujuh kali?” Yesus berkata kepadanya: “Bukan! Aku berkata
kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali
tujuh kali.
Bila kita perhatikan perkataan Tuhan Yesus di atas jelas diluar nalar atau logika manusia. Tuhan mengajarkan agar orang mau mengampuni orang yang bersalah kepadanya tiada berkesudahan, tetapi nalar manusia berpendapat bahwa mengampuni orang yang bersalah tentu saja ada batasnya. Dan Tuhan mengajarkan agar orang membalas perbuatan jahat yang dilakukan kepadanya dengan perbuatan baik dan bahkan harus mendoakannya, tetapi nalar manusia mengatakan bahwa orang membalas perbuatan jahat yang dilakukan kepadanya dengan perbuatan yang setimpal adalah hal yang wajar dan dapat dibenar.
Mat. 5:38-44
Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat
jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah
juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan
engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapa
pun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama
dia sejauh dua mil. Berilah kepada orang yang meminta kepadamu dan
janganlah menolak orang yang mau meminjam dari padamu. Kamu telah
mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.
Contoh
yang lain adalah ketika Tuhan Yesus mengatakan kepada murid-murid Nya
bahwa mengikuti Nya harus menderita atau memikul salib Nya, menjadi
murid Nya harus mau menyerahkan nyawanya bagi Nya, yang mau menjadi yang
terbesar diantara murid-murid Nya harus menjadi yang terkecil dan
menjadi pelayan bagi mereka.
Mat. 16:24 Lalu Yesus berkata kepada murid-murid-Nya: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku.
Luk. 14:26-27
“Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya,
ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau
perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.
Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.
Mat. 20:26-27 Tidaklah demikian di antara kamu. Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu;
Dari
semua yang diajarkan Tuhan Yesus di atas maka dapat diambil kesimpulan
bahwa mengikut Tuhan tidaklah mendapatkan kenyamanan, kebaikan dan
kemudahan dalam menjalani hidup di dunia yang fana ini seperti yang
sering kita dengar di gereja dan di Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR); tetapi
sebaliknya Tuhan mengajarkan bahwa mengikut Dia harus rela menderita.
Jelas pengajaran Nya diluar nalar dan logika manusia, tetapi hal ini
justru menunjukan bahwa pikiran manusia jauh dari pikiran Allah. Dengan demikian terbukti bahwa pengajaran Tuhan Yesus bukan pengajaran hasil pemikiran yang manusiawi melainkan pengajaran yang illahi dari sorga.
Yoh. 8:37-38
“Aku tahu, bahwa kamu adalah keturunan Abraham, tetapi kamu berusaha
untuk membunuh Aku karena firman-Ku tidak beroleh tempat di dalam kamu. Apa yang Kulihat pada Bapa, itulah yang Kukatakan, dan demikian juga kamu perbuat tentang apa yang kamu dengar dari bapamu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar